Amal jariyah

 


Si sulung, anaknya agak mager. Malas sekali belajar kendaraan. Ketika adik-adiknya sudah bisa bawa kendaraan roda dua, dia santai aja. Disuruh belajar g mau.
Akhirnya ketika sudah tamat SMA, beberapa kali saya minta belajar mengendarai motor, tetap g mau.
"Emang harus ya...muthi bisa bawa motor?" protesnya.
Akhirnya ketika ayahnya yang nyuruh, baru dia mau belajar. Yang ngajar siapa? Adiknya yg bungsu.
Ternyata keahlian bawa motor berguna ketika ia sudah kuliah. Jarak kampus dari rumah neneknya sejauh 18 km memaksa dia harus pakai motor. Karena kalau naik kendaraan umum harus 3 kali berganti angkot. Melelahkan.
Sekarang adik laki-lakinya sudah bisa bawa mobil. Dalam beberapa kondisi, kami terbantu olehnya.
Sedang si sulung, ditawarin beberapa kali belajar nyetir mobil, seperti biasaa....g mau.
Minggu kemarin, si bungsu malah minta ajarin nyetir mobil.
Si sulung? Langsung tersulut harga dirinya.
"Masak untuk kedua kalinya Muthi diajarin kendaraan sama Alyssa," katanya.
Akhirnya dengan kesadaran sendiri minta diajarkan ke ayahnya. Si ayah tadinya malas ngajar.
"Ama ibu aja belajarnya," kata si ayah.
"Ayah g mau dapat amal jariyah?" kataku.
Karena saya tau si ayah sibuk. Untuk memperlancar, biasanya selalu bersama ibu. Kalau yang ngajarin pertama kali ibu juga, berarti ayah kehilangan peluang untuk mendapatkan amal jariyah.
And here we go....
KIIC Karawang
Belajar nyetir dengan ayah
*******
Jangan lewatkan peluang mendapatkan amal jariyah.
Terutama (bila mampu) mengajarkan mengaji, sholat dan membaca kepada anak-anak sendiri.

Karawang, 10 Oktober 2021



Me, dulu vs sekarang

 


