About vaksin

 Bismillah....

Nemenin si gadis vaksin yg ke 2.

Ikhtiar sehat. 💪


Semoga sehat diri dan lingkungan pun ikut sehat.


Apakah dengan divaksin dijamin jadi sehat dan tidak terkena covid?

Tentu tidak. 


Tidak ada satupun manusia, apalagi benda, yang bisa memberikan jaminan kepada kita selain Allah.


Yang dapat kita lakukan hanyalah melakukan ikhtiar. Dan berdo'a. Semoga usaha dan niat kita diridhoi Allah SWT.


Pernah dengar kan, kalau kita divaksin, nanti kita bisa dikontrol? Kegiatan kita bisa dipantau dll yang seakan2 kita ini tiba2 jadi robot yang bisa dikendalikan dari jarak jauh. Karena waktu di vaksin akan ditanamkan sebuah chip ke dalam badan kita.


Anda percaya?

Saya tidak. 


Perhatikan waktu kita divaksin. Yang dimasukkan murni cairan. Lagian chip sebesar apa yang bisa lewat jarum suntik? Harus lebih kecil dari pasir tentunya.


Makin kecil chip nya, makin mahal harganya. Emang pemerintah punya dana untuk membeli chip secanggih itu untuk ratusan juta rakyatnya? Belum lagi membeli alat pemindai dan pendukung lainnya. Belum lagi harus melatih tenaga ahli untuk mengoperasikan alat canggih tersebut.


Lha wong buat lockdown rakyatnya aja pemerintah g mampu !


Seperti kata Stand up comedy Bintang Emon, "Selama elu kemana-mana masih diminta liatin KTP, nyerahin foto copy KTP, negara kita masih PRIMITIF".


Right? 

Iya lah.


Kalau emang pas waktu divaksin kita ditanam chip, maka waktu saya migrasi rekening dari BNI Syariah ke BSI kemarin, g bakal saya diminta FC KTP, FC Kartu ATM. Kan harusnya sy sdh bisa dipindai lewat chip itu. 😁😁


Yuuk lah....

dari pada ngikutin hoax,

mending pasang niat untuk sehat diri, dan lalukan ikhtiar semampu kita. Mudah2an niat kita di ridhoi Allah SWT. Indonesia sehat dan kita dapat pahala.


Lihat di Eropa sana, sudah lebih 80% rakyatnya divaksin. Mereka sdh bisa nonton piala Eropa tanpa masker dan tanpa prokes. 

G kepengen kayak mereka?


***********

Salah satu saung Minangkabau di Plant 3 PT. TMMIN, Karawang

Cantik kan.Ada yg nulis begini, "yg mau divaksin itu, sadar g sih lagi dibegoin?" 


Jadi pengen ketawa tapi miris. Dia pikir 80% rakyat Eropa dan Amerika yg telah divaksin itu lagi dibegoin jg ya sama pemerintahnya?🤣🤣


Sekarang rakyat Eropa juga Amerika sdh bebas kemana2 tanpa masker dan prokes. Dan sdh bisa nonton Piala Dunia di stadion dg bahagia.


Terus, kenapa kita yg sudah divaksin masih pakai masker dan prokes? Karena rakyat kita yg sdh divaksin baru kisaran 20%.


Artinya lingkungan yg rentan masih jauh lebih banyak.


Bukankah yg sdh divaksin masih bisa kena covid? Bisa, tp biasanya tidak terlalu berat bila dibandingkan dg yg belum divaksin.


Seperti anak yg sudah diimunisasi, misalnya campak. Mereka masih bisa kena campak tp biasanya dampaknya tidak terlalu parah. Sedikit di badan dan sebagian kaki atau tangan.


Dibandingkan dg yg tidak imunisasi.


Dulu saya baca status dr Piprim Yanuarso dokter spesialis jantung anak dan pendiri rumah vaksin. Ketika artis OS melahirkan, beliau menyarankan agar anak OS diimunisasi. Supaya ada daya tahan tubuh anaknya terhadap penyakit.


Si artis menolak. Ketika anaknya berumur 1 tahun kurang, qadarullah, anak OS terkena campak. Dan harus di rawat di ICU karena campak menyerang seluruh tubuhnya sampai ke langit2 mulutnya. 


