Suksesmu, Bahagiaku





Pulang kampung, selalu memberi energi lebih. Tempat pulang ke pelukan orang tua tercinta, tempat melepas rindu dengan handai tolan karib kerabat, tempat bersantai dari hiruk pikuk di kota perantauan, tempat mengenang sejarah yang telah lewat dan sejuta kenangan lainnya yang terukir di hati yang tak dapat dinilai dengan benda.

Sebelum menikah, setiap melihat berita tentang mudik lebaran di televisi, saya hanya tersenyum. Membayangkan keruwetan yang mereka alami setiap tahun tapi tak pernah kapok. Selalu dan selalu pulang kampung. Tak terbayangkan hal itu akan saya alami kelak setelah menikah.

Allah mentakdirkan saya merantau mengikuti suami ke seberang pulau yang berjarak kurang lebih 1400 km dari rumah. Dulu, pulang kampung memang menjadi masalah besar bagi kami. Karena belum memiliki kendaraan, pilihan kami untuk pulang kampung adalah dengan pesawat. Bukan karena gaya. Tapi karena anak-anak yang masih kecil-kecil, yang jika di bawa pulang dengan bus, akan sangat melelahkan mereka. Karena harus berkendaraan selama kurang lebih 50 jam atau 2 hari 1 malam. Bisa lebih kalau macetnya agak parah.

Pulang dengan menggunakan transportasi udara sangatlah boros. Di samping harga tiket yang melambung tinggi menjelang lebaran, selama di kampung kami harus pula menyewa kendaraan untuk transportasi selama di kampung.

Ketika kami sudah memiliki mobil, kamipun belum berani pulang menggunakan mobil pribadi untuk pulang kampung. Karena mobil yang kami milliki ketika itu sangat imut, Starlet 1990. Dengan 3 orang anak, sangat tidak representatif pulang kampung dengannya. Dan pilihan pulang, tetap dengan pesawat.

Lebaran tahun 2017 ini, anak-anak sudah besar. Yang tertua sudah kelas 1 SMA, yang kedua kelas 1 SMP dan si bungsu kelas 4 SD. Alhamdulillah, Allah memberikan kelapangan rezeki, kamipun memiliki sebuah mobil MPV (Multi Purpose Vehicle). Dan tahun ini kami memberanikan diri membawa mobil pribadi pulang kampung untuk berlebaran.

Tak terkira bahagianya hati. Dengan mengendarai mobil Sienta tipe V produksi Toyota, saya dan suami bergantian menyetir mobil. Kami sudah membagi tugas. Kalau suami yang menyetir, maka co-driver adalah anak lelaki kami yang duduk di kelas 1 SMP. Sementara saya dan anak-anak perempuan istirahat atau tidur. Dan ketika saya yang menyetir maka yang menjadi co-driver adalah anak perempuan tertua kami. Si ayah dan anak lelaki kami akan tidur atau istirahat di belakang. Anak-anak sangat excited menjadi co-driver dan membaca google map dengan semangat sepanjang perjalanan. Sehingga saya dan suami pun ikut menyetir dengan semangat dan gembira.

Perjalanan sangat lancar, jalan mulus, cukup lebar serta pemandangan yang indah di sepanjang perjalanan membuat perjalanan kami tidak terasa berat meskipun kami semua dalam keadaan berpuasa. Dan  yang membuat hati makin tenang adalah di sepanjang perjalanan mudik kami, banyak bertebaran posko mudik Toyota. Sehingga kalau terjadi sesuatu dengan mobil kami, bisa segera ditanggulangi. Gratis pula.

Tidak terbayangkan kalau saat ini kami hidup di jaman tahun 70-an. Tentu keinginan pulang kampung setiap lebaran hanyalah mimpi. Transportasi darat hanya dengan bus. Pesawat dulu sangat tidak terjangkau karena mahal. Apalagi memiliki mobil pribadi. Jaauuuh….sekali. Belum lagi prasarana transportasi seperti jalan, jembatan, dan lampu tidaklah semulus, seluas, dan sehebat sekarang. Perjalanan ke kampungku bisa memakan waktu 3-4 hari perjalanan. Bahkan lebih. Belum lagi perjalanan yang rawan karena harus menembus hutan. Penyebaran penduduk masih jarang, restoran jarang, apalagi posko mudik dari Toyota, Daihatsu dan lain-lainnya.

