Kampung Warna Warni Malang Yang Menawan




Rasanya tak afdhol kalau ke kota Malang tak mampir ke kampung warna warni. Kebetulan hotel  tempat kami menginap tak jauh dari sini. Sehingga kesempatan ini tak kami sia-siakan.

Jam 7 pagi, setelah memesan tiket kereta untuk balik ke Karawang, kamipun segera berjalan kaki menuju kampung warna warni yang namanya sudah mulai dikenal di Indonesia. Udara kota Malang yang sejuk, membuat kami bersemangat melangkahkan kaki. Tak sampai 5 menit berjalan kaki, sampailah kami di desa warna warni.

Sesampai di sini, mata kami langsung terpesona melihat semaraknya perumahan di sekitar bantaran sungai Brantas. Warna warni yang mencolok mata membuat hati semakin ceria di pagi ini. Dengan bersegera, kami memasuki kampung warna warni ini dari kampung Tridi (3D). Dengan membayar tiket masuk seharga Rp 2.000,- kami mendapat sebuah souvenir gantungan kunci berupa boneka cantik buatan warga sini. Murah banget ya? Dan dengan uang sebesar itu, perekonomian warga kampung ini ikut bergerak.



Memasuki kampung ini, benar-benar membuat decak kagum. Walaupun rumahnya rapat, padat, dan hampir tanpa halaman, tapi lingkungannya sangat bersih. Susah mencari sampah di sini. Dan yang menjadi ciri khasnya tentulah rumahnya yang berwarna warni serta banyak lukisan 3 dimensi di sini. Banyak turis-turis yang datang ke sini suka berfoto di depan lukisan-lukisan ini.


Sesungguhnya ada 2 desa yang dijadikan desa warna warni yaitu Desa Tridi dan Desa Jodipan. Dua kampung ini berdampingan tapi di pisahkan oleh Sungai Brantas. Keduanya memiliki kemiripan. Berdiri di bantaran sungai Brantas, padat, dan sempit.



Kedua desa ini tadinya merupakan perkampungan kumuh, dengan keadaan sanitasi yang buruk serta warga yang suka membuang sampah sembarangan terutama ke sungai. Kemudian karena inisiatif delapan orang mahasiswa jurusan komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang, dalam rangka mengerjakan tugas kuliah praktikum PR dan Event Management, mereka bertekad mengubah wajah perkampungan kumuh ini dan juga perilaku warganya.

Melalui presentasi di depan direksi PT Indana Paint, akhirnya mereka berhasil mendapatkan dukungan dana SCR dari perusahaan tersebut. Dan dengan dibantu PT Indana Paint, warga dan tentara, proyek pengecatan kampung ini dimulai di bulan Juni 2016.

Untuk mengatasi masalah sanitasi, dibuatlah sebuah toilet umum untuk digunakan warga secara bergantian. Dan mengenai perilaku suka membuang sampah sembarangan, akhirnya juga hilang bersamaan dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke kampung mereka. Mereka malu kalau kampungnya kotor.


Kampung warna warni ini diresmikan langsung oleh Walikota Malang, H. Mochamad Anton tanggal 4 September 2016.

Luar biasa ya… bagaimana sebuah ide dari pemuda harapan bangsa mampu mengubah wajah desa dan perilaku warganya. Semoga semakin banyak saja generasi muda kita yang penuh ide dan bermanfaat seperti ini ke depannya.

Tapi apakah hanya itu yang ada di sini? Tentu tidak. Ada satu spot lagi yang cukup spektakuler yaitu sebuah jembatan kaca yang menghubungkan desa Tridi dengan Desa Jodipan. Jembatan ini diberi nama Jembatan Kaca Ngalam Indonesia.



Dulu, wisatawan yang datang ke kampung warna warni Jodipan lalu ingin ke Kampung Tridi harus memutar lewat Jembatan Sungai Brantas yang lumayan jauh dan melelahkan. Namun kini sudah ada jembatan kaca yang menghubungkan kedua kampung cantik ini.

Konstruksi jembatan kaca Ngalam Indonesia ini, lagi-lagi dirancang oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yaitu Mahatma Aji dan Khoriul dari Teknik Sipil di bawah binaan Ir. Lukito Prasetyo. Kedua mahasiswa tersebut pernah menjadi Juara Umum Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia Tahun 2015.



Pembangunan jembatan kaca “Ngalam” Indonesia ini di biaya oleh PT Inti Daya Guna Aneka Warna (INDANA) dari Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 1.252.800.000. Pembangunan jembatan ini dilakukan sejak 8 Juni 2017 dan rampung 25 September 2017 dengan materi bahan yang sudah teruji kekuatannya.

Tapi jembatan kaca ini tidak seratus persen terdiri dari kaca. Hanya bagian tengahnya saja yang diberi kaca. Kehadiran jembatan kaca ini semakin menambah daya tarik Kampung Jodipan dan Kampung Tridi karena pengunjung kini bisa ber-selfie ria di atas jembatan kaca ini.