Dulu muda vs tua? yess... 💪
Dulu cantik vs jelek? nooo....😁😁
Kemarin sepanjang jalan antara Anyer - Karawang, eeh...bukan antara Anyer dan Jakarta ya? Walau sama-sama ada cinta di antaranya. Tapi ini adalah cinta ibu dan anak yang takkan lekang dimakan waktu. eaaa...😍
Sepanjang pergi si ayah yg nyetir. kadang pulangnya gantiannya dg saya. Tapi kemarin, pas pulang, saya duduk manis disebelah nak bujang yang nyetir.
Dulu, kalau saya yang nyetir, sepanjang jalan, biasanya saya yang ngoceh, bercerita banyak hal kepada anak-anak. Mereka antusias mendengar. Dan seakan takjub dengan hal yang saya bicarakan.
"Gitu ya bu?"
"Emang bener bu?"
"Oooh...."
Serasa saya yang paling hebat. Serasa saya yang paling cerdas. Serasa saya adalah sumber ilmu. SubhanAllah.
Sekarang, masa jaya berakhir gaeesss...
Sekarang, saya yang banyak diam. Nak bujang dan kakaknya yang banyak bicara. Semua yang mereka bicarakan membuat saya takjub. Saya antusias. Banyak hal yang saya tak tau.
"Ibu tau g dengan bilangan kaprekar?"
"Enggak". jawabku.
Siap-siap karena yang disampaikan si bujang biasanya adalah ilmu. Sama dengan si Uni.
"Bilangan kaprekar ini ditemukan oleh ilmuwan matematika dari India yang bernama Kaprekar.
Suatu bilangan unik, yang apabila dia diurutkan dari angka terbesar sampai terkecil kemudian dikurangi dengan bilangan tersebut tapi yang diurutkan dari angka terkecil sampai terbesar, maka hasilnya adalah bilangan itu sendiri.
contoh angka 6174
diurutkan dari bilangan terbesar 7641
diurutkan dari bilangan terkecil 1467
maka 7641 - 1467 = 6174 "
Saya terpesona.
"Ibu tau g bilangan sempurna? Dan di bawah 1000, bilangan sempurna itu hanya ada 3 buah. yaitu 6, 28 dan 496"
Waah...saya yang penggemar matematika kok g tau ya?
"Bilangan sempurna itu adalah, apabila seluruh bilangan FPB nya dijumlahkan kecuali bilangan itu sendiri, maka nilainya adalah bilangan itu sendiri.
"Contoh angka 6.
Bilangan FPB nya adalah 1,2,3 dan 6.
jumlahkan 1+2+3 = 6
28 FPB nya adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28
1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28 "
Pembicaraan seru berlanjut dan bergantian antara si bujang dan si uni, kakaknya. Rasanya jarak antara Anyer dan Karawang selama 3 jam terasa sangat singkat.
Si bujang juga cerita pilihan jurusan yang ingin dia ambil ketika kuliah nanti. Apa pilihan utama dan apa jurusan cadangan. Universitas apa yang hendak dia pilih. Dan dia jelaskan berbagai macam pertimbangannya.
Kembali saya takjub. Pertimbangan yg dia sampaikan sangat masuk akal dan bagus. Tak ada yang perlu kami sanggah. Kami hanya perlu merestui dan mendo'akan. Semoga apa yang dia cita-citakan dimudahkan Allah dan tercapai.
Saya bangga dengan pemikirannya yang sudah pandai membuat sebuah keputusan dengan berbagai sudut pertimbangan. Karena salah satu tujuan pendidikan adalah membentuk kemandirian.
Tapi...
sekaligus ada sedikit rasa sedih di hati. Terselip rasa 'Post Power Sindrom'
Dari yang dulunya super power atas anak-anak. Apa-apa kita yang memberi saran dan memutuskan. Apa-apa kita lah tempat mereka bertanya. Sekarang mereka sudah pandai menimbang plus minusnya dan sudah pandai memutuskan sendiri. Sekarang yang mereka butuhkan dari kita orang tuanya adalah ridho, supports dan do'a .
Di antara bahagia ada sedikit gerimis.
Tapi itulah sunnatullah.
Mereka makin dewasa. Ketergantungannya kepada kita semakin jauh berkurang. Dan tak lama lagi mereka akan membuat kehidupannya sendiri dengan keluarga kecilnya.
Semoga saat itu tiba, kita adalah orang tua yang bahagia. Melihat mereka meniti kehidupan mereka sendiri, mandiri, sholih sholihah, bahagia dan sesuai dengan syariah Allah.
Semoga apa yang sudah kita tanam sedari mereka kecil, keteladan, pondasi agama yang kuat, kasih sayang dalam takaran yang pas, menuntun mereka untuk hidup dalam ridho Allah.
Karawang, 18 Oktober 2021

Pesantren, Dulu vs Sekarang

 