Tapi untunglah, jaman berkembang. Tentu tak bisa dipungkiri, ada tangan-tangan kreatif dan inovatif yang mendorong percepatannya. Salah satunya adalah Bapak Wiiliam Soeryadjaya, pendiri PT. Astra International Tbk.

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia mulai bangkit dan diliputi semangat membangun negeri. Di masa itulah, tahun 1957, Bapak William mendirikan PT Astra International Inc. Perusahaan yang dimulai dari menjual minuman ringan dan mengekspor hasil bumi, kemudian merambah menjual truk merk Chevrolet, membangun indutri otomotif dan akhirnya bertumbuh menjadi perusahaan besar dengan lebih dari 200 anak perusahaan yang terdiversifikasi pada tujuh segmen usaha, yaitu Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat dan Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur dan Logistik, Teknologi Informasi dan Properti. 

Dulu, anak perusahaan PT Astra Internasional yang bergerak di bidang otomotif yaitu PT Toyota Astra Motor hanya merakit mobil Corolla, Land Cruiser dan Truk DA. Tapi kemudian, ketika pemerintah menantang untuk membuat mobil pedesaan, maka PT Toyota Astra Motor menjawab tantangan tersebut dengan membuat mobil pick up yang diberi nama Kijang. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1975 di acara Pekan Raya Jakarta.  Sukses dengan mobil pick up maka dibuatlah kendaraan niaga buat keluarga. Dengan hadirnya mobil Kijang ini maka dimulailah era mobil murah buatan anak bangsa.

Sejak saat itu perkembangan industri otomatif di Indonesia melesat jauh. Tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri tapi juga di ekspor ke negara tetangga. Bahkan sekarang ekspornya sudah mencapai Timur Tengah dan Amerika Selatan.

Kesuksesan ini tentu saja memberikan dampak buat perekonomian Indonesia. Di samping memberikan devisa buat negara, PT Astra Internasional juga menghidupi ribuan karyawannya. Bahkan melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra, perusahaan Astra International sukses membina UMKM-UMKM di Indonesia. UMKM ini ada yang terkait value chain bisnis Astra seperti mensuplai berbagai macam material maupun part ke industri otomotif maupun industri lainnya, dan ada yang tidak terkait bisnis Astra seperti bengkel umum kendaraan roda empat atau dua, pengrajin dan petani. Sehingga uang tidak hanya mengalir di lingkaran pengusaha besar saja tapi juga mengalir sampai ke masyarakat bawah. 

Dalam pembinaan UMKM, Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) membantu meningkatkan ketrampilan teknik, manajemen, pemasaran, pembiayaan dan teknologi informasi kepada UMKM dengan motto “Berikan kail bukan ikan”. UMKM yang dibina antara lain di bidang manufaktur (subkon), perkebunan dan pertambangan, perbengkelan, dan furnicraft. Sepanjang 35 tahun perjalanannya, YDBA telah membina 8.646 UMKM yang tersebar di Indonesia. Sedangkan pemuda putus sekolah diberi pelatihan menjadi mekanik. Sehingga kelak mereka mampu membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya dan orang lain.

Dengan pemberian pelatihan-pelatihan tersebut, masyarakat menjadi lebih berdaya. Semua menjadi  maju bersama. Sebuah sinergi yang mengesankan. Hal ini sangat sesuai dengan komitmen PT Astra Intersional untuk berperan serta secara aktif dalam membangun bangsa, seperti yang diamanatkan dalam butir pertama filosofi Astra, Catur Dharma, yaitu Menjadi Milik yang bermanfaat bagi Bangsa dan Negara. 

Dengan segala kemajuan ini dapatlah dikatakan, kesuksesan PT Astra Internasional menjadi kebahagiaan kami juga. Teruslah berkarya membangun bangsa.



Ketika Sebuah Kisah Melembutkan Hatinya


Bismillah….
Sudah seminggu ini anak bujangku yang duduk di kelas 8 resah. Padahal dari sebulan yang lalu ia sangat antusias mengikuti program outing sekolahnya. Tujuan outingnya kali ini adalah menjelajahi Bandung, juga akan berkuda dan memanah di Darussunnahnya Aa Gym.

