#4. Rumah Gadang Nan Memikat


Setelah beberapa kali pulang ketika lebaran, baru tahun ini kami bisa membawa anak-anak berkunjung ke istana kerajaan Minangkabau yang terletak di Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Wilayah kerajaan Minangkabau ini cukup luas, konon meliputi wilayah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi dan sampai ke Negeri Sembilan Malaysia.

Istana Si Linduang Bulan

Di kota Batusangkar ini ada dua buah istana yaitu Istana Si Linduang Bulan dan Istana Baso Pagaruyuang. Istana Si Linduang Bulan ini pertama kali didirikan tahun 1550 oleh Daulat Yang Dipertuan Raja Gamuyang Sultan Bakilap Alam (Sultan Alif Kalifatullah Johan Berdaulat Fil’Alam I), Raja Alam sekaligus pemegang jabatan Raja Adat dan Raja Ibadat Pagaruyung. Tahun ini sebagai penanda awal diberlakukannya secara resmi hukum syariat Islam di seluruh kerajaan Pagaruyung menggantikan hukum-hukum yang bersumber dari agama Buddha Tantrayana.
Istana ini pernah terbakar ketika berkecamuknya perang Paderi tahun 1821 dan kemudian dibangun kembali tepat di tapak istana yang lama pada tahun 1869 oleh Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu, kemenakan dari Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam.
Saat ini Istana Si Linduang Bulan sering digunakan untuk acara pemerintahan termasuk menerima tamu-tamu negara.

Berjarak 1 kilometer dari Istana Si Linduang Bulan, terdapat Istana Baso Pagaruyung.

Istana Baso Pagaruyung

Istana Baso Pagaruyung merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintahan dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) berjuluk 'Rajo Tigo Selo'. Sistem kepemimpinan ini menempatkan Raja Alam sebagai pemimpin kerajaan dengan dibantu dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo serta Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya.
Istana ini mengalami beberapa kali kebakaran. Istana asli dibakar oleh Belanda tahun 1804. Kemudian terbakar kembali tahun 1966. Oleh Gubernur saat itu, Harun Zain, Istana Baso ini didirikan kembali tahun 1976 sesuai bentuk aslinya, tapi tidak di tapak istana yang lama, melainkan di lokasi baru di sebelah selatannya. Terakhir tahun 2007, istana ini kembali terbakar. Kali ini disebabkan oleh sambaran petir di atap istana.
Sesuai namanya Baso (besar), istana ini sangat besar dan megah. Terdiri dari 3 lantai dengan peruntukan yang berbeda.
Lantai pertama berupa ruangan luas yang memajang berbagai benda dalam etalase, kamar-kamar untuk anak perempuan yang sudah menikah, dan sebuah singgasana di bagian tengah. Jika istana dilihat dari luar maka akan tampak bangunan yang memanjang dengan bagian yang lebih tinggi diujung kanan dan kirinya. Bagian ini disebut sebagai anjuang.

Lantai 2 disebut sebagai anjuang Paranginan yaitu kamar anak perempuan raja yang belum menikah. Sedangkan lantai ke-3 adalah ruang penyimpanan harta pusaka raja sekaligus tempat rapat khusus Raja 3 selo.
Rumah Gadang ini didirikan dengan memperhitungkan gejala alam yang sering terjadi di Minangkabau. Karena berada di jalur patahan memanjang dari Aceh sampai Lampung, maka di Minangkau sering terjadi gempa. Sesuai dengan filosofi Minangkabau ‘Alam Takambang Jadi Guru’, yang kira-kira bermakna alam yang terhampar merupakan guru atau media pembelajaran, maka masyarakat Minangkabau membuat rumah adat yang tahan terhadap gempa. Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat dari kayu. Sehingga ketika terjadi gempa, Rumah Gadang ini akan bergerak secara fleksibel meski diguncang oleh gempa yang dahsyat.
Saat ini Istana Baso Pagaruyung menjadi objek wisata dan dibuka untuk umum.
Meskipun Rumah Gadang ini merupakan rumah adat Minangkabau, tetapi kita tidak bisa menemukannya di seluruh Sumatera Barat. Karena yang boleh mendirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari di daerah ‘darek’. Daerah darek adalah daerah asli kerajaan Minangkabau yaitu Luhak Tanah Datar, Agam, dan 50 kota. Sedangkan di luar daerah yang tiga itu di sebut daerah rantau. Para perantau Mingkabau dari dahulu tidak mendirikan Rumah Gadang.
Berikut ini foto-foto dari rumah adat Minangkabau, yang berfungsi sebagai rumah penduduk. Semuanya merupakan hasil seni yang indah. Baik dengan ukiran maupun tanpa ukiran.