Ketika saya usia SD dan SMP, sekitar tahun 1979 - 1988, masa itu masuk pesantren itu belum menjadi pilihan kebanyakan orang tua.
Karena ketika itu, masuk pesantren ibarat masuk ke sekolah buangan. Orang tua yang sudah angkat tangan dalam mendidik anaknya, maka akan memasukkan anaknya ke pesantren. Pesantren ibarat bengkel untuk mempermak anak-anak nakal menjadi baik.
Pernah dulu ketika saya SD, ibu kedatangan temannya yang curhat. Beliau memiliki warung. Setiap hari si anak selalu mencuri uang di warung, sekolah sering bolos, selalu melawan orang tua, sering keluyuran dengan teman-temannya. Intinya beliau sudah tak sanggup mendidik anaknya yang SMP itu.
"Awak masuak an anak wak tu ka pesantren lai, ni. Ndak talok awak mandidiknyo. Kok ka lai barubah jadi elok di pesantren."
Dan beliau menangis.
(Saya masukkan anak saya itu ke pesantren, Uni. Tak sanggup saya mendidiknya. Mudah-mudahan dia berubah menjadi baik di pesantren).
Pesantren adalah benteng terakhir untuk memperbaiki agama dan akhlak anak. Tak banyak orang tua yang bangga memasukkan anaknya ke pesantren ketika itu. Bahkan ada yang malu ketika anaknya di pesantren. Karena itu menunjukkan ketidakmampuannya dalam mendidik anak.
Orang tua lebih bangga anaknya masuk sekolah negeri favorit. Atau swasta elit ternama.
Tapi jaman berganti.
Tiga puluh tahun kemudian, sudut pandang orang tua mulai berubah. Seiring dengan pemahaman ilmu agama yang semakin baik.
Pesantren bukan lagi dianggap sebagai sekolah buangan. Tempat mendidik anak nakal. Tapi pesantren menjadi tujuan utama bagi sebagian orang tua untuk mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholih sholihah.
Pesantren dianggap sebagai kawah candradimuka, tempat menggembleng anak sehingga mereka paham ilmu agama dan dunia, juga mendidk mereka menjadi anak yang tabah, sabar dan kuat.
Tak ada lagi orang tua yang menangis karena anaknya masuk pesantren. Yang ada, orang tua menangis karena anaknya tak lulus masuk pesantren.
Sekarang pesantren semakin menjamur. Baik yang tradisional maupun modern. Baik dengan gedung yang biasa maupun yang mewah. Baik dengan fasilitas seadanya maupun dengan fasilitas komplit. Baik yang uang masuknya beberapa juta hingga di atas 100 juta.
Semua tujuannya sama. Membentuk generasi Rabbani.
Pernah dulu ada teman yang menyindir pesantren mewah. Katanya,
"Anak pesantren kok diberi fasilitas mewah. G mendidik. Bagaimana kalau kelak ia terjun berdakwah ke pedalaman? Pasti g mampu."
Begini ya ukhti,
tidak semuanya pesantren itu sekarang mencetak anak menjadi ulama. Menjadi hafidz hafidzah. Yang akan turun berdakwah ke pedalaman. Sehingga mereka semua perlu ditempa dengan kesusahan dan kekurangan karena medan dakwah yang berat.
Dan pesantren mewah menurut kita, bisa jadi hal biasa saja menurut para sultan yg anaknya dipesantrenkan.
Tentu level para sultan ini akan sulit beradaptasi kalau mereka mondok di pesantren yang minim fasilitas. Alih-alih menuntut ilmu agama dengan tentram, yang ada mereka stres.
Dan bisa jadi kelak, bukan mereka yg turun berdakwah ke pedalaman. Tapi merekalah penyandang dana buat dakwah. Kesadaran mereka jadi penyandang dana adalah buah iman dari pesantren mewah, menurut level kita itu.
Sekarang banyak ragam tipe pesantren. Ada yang untuk mencetak ulama, hafidz Qur'an, ilmuwan, tekhnorat yg religius dan enterpreneur religius. Tinggal disesuaikan dengan bakat anak.
Sedikit cerita tentang mantan Bapak Presiden kita BJ Habibie.
Setelah masuk ke inner cyclenya pak Harto, beliau resah. Karena ternyata lembaga think tank nya pak Harto sangat didominasi oleh non muslim. Lembaga think tank inilah yang banyak mengajukan usul atau mewarnai kebijakan2 yang menyangkut hajat rakyat Indonesia yg notabene 80 % umat Islam.
Kemana cendikiawan-cendikiawan muslim?
Yang muslim banyak tapi kebanyakan abangan. Sehingga tidak terlalu berpengaruh untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada umat Islam.
Ketika beliau melirik ke pesantren, rata-rata pesantren saat itu banyak mencetak ulama.
Beliau khawatir beberapa tahun ke depan, kita akan kekurangan pemikir dan ilmuwan yang religius. Sehingga keputusan atau kebijakan-kebijakan negara bisa jauh dari syariah Islam. Karena tak ada cendikiawan muslim yang religius yang ikut mewarnai.
Kemudian beliau melakukan beberapa hal perubahan.
Langkah pertama, beliau mengumpulkan umat Islam yang religius yang cerdas di bidangnya. Diwadahi lewat organisasi bernama ICMI. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia.
Langkah selanjutnya, beliau membuat pesantren yang orientasinya adalah membentuk scientist religius dan tekhnorat religius.
Beliau membangun sebuah sekolah boarding Islam yang bernama SMA Insan Cendekia. Yang pengawasannya langsung di bawah BPPT, sebuah badan riset yang beliau komandani.
Tapi kemudian ketika keluar peraturan bahwa BPPT tidak boleh membuat sekolah, akhirnya SMA Boarding Insan Cendikia, dipindahkan menjadi di bawah Kemenag dan berganti nama menjadi MAN Insan Cendikia.
Sekolah di sini full beasiswa. Siswa hanya dibebankan uang asrama.
Kemudian beliau juga memprakarsai berdirinya boarding school swasta yang berorientasi science di bawah yayasan Islam, seperti SMA Pesantren Unggul Al Bayan, dan Pesantren Insan Cendikia Al Kautsar.
Ssttt.... 3 sekolah yg unggul di bidang science dan selalu meloloskan siswanya ke final olimpiade sains nasional adalah, MAN Insan Cendikia Serpong, SMA PU Al Bayan di Cibadak Sukabumi dan Sekolah Kristen BPK Penabur Jakarta. Ternyata harapan Pak Habibie mulai menjadi nyata ya?
Dan sekarang, pesantren-pesantren dengan visi science dan tekhnorat religius sudah banyak di Indonesia.
Semoga kelak mereka lulusan pesantren ini, para ulama, para hafidz, para scientist religius dan para tekhnorat religius bisa bergandengan tangan membangun negeri. Memakmurkan negeri ini dengan berkeadilan.
Jadi, apapun pesantren yang dipilih oleh saudara kita, marilah kita dukung. Jangan mencela. Karena masing-masing pesantren punya visi sendiri untuk ikut membangun negeri ini. Mari saling membahu untuk kemajuan umat.
Masya Allah...
berbeda sekali ya kesan pesantren dulu dan sekarang?
note.
Tulisan ttg pak Habibie ini sy sarikan dari beberapa tulisan tentang beliau yang sudah lama saya baca. Sehingga sdh lupa dari media apa dan penulisnya siapa.
Kalau ada yang salah, mohon dikoreksi. 🙏🙏
Yang lahir tahun 60-an dan 70-an tentu tau nama lembaga think tank pak Harto.
keep silence, pleasee...😄