Apa pasal? Sebagai pimpinan kelompok, ia merasa tak sanggup bertanggung jawab atas seorang anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) teman sekelasnya yang masuk ke dalam kelompoknya. Ia khawatir tidak bisa menghandlenya ketika nanti keliling Bandung. Oh iya, dia bersekolah di sebuah Sekolah Alam yang merupakan sekolah dengan program inklusi.

Meskipun sudah ku kuatkan dengan, “kalian tidak dilepas oleh guru”, “Kalau nanti ada masalah guru segera membantu”, “Ini latihan jadi pemimpin yang keren bagi Sayyid”, “Bayangkan, kalau nanti Sayyid jadi pemimpin, Sayyid sudah bisa menghandle orang dengan berbagai macam tipe,” wwuiisss….metoda nasehat tidak mempan. Ia tetap galau.

Ganti pendekatan….

Akhirnya saya bertanya, "Sayyid pernah dengar cerita tentang raja dan sahabatnya?". "Enggak", jawabnya heran. Mungkin dia berpikir, apa hubungannya antara kegalauannya dengan cerita raja dan sahabatnya.

Dan emakpun bercerita.

Ada seorang raja, memiliki seorang sahabat. Mereka sangat suka pergi berburu. Sering mereka pergi berburu ke tempat-tempat yang jauh berdua saja. Tanpa disertai pengawal raja.
Sahabat raja ini adalah seorang yang Sholeh dan selalu bersyukur. Tiap mengalami sesuatu dia selalu berkata, "Alhamdulillah, ini yang terbaik".

Suatu hari mereka pergi berburu berdua. Dalam perjalanan, terjadi kecelakaan yang menyebabkan jari kelingking raja putus. Raja sangat kesal dan kesakitan. Sahabat raja berkata, "Alhamdulillah, ini yang terbaik". Dan rajapun murka. Bagaimana mungkin dia kehilangan jari kelingking tapi di sebut ini yang terbaik? Akhirnya sang sahabat pun di penjara.

Kemudian raja menemui sahabatnya itu di dalam penjara, "Bagaimana perasaanmu setelah engkau aku penjara?" Sang sahabat menjawab, "Alhamdulillah, ini yang terbaik." Rajapun meninggalkannya dengan kesal. Raja tak habis pikir, masak sudah di penjara masih merasa itu yang terbaik?

Suatu hari raja ingin berburu. Karena sahabatnya dalam penjara, maka ia pergi berburu sendirian. Tanpa disadari, sang raja masuk terlalu jauh ke hutan dan tersesat. Kemudian dia ditangkap oleh sekelompok suku yang tak dikenal. Suku ini tak mengenal tuhan. Mereka memiliki kepercayaan kepada dewa-dewa. Dan sang raja akan dipersembahkan kepada dewa mereka. Raja akan dikorbankan untuk tumbal kepada dewa mereka.

Ketika raja akan dikurbankan, terlihatlah oleh mereka jari kelingking raja yang putus. Akhirnya raja tidak jadi dikurbankan karena dia dianggap tidak sempurna. Dia cacat. Dan sang raja pun dilepaskan. Raja sangat bersyukur atas kelingkingnya yang putus itu. Kelingking putus itulah yang menyebabkannya selamat dari maut. Dan dia segera teringat ucapan sahabatnya, "Alhamdulillah, ini yang terbaik".

Dan sekembalinya ke kerajaannya, rajapun segera membebaskan sahabatnya itu. Kemudian raja bertanya, "Kalau saya bersyukur dengan kelingking saya yang putus. Sedangkan kamu, apa yang kamu syukuri dengan berada di dalam penjara?".

Sahabatnya menjawab, "Kalau hamba tidak dalam penjara, tentu hamba akan menemani tuanku pergi berburu. Kemudian kita tertangkap bersama. Ketika tuan tidak jadi disembelih karena cacat tentu saya yang akan menggantikan tuan untuk disembelih."

Sayyid mendengarkan dengan khusyuk.

Sayapun bertanya, "Apakah raja tau kalau kelingkingnya yang putus itu akan menyelamatkan nyawanya di kemudian hari? Apakah sahabat raja tau kalau keberadaannya di penjara akan menyelamatkannya dari sembelihan? Tentu tidak. Nah, apa yang terjadi sekarang, insya Allah hikmah kebaikannya ada di kemudian hari. Mungkin sekarang kita tidak tahu karena Allah menyimpannya untuk masa depan. Jadi yang harus kita lakukan, jalani semuanya dengan ikhlas dan bersyukur. Karena Allah menyimpan kebaikannya di masa depan.