Imunisasi ataupun vaksin adalah ikhtiar sehat. Kalau tak berilmu tentang itu, tak usah lah melakukan fitnah. Nanti menyesal.




Merger, bikin repot 😟

 



Kata pemerintah tujuan merger 3 bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) itu adalah bagian upaya dan komitmen pemerintah dalam memajukan ekonomi syariah dan mendorong Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan syariah global.


Keren ya?


Tapi kenyataan di lapangan apa sinkron dengan tujuan pemerintah itu?


Dulu ketika saya masih menjadi nasabah bank BNI Syariah, saya benar-benar menikmati berbagai kemudahan dalam transaksi keuangan. 


Cukup dengan selembar kartu ATM BNI Syariah, saya dapat melakukan aneka transaksi keuangan dengan mudah dan ditunjang oleh jaringan ATM BNI yg luas tersebar dari kota sampai ke pelosok negeri.


Bahkan bertransaksi di luar negeri pun gampang.


Sekarang?


Jaringan ATM BSI sangat sedikit. Emang sih...bisa pake jaringan ATM bank Mandiri. Tapi HANYA tarik tunai yang gratis. Lain dari itu? Bayar.


Cek saldo kena 2.000, transfer kena 6.500. Kalau sekali transfer. Berkali transfer? Dijamin saldo cepat menipis.


Ketika saya jadi nasabah BNI Syariah tak pernah terjadi seperti ini. Menggunakan jaringan ATM BNI konvensional sangat mudah. Mau tarik tunai, cek saldo, transfer sesama BNI ataupun BNI Syariah, gratis....tis...tis.


Sekarang, lebih banyak bayarnya ketimbang gratis. Bahkan selain ATM BSI dan Mandiri, lebih nyekek lagi. Seperti memakai ATM BNI, ATM Bersama, ATM Prima dll, cek saldo kena 4.000, tarik tunai kena 7.500, transfer kena 6.500.


Kemarin saya ke mall di daerah Galuh Mas.Dan butuh dana tunai agak banyak. ATM Bank BSI? G bakal ada. ATM Bank Mandiri, juga g ada. Akhirnya saya terpaksa mengambil lewat ATM Bersama. 4x tarikan, sukses uang saya terpotong biaya administrasi sebesar 30.000.


Kesel kan? Ya...beginilah akibat jaringan ATM yang seuprit. Siap-siap harus membayar aneka biaya administrasi.


Itu baru sekedar soal jaringan ATM.


Pelayanan? Lebih amburadul.


Bayar uang kuliah anak g bisa. Di menu memang ada pembayaran akademik. Tapi begitu di pencet, baru memasukkan no ID mahasiswa, kartu kita langsung dilepeh. Langsung dimuntahin keluar. Boro-boro dia tampilkan data mahasiswa, seperti nama, universitas, jurusan, biaya UKT. Yang ada kartu kita dimuntahin keluar. Akhirnya harus membayar lewat m-banking.


Bayar telepon pasca bayar g bisa. Di menu ada, begitu kita masukkan nomor handphone kita, boro-boro tagihan kita tertera di layar, yang ada kartu kita dilepehin lagi. Akhirnya saya harus ke Grapari membayar telepon pasca bayar.


Ketika suami hendak membayar kartu kreditnya via m banking BSI, juga tak bisa. tak ada pilihan pembayaran kartu kredit di menu. Dibayar pakai ATM, juga tak bisa karena tak ada pilihannya di menu.


Dan yang lebih tak masuk akal, transfer ke bank lain via ATM BSI juga tak bisa!! Kartu kembali dikeluarkan tiap hendak transfer antar bank.


Pakai m-banking bisa, tapi terbatas. Tak bisa ke semua bank yang ada di Indonesia. Salah satunya bank BJB Syariah tidak ada.


Kemampuan ATM BSI, jauh di bawah ATM bank syariah sebelumnya. Begitu pula dengan kemampuan m-bankingnya.


Padahal ATM ini digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Sedangkan m-banking rata-rata hanya masyarakat perkotaan. Yang terdidik. Tidak semua masyarakat bisa menggunakan m-banking.