*************

Sedikit cerita tentang SMA Pesantren Unggul Al Bayan versi saya.
Perkenalan dengan sekolah ini ketika si sulung kami, ikut pertukaran pelajar ke Thailand ketika kelas 3 SMP.
Di hari keberangkatan, di bandara Soetta, dia dan 2 orang temannya dari SmpAlam Karawang bergabung dengan 3 orang siswa dari SMA PU Al Bayan. Dan guru pendamping dari Al Bayan.
Ketika akan berangkat 6 peserta ini dikumpulkan buat briefeng oleh guru Al Bayan ini. Saya ikut nguping. Saya pikir gurunya bakal mengingatkan kembali kalau di negeri orang kita harus begini dan begitu, jaga nama baik bangsa bla...bla...bla....
Ternyata tidak. Gurunya hanya mengingatkan jangan sampai lupa tata cara sholat di pesawat dan di kendaraan lainnya. karena mereka akan banyak melakukan perjalanan dengan pesawat dan bus.
Dari situ saya sudah meleleh.
Kemudian, ketika si gadis bersekolah di SMAIT Boarding School Assyifa Subang, Jawa Barat, dia yang keukeh agar adiknya bersekolah di Al Bayan, karena dia sadar bakat adiknya.
"Kalau kita belajar pythagoras hanya di kasih rumus, di Al Bayan mereka diajarin dari mana asal rumus pythagoras itu. Rumus itu diturunkan dari mana. Dari dasar banget. Sehingga ketika soal itu dikutak katik kayak apapun mereka g kesulitan karena sudah paham dasarnya. G heran itu sekolah tiap olimpiade sains nasional selalu menelurkan juara." promo si gadis.
Dan ketika kami berkunjung ke rumah saudara di Bogor saat Sayyid kelas 3 SMP, si om Ronal bertanya, "Sayyid mau SMA kemana?"
"Mau ke Al Bayan, om"
"Wah....masuk Al Bayan itu susah. Tes nya berat"
Dan dalam perjalanan pulang Sayyid berkata, "Al Bayannya g jadi deh bu. Kata om Ronal masuknya susah".
"G usah khawatir. Kalau takdir sayyid lulus ya lulus." kataku.
Alhamdulillah, ternyata memang ada rejekinya. 😁
Jangan gentar ikut tes pesantren. Insya Allah, Allah sudah menetapkan pesantren yg terbaik untuk anak kita. 😄