Sayyid pun bertanya, "cerita itu kejadian nyata, Bu?"

"Tentu," jawabku meyakinkan.

Tapi sungguh, saya tidak tahu cerita itu nyata atau tidak karena saya membaca di grup wa ketika ada yang mempostingnya, dulu. Saya bilang tentu, untuk menguatkan hatinya. Tapi nyata atau bukan, hikmahnya luar biasa. Membuat kita selalu mensyukuri apapun yang terjadi meskipun hikmahnya belum terlihat saat ini.
     
Akhirnya iapun besok berangkat dengan gembira. Alhamdulillah.
*****

Sepulang dari outing ia menceritakan dengan semangat pengalamannya. Bahkan apa yang ia khawatirkan ternyata tidak terjadi. Kegembiraan yang wajar dari seorang ABG. Tak ada yang istimewa.

Tapi setelah seminggu berlalu, baru saya menyadari ada yang istimewa dari ceritanya. Terasa istimewa ketika ia mengulang salah satu cerita itu lengkap dengan hikmah yang bisa ia ambil.
Ketika itu adiknya Alyssa lagi kesal karena ia kecewa akan sesuatu hal. Tak sesuai antara harapan dan kenyataan. Ia pun melampiaskan emosinya dengan menangis keras. Setelah saya membiarkannya menangis sebentar sekedar untuk melepaskan emosinya, saya bermaksud hendak menenangkannya. Tapi sebelum saya membuka mulut, Sayyid sudah lebih dulu bersuara,
“Sudah Ca, ikhlasin aja. Mungkin ini yang terbaik.”
“Nggak. Nggak bisa ikhlas. Ica kesel.”

Sayapun menunggu apa usaha si kakak untuk menenangkan adiknya.

“Dengerin Uda nih… waktu Uda outing ke Bandung kemarin, kan Uda mabit di masjid Daarut Tauhid. Paginya uda beli nasi kuning buat sarapan. Teman-teman Uda pada beli nasi uduk.”

Perhatian si adik terbeli. Dia langsung diam mendengarkan kakaknya bercerita.

“Pas waktu Uda makan, nasi kuningnya terasa agak aneh. Tapi karena Uda lapar, Uda makan aja. Baru setengah Uda makan, nasi kuningnya jatuh ke jalan. Langsung berserakan. Tadinya Uda kesel, karena masih lapar. Kemudian uda ikhlasin aja. Ya udah…mungkin ini yang terbaik.”
“Nggak lama kemudian perut Uda sakit. Padahal sebentar lagi mau berangkat. Ehh…untung sakit perutnya hilang. Coba kalau tadi nasi kuningnya nggak jatuh ke jalan, kemakan semua nasi kuningnya. Bisa jadi setelah itu Uda mencret-mencret. Nah, berarti nasi kuning jatuh itu, itu yang terbaik dari Allah. Mungkin Ica juga begitu. Sekarang, ini yang terbaik buat Ica.”

Sungguh, saya speechless. Dia bisa mengambil hikmah dari kesusahannya hari itu. Dia bisa menyerap dan mempraktekkan kisah yang saya sampaikan sehari sebelumnya kepadanya. Dan Allah yang Maha Penyayang langsung memberi bukti nyata dari cerita yang saya sampaikan dan dari keikhlasan yang dia tunjukkan hari itu.

Untuk kesekian kalinya saya membuktikan. Teknik berkisah sangat mumpuni dalam menasehati anak. Memberikan nasehat dengan berkisah akan lebih mudah diterima oleh anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun, lebih mudah diingat dan akan tersimpan dalam jangka waktu yang panjang. Dan lewat kisah, menasehati tanpa menyakiti hati. Tanpa nada menggurui.

Mungkin kalau saya memberikan nasehat kepada Sayyid dengan cara kalimat perintah, “harus ikhlas, harus sabar, harus bersyukur, karena itu perintah Allah”, maka secepat itu masuk telinga kanan, secepat itu pula keluar dari telinga kiri. Alias tak berbekas. Tapi dengan berkisah, tersentuh jiwanya.

