Ridho Istri = Ridho Allah ?



Semua pasti tau bahwa ridho suami adalah ridho Allah juga. Setiap kali istri melangkahkan kakinya keluar rumah tanpa ridho suami adalah dosa baginya.
Tapi bagaimana dengan istri? Ketika ia tidak ridho pada suaminya, apakah Allah juga tidak ridho?
Mari kita check guys...
Saya ingat kejadian beberapa tahun yang lampau. Ketika itu anak-anak masih kecil. Si sulung masih SD. Sekarang ia sudah kuliah.
Udah kebayang kan, setua mana saya kira-kira?
Ketika itu, suami sangat sibuk-sibuknya. Pulang selalu di atas jam 10 malam. Karena perusahaannya lagi kedatangan utusan dari perusahaan owner di Jepang. Dan beliau ditugaskan mendampingi sang tamu.
Biasanya setelah sholat Isya, anak-anak akan bercengkerama dengan si ayah. Mereka bermain apa saja. Kebetulan si ayah bukan tipe jaim dengan anak. Di ajak main boneka, hayuuk. Di ajak main congklak, oke. Di ajak main ular tangga, no problem. Sehingga mereka sangat dekat dengan ayahnya.
Karena kesibukan mendampingi tamu, membuat si ayah selalu pulang setelah anak-anak tidur. Sehingga rindulah anak-anak dengan beliau.
Hari Sabtu pagi anak-anak sangat gembira berharap bisa bermain dengan sang ayah. Ternyata sabtu pagi si ayah tetap harus masuk untuk mendampingi tamu tersebut.
Ketika sore ayah pulang, anak-anak sudah bersorak. Tapi si ayah hanya pulang untuk mandi dan berangkat kembali menemani si tamu bermalam minggu keliling Karawang.
Si bujang kami yang ketika itu masih TK, langsung menangis sambil berteriak, tak ingin ayahnya pergi. Anak-anak perempuan kami juga ikut menangis. Saya pun merasa tak ridho dia pergi.
Melihat kondisi anak-anak, si ayah sebenarnya tak ingin pergi, tapi tak enak dengan si tamu dan teman-teman lain yang ikut mendampingi. Tapi dengan berat hati, dia tetap pergi.
Setelah ayahnya pergi, mereka bertiga menangis di ruang tengah. Agak susah saya menghibur mereka.
Tapi tak lama berselang, setengah jam kemudian, si ayah pulang.
Si ayah bercerita. Sebelum berkeliling kota Karawang, mereka hendak makan dulu di sebuah Mall di daerah Galuh Mas. Semua dinding dan pintu masuk Mall itu terbuat dari kaca. Entah kenapa, dinding kaca seluas itu tidak terlihat olehnya. Tiba-tiba dia menabrak dinding kaca itu. Menimbulkan suara yang lumayan keras. Semua pengunjung yang berada di situ melihat kepadanya. Sakitnya tidak seberapa. Tapi malunya yang luar biasa.
Kebiasaan baik si ayah, setiap mengalami peristiwa tak enak, dia langsung bermuhasabah diri. Kesalahan apa yang ia telah lakukan hari itu atau beberapa hari sebelumnya. Dan langsung teringat olehnya, bahwa saya dan anak-anak tak ridho ia pergi malam itu.
Akhirnya dia langsung minta ijin ke si tamu dan teman-teman lainnya untuk pulang.
Alhamdulillaah...malam itu waktunya menjadi milik kami kembali. Dan kamipun bercengkrama dengan bahagia.
Lain pula dengan temanku.
Suaminya punya hobi baru. Bergabung dengan sebuah klub motor dan sering melakukan touring ke luar kota.
Lama-lama temanku kesal dengan hobi baru suaminya. Di samping memakan biaya yang lumayan banyak, waktu untuk anak dan istri jadi sangat berkurang, setiap ada waktu libur, dia lebih sering menghabiskan waktu dengan klub motornya ketimbang bercengkrama dengan anak istrinya.
Suatu hari ketika sang suami minta ijin lagi pergi touring ke Pangandaran. Dia tak mengijinkan. Tapi suaminya tak mengubris.
Akhirnya, karena marah, temanku ini bilang, "Gua gak ridho. Mudah-mudahan ntar lu kecelakaan". (Temanku ini orang betawi ya pren.... Jadi bahasa "lu gua" memang bahasa keseharian mereka).
Dan satu setengah jam kemudian, dia dapat telepon dari teman touring suaminya, bahwa suaminya mengalami kecelakaan tunggal. Jari kelingking kaki kirinya patah.
Dan kalimat pertama yang dia ucapkan, "syukurin... ".
Ada lagi kisah temanku yang lain. Sudah beberapa lama ini, suaminya sering diundang menjadi pembicara seminar. Karena ilmu yg ia dapatkan dari kantornya bermanfaat buat orang lain.
Ketika itu tahun 2002. Mulai dari feenya 250 ribu per seminar, meningkat dengan pesat menjadi 1,5 juta per seminar.
Biasanya setiap selesai seminar, suaminya selalu mentraktir keluarga kecilnya (istri dan satu orang anak) makan di restoran yang terjangkau.
Tapi ketika pertama kali mendapatkan fee 1,5 juta rupiah, suami ingin mentraktir teman kantor yang satu bagian dengannya, yang berjumlah 10. Mentraktir keluarganya setelah itu.
Tiba-tiba, sang istri cemburu. Ya kalau uangnya masih bersisa, kalau tidak? Teman kantor yang hendak ditraktir ada 11 orang termasuk dengan sang suami. Kenapa bukan ia dan anak mereka yang didahulukan? Toh, makan bertiga tidak akan habis banyak.
Maka sang istri menolak. Dia minta didahulukan dibanding teman suami. Tapi suaminya menolak. Suaminya berpikiran, kalaupun uangnya habis, toh dengan keluarga masih bisa lain waktu.
Dan ributlah mereka. Akhirnya sang suami tetap menjalankan rencananya. Mentraktir temannya. Dan habislah uang itu tanpa bisa mentraktir keluarga sendiri.
Dan apa yg terjadi selanjutnya sodara-sodara?
Tiba-tiba setelah itu, tak pernah ada lagi undangan mengisi seminar untuk sang suami. Tak ada sama sekali!
Akhirnya, sang suamipun menyadari kesalahannya (mungkin sambil minta ampun sama Allah).
Dan sekitar 6 tahun kemudian baru ada lagi undangan mengisi seminar untuknya. Tapi demi menjaga keikhlasan dan atas persetujuan sang istri, uang dari seminar itu tak pernah mereka ambil. Semuanya disedekahkan tanpa pernah menghitung jumlah uang di dalam amplop tebal itu. Toh...gaji sang suami, alhamdulillah, sudah mencukupi kebutuhan mereka sekeluarga.
Nah, dari tiga cerita di atas, (fakta lho ya...bukan hoax) mungkin bisa kita ambil hikmahnya. Ternyata ridho istri sangat diperlukan oleh suami.
Ridho istri = ridho Allah?
Wallahu a'lam bish-showab.


Catatan.

Tulisan ini diunggah di grup Komunitas Bisa Menulis pada tanggal 26 Februari 2020.
Dan direspon oleh lebih dari 4.000 orang, dikomentari oleh 1000 orang dan dibagikan oleh lebih dari 1.400 orang

1 comments:

Blog Archive

Powered by Blogger.