Oleh-Oleh Dari Yang Survival

 


Memandang foto-fotonya, cantik banget ya?
Indah, adem, segar khasnya surga alam Indonesia. Membuat jiwa kemping pun meronta-ronta. 😂😂
Ingat umur mak.... 😅😅
Kita tak akan kuat.
Umur segini mah, cocoknya camping cantik.
Bukan survival.
Tenda udah dibikinin, toilet dekat, alat bakar-bakaran sudah disediakan, selimut stand by. Ada yg jual bakso dekat tenda.
iya kan....? iya kan ?? ya iya lah... 🤣🤣
Kalau anak2 ini mah beda. Mereka memang ditempa.





Banyangin...
hari pertama mereka masih berada di low ground. Malamnya sdh dihajar angin kencang, hujan air dan hujan es. Pasak bivak tercerabut. Untung bivak masih terikat kencang ke pohon. Kemampuan tali temali mereka, oke punya ternyata.
Kemudian mereka berlindung sebagian ke masjid, sebagian ke tenda2 guru. Baju basah, jaket basah. Untung baju cadangan tersimpan aman di dalam carrier. Bagian dalam carrier sdh dilapisi kantong plastik trashbin. Dan setiap 1 set baju, dimasukin ke dalam kantong plastik tersendiri. Insya Allah super duper aman.



Hari ke dua,
jam 9 baru menuju area survival. Menurunin lembah, menyeberangi sungai dan naik ke gunung. Sampai lokasi jam 1. Dirikan bivak.
Jam 5 bongkar bivak, moving ke area survival berikutnya. Menuruni lembah dan mendaki lagi menuju lokasi. Dirikan bivak. Dan bermalam di sini.
"Kita mendirikan bivak diberi waktu 10 menit. Siapa yang telat maka akan dipindahkan lokasi ke yg lebih tinggi. Wah itu kita kerja keras cepet-cepatan bikin bivak, bu. Jangan sampai telat."
"Waktu bongkar bivak, kita cuma dikasih waktu 5 menit. Alhamdulillah Icha bisa selesai dalam waktu 4 menit. Pertama selesai."
Dia ingat waktu survival pertama kelas 7, kelompok dia yg paling terakhir membongkar bivak.
Sekarang, survival kelas 9, dimana survival dilakukan sendiri-sendiri, dia berhasil memperbaiki kemampuannya.
"Bivak kita berjarak 5 meter dengan bivak teman."
"Takut g?"
"Awalnya takut. Takut tiba-tiba ada setan nongol. Lama-lama ketiduran juga," katanya. 😁😁



Memang tak dipungkiri, gunung itu selain rumah bagi flora dan fauna, juga rumah bagi makhluk Allah yg tak kasat mata. Oleh karena itu, pembimbing mereka selalu mengingatkan ketika mereka akan berpindah lokasi,
"Istighfar sepanjang jalan. Jangan ada yang bengong,"
Alhamdulillah, sepanjang survival ini tak ada kejadian aneh. Hujan dan angin yang menerpa itu adalah sedikit ujian mental dalam menghadapi alam dari Allah untuk mereka. Kalau tak ada hujan dan angin, tentu survival mereka akan aman-aman saja. Tapi dengan sedikit latihan dari Allah, mereka jadi terlatih untuk bergerak cepat, praktis dan fokus penyelamatan.
Masya Allah...indah nian karuniamu ya Allah.❤️
Dan masih banyak cerita si uncu yg tak sanggup saya ketik. Lebih 1 jam gaes, sambung bersambung ceritanya. Dan semua seru. 😃💪
Jazakumullah khairan, buat pak guru, bu guru, tim medis dan pendamping. Sudah memberikan ilmu, mengajarkan bertahan hidup dg kondisi pas-pasan, mengajarkan kesabaran dan ketangguhan, dan menggoreskan kenangan indah yang takkan terlupakan seumur hidup.
Tak ada sekolah macam begini. 😍
Hanya Sekolah Alam