Kenapa berkisah itu penting? Mungkin kita semua sudah tahu bahwa sepertiga dari isi Al Qur’an itu adalah kisah. Kisah tentang nabi-nabi, kisah umat terdahulu dan kisah tentang kejadian di jaman Rasulullah. Di dalam kisah banyak pelajaran yang ternilai. Seperti firman Allah dalam surat Yusuf ayat 111.
قَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (Qs.Yusuf :111)

Memang, memberikan nasehat lewat berkisah akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Tapi efeknya juga lebih lama dan lebih mendalam. Sampai ke hati. Jadi, mari para ibu sholihah, luangkan waktu untuk berkisah. Dan supaya stok kisah banyak, tentu ibu harus banyak membaca. Right

Sekolah Terbaik



Seperti apakah kriteria sekolah terbaik itu? Tentu setiap orang memiliki standar masing-masing. Ada yang berpandangan sekolah terbaik itu adalah yang terkenal, fasilitas lengkap dan mahal. Ada juga yang berpandangan sekolah terbaik itu memiliki kurikulum yang berstandar international. Ada lagi yang berpandangan sekolah yang terbaik itu memberikan pendidikan agama yang bagus karena pendidikan agama merupakan pondasi dalam kehidupan. Dan bahkan ada yang tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah formal tapi dididik sendiri di rumah atau yang lebih di kenal dengan nama homeschooling. Tokoh terkenal yang saya tahu sukses men-homeschooling anaknya adalah pahlawan nasional H Agus Salim, seorang diplomat ulung yang menguasai 7 bahasa asing yang hidup di jaman kemerdekaan dulu.

Semua sah-sah saja karena kebutuhan setiap orang berbeda. Dan tentu memiliki tujuan yang berbeda.

Kalau saya pribadi, sekolah yang terbaik adalah sekolah yang mengerti dengan anak didiknya, memahami mereka dan berusaha melejitkan potensi mereka. Dan karena saya seorang muslim, tentu sekolah itu harus memberikan landasan agama Islam yang kuat.

Alhamdulillah, Allah telah mengaruniakan saya dan suami dengan empat orang anak. Yang sulung sudah kembali kepada pemiliknya, Allah Azza wa Jalla. Semoga Allah merahmatimu, Nabila Fauzia Azzahra. Dan yang tiga orang, akan kami jaga dan kami didik sepanjang kemampuan kami. Semoga Allah selalu menuntun dan memudahkan kami. Aamiin.

Beberapa sekolah telah kami rasakan metoda pendidikannya terhadap anak-anak kami. Ada satu sekolah yang saya merasa cocok dengan metoda pendidikannya. Bukan berarti sekolah itu sempurna tak bercela. Tapi itulah yang mendekati ideal versi kami.

Sekolah ini tidak terlalu menuntut nilai  akademis. Tidak membebani anak-anak dengan 1001 tugas sekolah atau setiap minggu selalu menguji pencapaian kognitif anak. Melelahkan pasti. Sekolah ini benar-benar menekankan pembentukan karakter dan membangun jiwa. Bagaimana mereka dibentuk menjadi anak yang sholeh, sopan, menghargai teman, menghormati yang tua, berani mencoba, berani bertanggung jawab dan berani mengemukakan pendapat. Serta selalu dipancing untuk melakukan problem solving. Ruang diskusi sangat terbuka di sini. Karena di sini metoda pembelajaran dua arah, bukan hanya guru menerangkan murid mendengarkan. Mudah-mudahan karakter ini akan menjadi habit bagi mereka sampai dewasa kelak.

Pendidikan karakter (akhlak) membutuhkan waktu yang lama agar bisa menjadi kebiasaan dalam kehidupan manusia. Misalnya karakter percaya diri. Sungguh tak mudah membentuk rasa percaya diri seorang anak. Butuh waktu yang lama, bahkan bisa bertahun-tahun. Kadang, itupun belum tentu berhasil. Berbeda dengan pendidikan kognitif. Misal, dengan latihan yang intensif, seorang anak dapat menguasai pelajaran matematika dalam 6 bulan saja.