Buat apa merger kalau malah menyulitkan nasabah? Kalau sistem belum siap, kenapa nasabah dipaksa segera migrasi ke BSI? Memaksa migrasi dengan cara yang kurang manusiawi. Blokir rekening. Membuat nasabah keteteran ketika butuh dana buat makan dan keperluan lainnya.


Dan setelah dipaksa migrasi, eeh...sistem acak kadut.


Kalau begini caranya, yang ada nasabah kabur lagi ke bank konvensional, karena kemudahan dalam bertransaksi keuangan dan kemudahan pelayanan. Kalau nasabah kabur karena buruknya sistem, tentu BSI bisa merugi.


Yang ini bukan khayalan. Dari pihak bank BSI, mengakui, nasabah-nasabah mulai menarik dananya dan pindah ke bank konvensional.


Kalau sudah begini, yakin bisa memajukan ekonomi syariah qq bank syariah? Dan mendorong Indonesia menjadi pusat keuangan syariah global? Jauh panggang dari api kayaknya.


Kalau tujuannya untuk mematikan bank syariah, dan membuat umat Islam kembali ke sistem ribawi siih....kayaknya bakal berhasil.


Wahai penguasa, berhentilah menyusahkan rakyat. Kalau tak bisa mempermudah, tolong jangan persulit rakyatmu. 


Kalau tak mampu menjadikan BSI lebih baik, kembalikan saja ke sistem lama. Kembalikan menjadi BNI Syariah lagi, BRI Syariah lagi, Syariah Mandiri lagi. Bank-Bank konvesional itu mampu kok mengelola unit syariahnya.


Karawang, 28 Augustus 2021

Childfree? Yakin?

 



Akhir-akhir ini, ramai sekali perbincangan tentang kaum penganut childfree. Sebuah paham yang menolak memiliki anak.


Saya jadi ingat perbincangan saya dengan si sulung setahun yang lalu ketika kami jalan pagi berdua mengelilingi kampus UPI yang sangat luas dan indah. Dan diakhiri dengan sarapan pagi di jalan Geger Kalong Girang. Rumah mertua, maksudnya. Maknyuuus...😀👍


Sambil jalan santai kami berbincang apa saja. Termasuk tentang childfree.


Semenjak menjadi mahasiswa psikologi, dia ikut sebuah grup diskusi dari luar negeri. Kadang diskusinya membuat kita tercengang. Saking sekulernya pemikiran mereka. Salah satunya masalah childfree ini. (Emak sering diceritain. Karena kalau ikutan baca, bahasa inggrisnya tiarap 🤣)


Diskusi dimulai dari curhat seorang gadis India kebangsaan Amerika. Orang tuanya adalah imigran dari India. Dia curhat tentang orang tuanya yang memiliki banyak anak. Sementara mereka hidup dalam kemiskinan. Dan dia merasa orang tuanya tidak bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Karena tak mampu memberikan penghidupan yang layak. Kalau tak mampu secara finansial, kenapa punya anak banyak?


Sehingga ketika usia belasan, dia keluar dari rumah dan mencari penghidupan sendiri. Tapi orang tuanya sering meminta uang kepadanya untuk membeli makanan buat adik-adiknya. Awalnya dia memberi, tapi lama-lama dia tak memberi lagi karena menurutnya itu adalah tanggung jawab orang tuanya untuk menafkahi anaknya. Akhirnya dia pun mendapat caci maki dari orang tuanya. 


Dan diskusi dimulai.


Karena kebanyakan pesertanya dari negara barat, maka pikiran mereka sangat sekuler. Semua dinilai dengan materi. Dihitung untung ruginya. Karena mereka tidak mengenal konsep ikhlas apalagi pahala. 


Bagi mereka anak itu beban. Kamu bisa miskin dengan cepat apabila memiliki anak. Biaya membesarkan anak sangatlah besar. Untuk 1 anak butuh biaya milyaran untuk membesarkannya dari bayi sampai dewasa. Membesarkan mereka mampu mengurangi kebahagiaan bersama pasangan. Karena sederet kewajiban yang harus dipikul ketika memiliki anak. 


Dan karena membesarkan anak adalah kewajiban orang tua, maka setelah mereka dewasa, orang tua tak berhak menuntut anak untuk membahagiakan mereka. Karena anak tak minta dilahirkan. Kita lah yang ingin mereka hadir.