Pengalaman Kelas 9





********

Story of Basic Survival SmpAlam Karawang
Memang membahagiakan apabila bisa mengALAMi sehingga memiliki pengALAMan.
Konon menurut penelitian, yg mengalami shg berpengalaman, ilmunya akan menempel ke otak 80% lebih kuat dibanding dg yg melihat saja, apalagi yg membaca saja.
Karena dg mengalami, maka otaknya lebih banyak terstimulus.
Tapi, anak2 mana peduli dg penelitian. Bagi mereka, pergi berpetualang bersama teman2 dan guru, ke suatu daerah baru adalah tantangan dan kegembiraan. Biarlah urusan nilai menilai, manfaat bermanfaat, urusan org dewasa. 😁
Urusan mereka menjalani. Paket komplit dg suka dan dukanya.
Lihatlah pengalaman mereka.
"Hari pertama, kami bagi tugas. Dua orang membangun bivak, dua orang menggali parit mengelilingi bivak. Parit ini penting, spy klu hujan turun, airnya tak masuk ke dlm tenda. Tp mengalir ke parit.
Setelah selesai bikin bivak dan masih mengerjakan parit, ternyata hujan turun. Saking derasnya air hujan, bivak kami bocor. Bahkan air dr luar meluap masuk ke dlm tenda. Akhirnya kami terpaksa tidur di barak."
⚡⚡💧💧😢😢
Hari kedua saat Basic Survival I (lokasi berbeda dg hari pertama), setelah bangun bivak, bikin parit, kami menaburi garam di sekeliling parit agar tak ada ular yg masuk ke dlm tenda. Baru aja selesai menabur garam, eeh... hujan turun lagi. Untung tak lebat. Sehingga bisa tidur dlm bivak ."
Pengalaman yg kurang menyenangkan tp itu pengalaman yg menguatkan dan memandirikan. Dan insya Allah pengalaman kerja samanya sdh tertanam di hati.
Ketika di sekolah, mereka diajari menentukan arah kiblat dg melihat lumut di batu. Ternyata di lapangan, mereka pandai mengimplementasikannya ke benda lain.
"Di sebelah bivak Alyssa ada pohon yg berlumut. Terus kami perhatikan lumutnya di sebelah mana, dan yg tak berlumutnya di sebelah mana. Yg tak berlumut, berarti sinar matahari dari sana. Tinggal geser 25 derajat ke kanan, maka itulah arah kiblat."
Woowww....ilmu ini. Apalagi emak belum pernah ke hutan. Klu hutan beton sih pernah. Tinggal lihat aplikasi kiblat di HP, selesai. Klu HP mati, tinggal lihat di langit2 kamar hotel, biasanya ada panah penunjuk kiblat 😁😁
Kemudian mereka sekelompok, berusaha menghemat perbekalan yg dibawa, ubi, beras, telur dan sarden. Agar cukup.
Kalau tak cukup, maka mereka diajari mengenali tumbuhan yg beracun dan yg tidak beracun. Agar tak salah makan ketika bertahan hidup.
"Tumbuhan beracun itu punya 4 ciri.
1. Daunnya berbulu.
2. Getahnya warna putih susu
3. Berbau menyengat
4. Warna mencolok,"
Terangnya panjang lebar.
"Kalau yg boleh di makan, cirinya seperti apa?"
"Ya...yang tidak memiliki 4 ciri itulah." jawabnya tangkas.
Owwhh....good...good. 😁 (y) (y)
Terus, nyobain g, tumbuhan hutan yg bisa dimakan?
"Enggak. Kami sgt menghemat makanan biar g nyobain tumbuhan hutan."
Hahaa... Dasar bocah. 😂😂😂
Dan sampai malam, tak henti ia bercerita pengalaman survival ke gunung. Excited dg mulut berasap karena dinginnya udara malam di gunung. Excited dg dinginnya air gunung. Dan lain-lain.
Sungguh pengalaman yg mengesankan.
Kita tunggu pengalaman Basic Suvival 2 di kelas 8 nanti. Insya Allah.
Jazakumullah khairan buat semua fasilitator. Atas semua ilmu, pendampingan dan pengalaman berharga ini.

Pengalaman Kelas 7
😀🙏🙏❤









Powered by Blogger.