Salah satu moment terbaikku untuk bertukar pikiran dengan
anak adalah ketika menyetir mobil ditemani si buah hati. Apalagi kalau jarak
tempuh cukup panjang. Akan banyak cerita, keinginan, impian, kekesalan dan
lain-lain yang tumpah di saat itu. Karena di dalam kendaraan yang sedang
melaju, si anak tidak memiliki kegiatan yang menjadi sekat antara aku dan dia. Sehingga
fokus dengan pembicaraan kami.
Seperti hari Selasa kemarin, kami mengantar si uni Muthia,
kembali ke pesantrennya. Sepanjang perjalanan pergi, Sayyid tidur di kursi
belakang. Saya dan Muthipun terlibat pembicaraan yang mengasyikkan. Muthi memang
pandai bercerita. Intonasi serta
gesturnya membuat saya kadang terpingkal-pingkal dengan ceritanya. Kadang juga
marah, kesal atau bahkan ikut sedih karena ceritanya. Bisa berbincang dengannya
dalam waktu lama merupakan suatu kemewahan. Mengingat ia bersekolah di suatu
boarding school.
Nah, sepanjang perjalanan pulang, giliran si nak bujang yang
menjadi temanku. Oh ya, si ayah kurang enak badan sehingga istirahat di rumah
ditemani si bungsu Alyssa.
Terjadi perbincangan menarik antara saya dan Sayyid. Begini:
“Sebenarnya cita-cita Sayyid jadi apa sih?”
“Jadi Pilot. Atau kalau enggak jadi astronot. Kalau Sayyid
jadi astronot, pas waktu libur, Sayyid akan main ke NASA. Sayyid mau main internet.
Di sana kecepatannya super cepat. 91 Gbyte per second!”
“Kalau di rumah kita berapa kecepatannya?”
“Cuma 10 mbps. Kalau di NASA, ibu mau mendowload file sebesar
1 Terrabyte hanya butuh waktu 10 detik. Canggih kan?”
Emaknya langsung mumet. Nggak kebayang.
“Kalau Sayyid jadi astronot, Sayyid kan tinggal di Amerika.
Nanti Sayyid kirimi Ibu tiket buat nengok Sayyid.”
“Tapi nanti ibu di sana nggak punya teman. Mau bicara bingung
nggak jago bahasa Inggris.”
“Ya dengan Sayyid lah.”
“Kalau Sayyid kerja?”
“Yaaa…dengan istri Sayyid.”
Tiba-tiba gong berbunyi di kepala saya. Sebuah kesempatan
terbuka untuk memasukkan nilai-nilai positif. Nilai-nilai Islam yang merupakan
panduan hidup.
Ya, insya Allah kelak ia akan menikah. Seperti apakah
perempuan yang kelak akan mencuri hatinya dan akan menggenapkan separuh
agamanya?
“Seorang ayah itu, tanggung jawabnya kan sangat besar
terhadap anaknya yang sudah lahir. Memberikan makanan, pakaian, menyekolahkan,
menjaga dan lain-lain. Tapi ada satu tanggung jawab ayah terhadap anaknya, jauh
sebelum anaknya lahir. Sayyid tau nggak?”
“Enggak. Emang ada? Kan anaknya belum lahir?” tanyanya heran.
“Ada. Dan ini tugas yang penting. Yaitu mencarikan ibu yang
sholihah. Karena ibu yang sholihah akan mendidik anaknya menjadi anak yg
sholih-sholihah juga.”
“Coba, kalau si ibu bukan orang yang sholihah, akhlaknya buruk,
suka berdandan terus jalan-jalan dengan siapa saja, tentu anak-anaknya jadi
nggak benar?”
Ada kejadian di jaman Khalifah Umar Bin Khatab
Seorang bapak melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh anaknya.
Ayah tersebut sedih memiliki anak yang durhaka.
Umar :
Seperti apa kelakuan anakmu?
Bapak :
Anakku berbicara kasar dan membentak. Dia pernah menendangku. Dia juga tak segan-segan memukul. Dan masih banyak perbuatan
durhaka yang lain.
Umar :
Baiklah, kami akan bawa anakmu ke sini.
Selang
beberapa waktu, sang anak hadir dalam ‘persidangan’ tersebut.