Ada satu kejadian yang sangat membekas dalam ingatan saya terhadap sekolah ini yaitu ketika anak nomor tiga saya kelas 3 SD. Di Karawang diadakan perlombaan senam sehat antar SD. Seperti jamaknya lomba, tentu semua sekolah berusaha tampil sebaik mungkin sehingga bisa meraih kemenangan. Maka dipilihlah siswa terbaik, yang bersemangat dan yang pintar. Latihan intensif. Dan bagi sekolah mahal maka mereka akan melengkapinya dengan penampilan keren seperti seragam khusus, topi khusus dan aksesoris pendukung lainnya.
Sekolah anakku pun ikut berpartisipasi. Maka dipilihlah siswa-siswa yang akan berlomba. Tapi heiii…kenapa pak guru memilih si X yang tampilannya tidak bersemangat dan bermata sayu seperti tidak bergairah? Beberapa orang tua mulai kasak kusuk. Mereka memprotes di belakang tentang pemilihan si X yang menurut mereka akan mengurangi nilai sekolah. Dan selama latihan si X memang terlihat sering melakukan kesalahan. Kalau bukan salah gerakan, ya…ritme gerakannya tertinggal dari teman-temannya. Sehingga mengurangi kekompakan kelompok. Beberapa orang tua sangat ingin si X diganti dengan anak yang lebih mampu. Lebih energik. Tapi mereka tidak berani mengusulkannya kepada Pak guru. Akhirnya meskipun di hari perlombaan si X tampil bersemangat, tapi ia dan beberapa anak lainnya ,mungkin karena grogi, melakukan beberapa kesalahan. Dan seperti yang sudah diduga, sekolah anakku pun kalah.

Tapi apakah pak guru dan sekolah memandang itu suatu kekalahan? Masya Allah…ternyata tidak sama sekali. Guru dan sekolah malah melihat itu sebagai suatu keberhasilan. Lho…kok? Ternyata yang dibidik oleh sekolah adalah si X tadi. Dia adalah anak yang tidak percaya diri. Pendiam dan tidak punya banyak teman. Dengan mengikutkannya lomba, ternyata dia merasa dipercaya oleh sekolah.  Dia merasa diperhatikan. Dia merasa penting. Dia merasa diperhitungkan. Dengan tiba-tiba, kepercayaan dirinya melesat jauh. Alhamdulillah, saya melihat sendiri bagaimana perubahan si X menjadi anak yang lebih riang, lebih bersemangat dan lebih percaya diri setelah lomba itu. Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibunya dengan rasa syukur.

Kira-kira sekolah mana yang mau mengorbankan waktu, tenaga dan uang untuk sebuah kekalahan di suatu perlombaan hanya untuk melesatkan rasa percaya diri dari SEORANG anak? Pasti tak banyak. Sekolah, terutama sekolah bagus biasanya lebih sibuk menyelamatkan kebesaran nama institusinya ketimbang benar-benar mendukung anak untuk melesatkan potensi terpendamnya.

Dan sayapun melihat itu, bagaimana suatu sekolah melakukan hal seperti itu. Untuk bisa memenangkan pertandingan yang akan mengharumkan nama sekolah atau lebih tepatnya menyelamatkan ego sekolah, sekolah itu hanya memilih murid yang mampu saja untuk bertanding mewakili sekolah. Bahkan kadang untuk beberapa pertandingan sejenis, murid yang dikirim itu-itu saja. Tanpa mau memberikan kesempatan kepada siswa lain yang juga memiliki potensi tapi belum sehebat siswa pilihan tadi untuk mengasah potensinya. Mereka tak mau mengambil resiko kalah karena sudah mengeluarkan uang banyak dan nama sekolah menjadi jeblok. Padahal  bila sekolah melakukan itu, ia telah membantu melejitkan potensi seorang anak untuk menjadi berani, percaya diri dan terasah kemampuannya. Bukan tidak mungkin itu tonggak awal kemajuan si anak menjadi pemimpin di masa depan. Dengan tidak memberikannya kesempatan, maka sekolah sudah mematikan satu tunas bangsa.

Sekolah adalah salah satu sarana bagi seorang anak untuk mendapatkan bekal ilmu dan kemandirian bagi masa depannya kelak. Juga tempat untuk membentuk karakternya. Kelak, pengelolaan negara akan berada di tangan mereka. Maka berikanlah pendidikan yang mampu menggali potensinya bukan menyeragamkan potensi. Dan beri kesempatan yang seluas-luasnya sehingga mereka bisa berkembang sesuai bakat unik yang telah Allah berikan kepada mereka. Wallahu'alam bisshowab


Karawang, 19 Desember 2017
Powered by Blogger.