Note
Tulisan ini selesai berkat sponsor dari anakku Sayyid Al Hakim 😍😍😍
Ceritanya, keyboard komputerku rusak. Dan kudiamkan saja tanpa dibawa ke tukang service maupun beli yang baru. Ternyata ini menjadi perhatian si bujang. Diam-diam dia melakukan pembelian keyboard secara online ke website Tokopedia dan melakukan pembayaran diam-diam ke Alfamart dekat rumah dengan uangnya sendiri. Dan ketika paketnya datang, dengan ceria dia berkata, “Ini surprise untuk ibu. Spesial Sayyid belikan untuk ibu”.
So sweeeet....❤️❤️❤️ 
Ibu tiba-tiba speachless.
Pelukan dan belaian di kepalanya kuberikan sambil berkata, “terima kasih Sayyid. Barakallahu ya, nak sayang”.😘😘😘
Dan tulisan yang tertunda seminggu inipun selesai.😁









14 comments:

  1. wow, keren. rumah gadang emang keren. saya pun bangga menjadi orang minang.

    ReplyDelete
  2. Semoga istananya awet sampai generasi masa depan juga masih bisa berkunjung

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin.... main bu ke Sumatera Barat. Destinasi wisata halal dunia

      Delete
  3. Kemarin pas ke Padang nggak sempat jalan-jalan kesini, aku cuma sempat main ke Jembatan Siti Nurbaya
    Semoga kedepannya bisa singgah ke kota Batu Sangkar

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo liburan lagi ke Sumbar Pak. Di Sumbar banyak spot wisata yang sangat indah. mulai dari pegunungan, lembah, gua (stlaktit stalakmit), air terjun, jembatan akar sampai pantai. Di jamin g nyesel. Hehee...

      Delete
  4. Tulisannya informatif, bisa menambah informasi tentang obyek wisata budaya tanah air.
    Cuma ada kalimat kutipan yang sedikit mengganggu, karena berbeda jenis dan besar fontnya. Kemungkinan dikutip langsung dari tulisan aslinya; yaitu "Istana ini pernah terbakar ketika berkecamuknya perang Paderi tahun 1821 dan kemudian dibangun kembali tepat di tapak istana ..." dst..dst.. Saran dan masukan, kutipan di atas akan lebih baik dipindahkan ke notepad lebih dahulu, sehingga begitu digabung dengan naskah yang ada, akan menyesuaikan jenis dan ukuran hurufnya. Itu sekedar masukan dari saya. Sukses ya bu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah...terima kasih masukannya Pak Nur Terbit. Insya Allah saya akan perbaiki.

      Delete
  5. Ambil, Uda. Rumah gadangnya rancak Bana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaa.... Rumah Gadang memang rancak bana. Biaya pembuatannya bisa mencapai milyaran pak. Ayo pak, main ke Sumbar. Sumbar salah satu destinasi wisata halal dunia. semua ada di sini. Destinasi pegunungan, lemah, air terjun, gua (stalaktit stalakmit), jembatan akar dan pantai. Dijamin g nyesel. Hehee....

      Delete
  6. Replies
    1. AKHMANELI IRVAN
      Alhamdulillaah....ado sanak ruponyo. Dima kampuangnyo ni elrisa nadella? Ambo di pariaman. Suami rang adang gantiang, batusangka.

      Delete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.