Bagi saya yang agak penakut dengan ketinggian, saat melintasi jembatan kaca ini, saya tidak berani menginjak kacanya. Hanya menginjak beton di sisi kiri dan kanan jembatan kaca. Tapi anak-anak dengan santai melewatinya. Maklum….sudah umur. Jadi keberanian sudah mulai menguap. ðŸ˜…😅

Jadi bagi teman-teman yang berkesempatan ke Malang, jangan lupa mampir ke kampung warna warni. Buah karya dari anak bangsa, yang tidak hanya berhasil merubah wajah kampung tapi juga perilaku warganya.



Lapor Dulu Pada Allah



Hari ini saya ada keperluan ke Mangga Dua. Saya ditemani Sayyid, anak bujangku yang masih kelas duduk di kelas 9.
Tujuan kami ke mall Mangga Dua. Tapi karena kepagian, mall belum buka. Akhirnya kami nangkring dulu di ruang tunggu dekat bagian informasi ITC Mangga Dua.
Ketika mall sudah di buka, kamipun bergerak ke mall lewat jembatan penghubung. Di jembatan penghubung, ada barang yang menarik hati Sayyid. Maka kami berhenti sejenak untuk memilih. Setelah barang yang diinginkan, dipilih, akupun mengambil dompet di dalam tas. Ternyata dompet saya hilang! Langsung lemas badan ini. Semua uang, berikut beberapa kartu atm, kartu kredit dan kartu penting lainnya seperti KTP, SIM dan lain-lain ikut lenyap. Pikiran langsung blank. Mau pulangpun, tak ada uang.😥😥
Langsung saya cari musholla. Musholla ada di lantai 2 ITC. Kami bergegas ke sana. Segera saya ambil wudhu dan saya laksanakan sholat sunnah 2 rokaat. Pada Allah, tak saya minta supaya dompet saya kembali, ataupun minta diganti dengan yang lebih baik. Saya hanya minta dimudahkan. Karena terbayang akan panjang urusan mengurus semua surat penting tersebut.
Setelah sholat, otak baru bisa diajak berpikir. Pertama, telepon si ayah. Minta blokir nomor rekening bank juga kartu kredit karena punya saya adalah kartu tambahan dari beliau. Terus untuk pulang, saya berpikir untuk pulang dengan ojek online. Nanti biar dibayar setelah sampai di rumah. Ternyata, untung Sayyid bawa dompet. Sehingga untuk pulang tidak masalah.
Setelah urusan telpon menelpon selesai, kami hendak balik pulang. Kamipun turun ke lantai 1. Ketika sampai di lantai 1 ITC, selangkah lagi sampai di pintu keluar, tiba-tiba terlintas pikiran hendak melapor kepada bagian informasi. Sejenak hati ragu. Kalau dompet itu dicopet, mana ada copet yg repot-repot mengembalikan lewat bagian informasi. Kalau dompet itu terjatuh, siapa sih yang tidak tergiur dengan uang di dalamnya dalam jumlah yang lumayan?
Tapi ahh, gak ada ruginya melapor, bisik hati.  Maka sayapun masuk lagi dan berbelok ke bagian informasi.
"Mba, saya kehilangan dompet..."
"Oh...ibu Akhmaneli ya? Ini KTP ibu ya? Tadi sudah diumumkan".

Masya Allah, kaki yang tadi sudah lemes, makin lemes karena tak percaya. Masih ada orang baik itu. Ternyata yang menemukan dompet itu seorang encik Chinese, pemilik salah satu toko di situ. Setelah mengucapkan terima kasih dan memberi anaknya uang sebagai rasa syukur, kami pun tak jadi pulang. Balik lagi ke mall Mangga Dua.  😀😀
Semua kartu-kartu termasuk voucher belanja lengkap. Hanya uangku yg berkurang 1 juta. Tidak apa-apa. Mungkin itu sedekah yang terlupa saya keluarkan.

Ketika kejadian ini kuceritakan kepada ibuku malamnya, ibuku pun bercerita, bahwa beliau beberapa kali pernah mengalaminya. Ketika beliau lupa menyimpan barang-barang berharganya (maklum ibuku sudah berusia 77 tahun) maka beliau akan segera ambil wudhu dan melaksanakan sholat sunnah 2 rokaat. Setelah sholat, jreeeng.... ibu jadi ingat dimana beliau menyimpan barang itu. 😀😀

Kemudian ibu juga bercerita, dulu ketika beliau pergi ke pernikahan guru mengaji TPA masjid kami di tahun 90-an, salah satu mobil dalam rombongan mereka tersasar. Dalam mobil yang tersasar itu ada seorang tetangga kami yang bernama pak haji Yusuf. Begitu sadar tersesat, segera saja pak Haji Yusuf mencari masjid dan beliau langsung melaksanakan sholat sunnah 2 rokaat. Setelah sholat, qadarullah, jalan seakan-akan terbuka untuk menuju desa terpencil tempat tinggal guru TPA itu. Dan akhirnya sampailah mereka di tujuan.

Benar-benar ini pelajaran berharga untuk lebih hati-hati di kemudian hari. Dan...jangan lupa prosedur penting. Yaitu lapor pada Allah dan lapor pada bagian informasi. insya Allah dimudahkan.
Alhamdulillaah atas nikmatMu ya Allah...

Karawang, 21 Juli 2018
Powered by Blogger.