Pesantren, Dulu vs Sekarang

 


Ketika saya usia SD dan SMP, sekitar tahun 1979 - 1988, masa itu masuk pesantren itu belum menjadi pilihan kebanyakan orang tua.
Karena ketika itu, masuk pesantren ibarat masuk ke sekolah buangan. Orang tua yang sudah angkat tangan dalam mendidik anaknya, maka akan memasukkan anaknya ke pesantren. Pesantren ibarat bengkel untuk mempermak anak-anak nakal menjadi baik.
Pernah dulu ketika saya SD, ibu kedatangan temannya yang curhat. Beliau memiliki warung. Setiap hari si anak selalu mencuri uang di warung, sekolah sering bolos, selalu melawan orang tua, sering keluyuran dengan teman-temannya. Intinya beliau sudah tak sanggup mendidik anaknya yang SMP itu.
"Awak masuak an anak wak tu ka pesantren lai, ni. Ndak talok awak mandidiknyo. Kok ka lai barubah jadi elok di pesantren."
Dan beliau menangis.
(Saya masukkan anak saya itu ke pesantren, Uni. Tak sanggup saya mendidiknya. Mudah-mudahan dia berubah menjadi baik di pesantren).
Pesantren adalah benteng terakhir untuk memperbaiki agama dan akhlak anak. Tak banyak orang tua yang bangga memasukkan anaknya ke pesantren ketika itu. Bahkan ada yang malu ketika anaknya di pesantren. Karena itu menunjukkan ketidakmampuannya dalam mendidik anak.
Orang tua lebih bangga anaknya masuk sekolah negeri favorit. Atau swasta elit ternama.
Tapi jaman berganti.
Tiga puluh tahun kemudian, sudut pandang orang tua mulai berubah. Seiring dengan pemahaman ilmu agama yang semakin baik.
Pesantren bukan lagi dianggap sebagai sekolah buangan. Tempat mendidik anak nakal. Tapi pesantren menjadi tujuan utama bagi sebagian orang tua untuk mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholih sholihah.
Pesantren dianggap sebagai kawah candradimuka, tempat menggembleng anak sehingga mereka paham ilmu agama dan dunia, juga mendidk mereka menjadi anak yang tabah, sabar dan kuat.
Tak ada lagi orang tua yang menangis karena anaknya masuk pesantren. Yang ada, orang tua menangis karena anaknya tak lulus masuk pesantren.
Sekarang pesantren semakin menjamur. Baik yang tradisional maupun modern. Baik dengan gedung yang biasa maupun yang mewah. Baik dengan fasilitas seadanya maupun dengan fasilitas komplit. Baik yang uang masuknya beberapa juta hingga di atas 100 juta.
Semua tujuannya sama. Membentuk generasi Rabbani.
Pernah dulu ada teman yang menyindir pesantren mewah. Katanya,
"Anak pesantren kok diberi fasilitas mewah. G mendidik. Bagaimana kalau kelak ia terjun berdakwah ke pedalaman? Pasti g mampu."
Begini ya ukhti,
tidak semuanya pesantren itu sekarang mencetak anak menjadi ulama. Menjadi hafidz hafidzah. Yang akan turun berdakwah ke pedalaman. Sehingga mereka semua perlu ditempa dengan kesusahan dan kekurangan karena medan dakwah yang berat.
Dan pesantren mewah menurut kita, bisa jadi hal biasa saja menurut para sultan yg anaknya dipesantrenkan.
Tentu level para sultan ini akan sulit beradaptasi kalau mereka mondok di pesantren yang minim fasilitas. Alih-alih menuntut ilmu agama dengan tentram, yang ada mereka stres.
Dan bisa jadi kelak, bukan mereka yg turun berdakwah ke pedalaman. Tapi merekalah penyandang dana buat dakwah. Kesadaran mereka jadi penyandang dana adalah buah iman dari pesantren mewah, menurut level kita itu.
Sekarang banyak ragam tipe pesantren. Ada yang untuk mencetak ulama, hafidz Qur'an, ilmuwan, tekhnorat yg religius dan enterpreneur religius. Tinggal disesuaikan dengan bakat anak.
Sedikit cerita tentang mantan Bapak Presiden kita BJ Habibie.
Setelah masuk ke inner cyclenya pak Harto, beliau resah. Karena ternyata lembaga think tank nya pak Harto sangat didominasi oleh non muslim. Lembaga think tank inilah yang banyak mengajukan usul atau mewarnai kebijakan2 yang menyangkut hajat rakyat Indonesia yg notabene 80 % umat Islam.
Kemana cendikiawan-cendikiawan muslim?
Yang muslim banyak tapi kebanyakan abangan. Sehingga tidak terlalu berpengaruh untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada umat Islam.
Ketika beliau melirik ke pesantren, rata-rata pesantren saat itu banyak mencetak ulama.
Beliau khawatir beberapa tahun ke depan, kita akan kekurangan pemikir dan ilmuwan yang religius. Sehingga keputusan atau kebijakan-kebijakan negara bisa jauh dari syariah Islam. Karena tak ada cendikiawan muslim yang religius yang ikut mewarnai.
Kemudian beliau melakukan beberapa hal perubahan.
Langkah pertama, beliau mengumpulkan umat Islam yang religius yang cerdas di bidangnya. Diwadahi lewat organisasi bernama ICMI. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia.
Langkah selanjutnya, beliau membuat pesantren yang orientasinya adalah membentuk scientist religius dan tekhnorat religius.
Beliau membangun sebuah sekolah boarding Islam yang bernama SMA Insan Cendekia. Yang pengawasannya langsung di bawah BPPT, sebuah badan riset yang beliau komandani.
Tapi kemudian ketika keluar peraturan bahwa BPPT tidak boleh membuat sekolah, akhirnya SMA Boarding Insan Cendikia, dipindahkan menjadi di bawah Kemenag dan berganti nama menjadi MAN Insan Cendikia.
Sekolah di sini full beasiswa. Siswa hanya dibebankan uang asrama.
Kemudian beliau juga memprakarsai berdirinya boarding school swasta yang berorientasi science di bawah yayasan Islam, seperti SMA Pesantren Unggul Al Bayan, dan Pesantren Insan Cendikia Al Kautsar.
Ssttt.... 3 sekolah yg unggul di bidang science dan selalu meloloskan siswanya ke final olimpiade sains nasional adalah, MAN Insan Cendikia Serpong, SMA PU Al Bayan di Cibadak Sukabumi dan Sekolah Kristen BPK Penabur Jakarta. Ternyata harapan Pak Habibie mulai menjadi nyata ya?
Dan sekarang, pesantren-pesantren dengan visi science dan tekhnorat religius sudah banyak di Indonesia.
Semoga kelak mereka lulusan pesantren ini, para ulama, para hafidz, para scientist religius dan para tekhnorat religius bisa bergandengan tangan membangun negeri. Memakmurkan negeri ini dengan berkeadilan.
Jadi, apapun pesantren yang dipilih oleh saudara kita, marilah kita dukung. Jangan mencela. Karena masing-masing pesantren punya visi sendiri untuk ikut membangun negeri ini. Mari saling membahu untuk kemajuan umat.
Masya Allah...
berbeda sekali ya kesan pesantren dulu dan sekarang?
note.
Tulisan ttg pak Habibie ini sy sarikan dari beberapa tulisan tentang beliau yang sudah lama saya baca. Sehingga sdh lupa dari media apa dan penulisnya siapa.
Kalau ada yang salah, mohon dikoreksi. 🙏🙏
Yang lahir tahun 60-an dan 70-an tentu tau nama lembaga think tank pak Harto.
keep silence, pleasee...😄