Umar : Anak
muda! Kenapa kamu berani bertindak kasar kepada Ayahmu. Apakah kamu tidak tahu kalau
Allah memerintahkan anak berbakti kepada orang tuanya.
Anak : Wahai
Amirul Mukminin, jangan buru-buru menilaiku buruk. Aku akan jelaskan kepada Anda apa yang
terjadi sebenarnya.
Umar :
Katakan sekarang!
Anak : Wahai
Amirul Mukminin, saya tahu bahwa seorang ayah memiki hak yang haru ditunaikan anaknya.
Tapi, bukankah seorang anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi
ayahnya?
Umar : Benar.
Bapak : Lalu apa
hak anak yang wajib ditunaikan ayahnya?
Umar : Ada
tiga kewajiban. Pertama, memilihkan calon ibu yang baik, jangan sampai memilih wanita yang
sifatnya tercela dan suka berbuat maksiat. Kedua, memberi nama yang indah dan
baik. Ketiga, mengajarinya menghafalkan Al-Quran.
Anak : Amirul
Mukminin! Demi Allah! Ayahku tidak menunaikan kewajiban tersebut satu pun!
Umar :
Kenapa?
Anak : Ibu
saya adalah budak hitam yang ayahku beli dengan harga hanya 2 dirham.Ketika saya lahir, ayah
menamaiku Ju’al (si hitam). Selain itu, ayahku tidak pernah mengajarkan Al-Quran
kepadaku. Di sini saya ingin menjelaskan bahwa saya terlahir dari seorang budak wanita dan
ayahku tidak menghendaki aku terlahir ke dunia ini. Dia tidak mau memberiku nama yang baik seperti Abdullah atau Ahmad. Juga tidak pernah
mengajarkan Al- Quran.
Perkataan itu membuat Umar menyimpulkan bahwa yang durhaka
sebenarnya bukan sang anak, melainkan sang ayah.
Umar :
Masalah kalian ini terjadi bukan karena ulah sang anak. Yang sebenarnya salah adalah engkau, sang
Ayah. Engkau tidak menunaikan hak anakmu dan mendidiknya dengan benar sejak
ia lahir. Kamu juga tidak memikirkan akibatnya nanti. Inilah akibat yang harus kamu
tanggung.
“Nah, itulah
pentingnya mencari istri yang sholihah”.
Sayyidpun manggut-manggut. Sebagai lelaki yang baru saja baligh di kelas 2 SMP ini mungkin dia belum terlalu paham. Tapi penting untuk ia ketahui bahwa
ada rule dalam Islam untuk mencari pendamping hidup. Pendamping hidup atau
Istri bukanlah persoalan sesuka hati. Karena dari merekalah kelak akan
terbentuk generasi Islam. Generasi berkualitas dengan keimanan yang kokoh. Dengan
mencarikan ibu yang sholihah minimal ia sudah selangkah dalam menjaga
keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (surah At-Tahrim
(66) ayat 6).
Semoga ceritaku
ini akan tertanam di alam pikiran dan hatinya dan bersama imannya kelak ia akan
memilih wanita sholihah sebagai pendamping hidupnya. Aamiin…ya Rabbal’alamiin.
Kalau kelak
kau sudah menemukannya, anakku, bacalah tulisan ibumu ini sebagai pengingat,
betapa sayangnya ibu padamu…..
Karawang, 4
Januari 2018
bukan hanya wanita ya, yg harus mencari pendamping yg sholeh, tapi laki2 pun harus mencari pendamping hidup (istri) yg sholehah. TFS ya mba... :)
ReplyDeleteSama2 mba....
DeleteMemang kewajiban dalam Islam mencari pasangan yg sholeh/sholehah
Konon, anak yang cerdas lahir dari ibu yang cerdas pula. Tulisan yang inspiratif, mbak
ReplyDeleteHehee...banyak faktor oendukung juga, pak :)
DeleteMasya Allah, terima kasih sdh mengingatkan, kak.ohiya juga ya.unduh dan unggah di nasa sana kecepatannya sekelebat malaikat :)
ReplyDeleteSama2 mba....
DeleteBetul. Di NASA memang kecepatannya secepat kilat alias sekelebat malaikat :)
Sama2 mba....
DeleteIya, kecepatan internet di NASA memang luar biasa. :)
Semoga menjadi anak yang baik kedepannya kelak...amin
ReplyDeleteaamiin....
Delete