Wuiih...seram sekali pemikiran mereka. Mungkin karena mereka belum pernah merasakan bahagianya melihat anak tumbuh. Mendengar celoteh anak. Apalagi menerima bakti anak. 


Makhluk hidup yang bernama manusia bakal punah kalau penghuni bumi hanya diisi oleh kaum mereka. 


Ketika si gadis meminta pendapat saya atas masalah ini, saya cuma bilang,


"Yakin kita bisa masuk surga dengan amalan sendiri?


Manusia yang pertama dihisab di akhirat nanti ada 3 orang. Ulama, dermawan dan pahlawan. Si ulama dengan ilmunya dan ibadahnya yang banyak, ternyata tidak bisa masuk surga karena terselip riya di hatinya. Dia beramal bukan karena Allah tapi karena ingin dipuji oleh manusia karena kesholihannya. 


Dermawan yang suka memberi, ternyata terselip rasa ingin dipuji oleh manusia. Terselip riya di hatinya sehingga niatnya bukan lagi muni karena mencari ridho Allah.


Pahlawan yang mati syahid, ternyata terselip rasa ingin dipuji oleh manusia, bahwa dia pemberani dan bukan berjuang karena Allah.


Akhirnya ketiga-tiganya masuk neraka.


Berkaca dengan kasus mereka, bagaimana kita bisa yakin, amal ibadah kita yang sedikit ini bisa menghantarkan kita masuk surga?


Tapi kalau do'a anak yang sholih tak ada hijab dengan Allah. Langsung dikabulkan Allah."


"Mau pilih yang mana? Tak mau punya anak atau punya anak yang sholih?"


Dia langsung mengangguk-ngangguk.


Emak tancap gas gigi 4. Mumpung pikirannya lagi terbuka.


"Membesarkan anak, memang tidak mudah. Banyak onak durinya. Tapi kalau ikhlas, akan banyak feedback dari Allah. Banyak kelucuan dan kebahagiaan membersamai mereka. Banyak ilmu yang kita dapat saat membesarkan mereka. Dan dapat pahala amal jariyah dari Allah.


Anak bukan beban. Meskipun membesarkan dan mendidik mereka menjadi anak yang sholih itu berat, justru itu ladang amal bagi orang tuanya. Hadiahnya surga. Kalau membesarkan anak itu mudah,hadiahnya kipas angin."


Dia pun terkekeh.😁


Sungguh agama Islam ini, agama yang Indah. Mengajarkan kita untuk bersabar dalam proses dan ikhlas dalam setiap perbuatan.  Terutama sabar dan ikhlas dalam membesarkan anak. Dan tersedia pahala yang berlipat ganda di sana.


Tapi mengajarkan konsep anak adalah anugrah kepada penganut childfree, apalagi non muslim, ibarat menggantang asap. Memiliki anak adalah fitrah kehidupan, tak sampai di logika mereka. Karena tujuan hidup mereka adalah kebahagiaan duniawi dengan penghambaan kepada materi. 


"Harusnya saya bisa santai, g jadi karena harus nyebokin anak. Harusnya saya bisa beli kendaraan, g bisa karena bayar uang masuk sekolah anak. Harusnya saya bisa liburan dengan suami, g bisa karena uangnya dipakai untuk berobat anak sakit."


Sehingga memiliki anak ibarat menyusahkan diri sampai puluhan tahun ke depan. 


Suram sekali ya pemikiran mereka?


Tapi pemikiran begini memang patut kita waspadai. Karena pemikiran itu sangat menular. Apalagi kalau konsep agama kurang. Apalagi kalau lingkungan kita atau lingkungan pertemanan anak (yang sudah dewasa) rata-rata penganut paham begini. 


Penting kita jaga anak kita. Penting anak-anak kita paham dengan konsep dunia dan akhirat. Paham tujuan penciptaan mereka. Paham tauhid. 


Semoga anak-anak kita dijauhkan dari pemikiran sesat begini.

Hanya Allah tempat berlindung dan sebaik-baik penjaga. Aamiin ya rabbal'alamiin

Powered by Blogger.