*************

Sedikit cerita tentang SMA Pesantren Unggul Al Bayan versi saya.
Perkenalan dengan sekolah ini ketika si sulung kami, ikut pertukaran pelajar ke Thailand ketika kelas 3 SMP.
Di hari keberangkatan, di bandara Soetta, dia dan 2 orang temannya dari SmpAlam Karawang bergabung dengan 3 orang siswa dari SMA PU Al Bayan. Dan guru pendamping dari Al Bayan.
Ketika akan berangkat 6 peserta ini dikumpulkan buat briefeng oleh guru Al Bayan ini. Saya ikut nguping. Saya pikir gurunya bakal mengingatkan kembali kalau di negeri orang kita harus begini dan begitu, jaga nama baik bangsa bla...bla...bla....
Ternyata tidak. Gurunya hanya mengingatkan jangan sampai lupa tata cara sholat di pesawat dan di kendaraan lainnya. karena mereka akan banyak melakukan perjalanan dengan pesawat dan bus.
Dari situ saya sudah meleleh.
Kemudian, ketika si gadis bersekolah di SMAIT Boarding School Assyifa Subang, Jawa Barat, dia yang keukeh agar adiknya bersekolah di Al Bayan, karena dia sadar bakat adiknya.
"Kalau kita belajar pythagoras hanya di kasih rumus, di Al Bayan mereka diajarin dari mana asal rumus pythagoras itu. Rumus itu diturunkan dari mana. Dari dasar banget. Sehingga ketika soal itu dikutak katik kayak apapun mereka g kesulitan karena sudah paham dasarnya. G heran itu sekolah tiap olimpiade sains nasional selalu menelurkan juara." promo si gadis.
Dan ketika kami berkunjung ke rumah saudara di Bogor saat Sayyid kelas 3 SMP, si om Ronal bertanya, "Sayyid mau SMA kemana?"
"Mau ke Al Bayan, om"
"Wah....masuk Al Bayan itu susah. Tes nya berat"
Dan dalam perjalanan pulang Sayyid berkata, "Al Bayannya g jadi deh bu. Kata om Ronal masuknya susah".
"G usah khawatir. Kalau takdir sayyid lulus ya lulus." kataku.
Alhamdulillah, ternyata memang ada rejekinya. 😁
Jangan gentar ikut tes pesantren. Insya Allah, Allah sudah menetapkan pesantren yg terbaik untuk anak kita. 😄

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.