Alhamdulillaah….libur
hari Raya Idul Fitri 2017 sudah usai. Yang mudik ke kampung halamanpun,
sebagian besar sudah kembali ke kota asal tempat mencari nafkah. Begitu pula
dengan kami, yang selalu mengagendakan mudik ke Ranah Minang 2 tahun sekali.
Perjalanan
panjang yang kami tempuh, 3612 km atau setara dengan 3,5 kali bolak-balik Ayer-Panarukan
(ujung ke ujung pulau Jawa), dari Karawang - Sumatera Barat - Karawang selama
15 hari, memang perjalanan yang luar biasa. Kebahagian bertemu dengan orang tua
/ nenek tercinta, kakak dan adik-adik beserta keluarganya masing-masing, sanak
saudara serta sahabat-sahabat tercinta, ditambah perjalanan wisata yang
menambah khazanah pengetahuan kami terutama anak-anak, benar-benar memberikan
kesan yang mendalam.
Selama
15 hari perjalanan dan hanya 1 hari yang berdiam di rumah, sebenarnya sangat
menguras tenaga. Tapi Alhamdulillah wa syukurilah, Allah memberi kami kesehatan
dan kekuatan yang luar biasa. Dan anak-anak sama sekali tak pernah mengeluh
sepanjang jalan, baik mengeluh capek ataupun bosan. Sehingga perjalanan terasa
ringan dan menyenangkan.
Ada
banyak tempat yang kami kunjungi. Kali ini saya ingin menceritakan tentang kunjungan
kami ke masjid-masjid kuno yang bersejarah yang ada di Sumatera Barat. Tampilannya
yang artistik dan sejarah yang dilaluinya membuat kita terpesona. Filosofi ‘adat
basandi sarak, sarak basandi kitabullah’, membuat masyarakat Sumatera Barat
sangat lekat dengan masjid dalam kesehariannya.
Ada
banyak masjid kuno nan bersejarah yang tersebar di Sumatera Barat. Tapi yang
sempat kami kunjungi hanya 4 buah...
1. Masjid
Raya Ampek Lingkuang di Lubuk Alung, Sumatera Barat
Masjid
ini hadir mewarnai masa kecil ibuku tercinta. Masjid ini berada persis di sebelah
sekolah rakyat tempat ibuku menimba ilmu ketika kecil.
Masjid
ini didirikan pertama kalinya tahun 1415. Masjid
ini berdiri di lokasi perempatan
empat sudut kampung di Lubuk Alung. Dinamakan Ampek Lingkuang, karena berada di
empat kampung, masing-masing Koto Buruak, Singguliang, Sungai Abang dan Balah
Hilia. Jadi, boleh dikatakan, bahwa Masjid Raya Ampek Lingkuang adalah sejarah
berdirinya Lubuk Alung, yang dimulai dari empat kampung tersebut.
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lubuk Alung, Suharman Datuak Pado Basa menilai masjid itu belum pernah direnovasi total. Kecuali diperbaiki disana-sininya. Arsitektur bangunannya tetap utuh seperti pada awal dibangun dulunya. Di masjid itulah tempat dipadukannya kekuatan syarak dan adat dalam nagari. Segala keputusan syarak atau agama dan adat oleh basa barampek, pucuak baranam harus melalui sidang dan mufakat di masjid tersebut.
Sekaitan namanya Masjid Ampek Lingkuang, maka
labai atau ulama yang memegang kekuasaan dibidang syarak dalam masjid itu juga
berempat. Disebut juga 'labai lingkuang yang empat'. Setiap peristiwa penting
yang berhubungan dengan persoalan agama ditengah masyarakat Lubuk Alung,
seperti memulai dan mengakhiri bulan Ramadhan, seluruh labai yang bertugas di
seluruh surau-surau harus tunduk dan patuh, serta berada dibawah kekuasaan
labai yang berempat tersebut
Sebagai masjid kepunyaan orang dalam kampung yang
empat tersebut, maka semua kampung itu diberikan kedudukan yang sama. Duduak
samo randah, tagak samo tinggi. Masing-masing kampung punya peran dan fungsi
tersendiri dalam masjid itu. Imam masjid diambilkan dari orang Singguliang,
bilal, alias tukang azan berasal dari Sungai Abang. Sedangkan khatib alias
tukang baca khutbah Jumat berasal dari Koto Buruak, dan Tuanku Khadi dari Balah
Hilia. (sumber: tuankuadamanhuri.blogspot.com)
2. Surau
Nagari Lubuk Bauk, Batipuh Tanah Datar, Sumatera Barat
Surau
Lubuk Bauk merupakan bangunan masjid kuno terletak di Jorong Lubuk Bauk, Nagari
Batipuh Baruh, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, dan hanya sekitar 6 km
dari Kota Padang Panjang. Bangunan surau terletak lebih rendah ± 1 m dari jalan
raya.
Surau ini berbatasan dengan jalan raya di bagian utara, kolam dan masjid di bagian timur, kolam dan rumah penduduk di bagian selatan, dan rumah penduduk di bagian barat.
Menurut ceritanya, surau ini dibangun oleh para ninik mamak yang berasal suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku sekitar tahun 1896 dan diperkirakan selesai tahun 1901. Tanah surau ini berasal dari wakaf Datuk Bandaro Panjang.
Surau ini berbatasan dengan jalan raya di bagian utara, kolam dan masjid di bagian timur, kolam dan rumah penduduk di bagian selatan, dan rumah penduduk di bagian barat.
Menurut ceritanya, surau ini dibangun oleh para ninik mamak yang berasal suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku sekitar tahun 1896 dan diperkirakan selesai tahun 1901. Tanah surau ini berasal dari wakaf Datuk Bandaro Panjang.
Surau ini dibangun sepenuhnya dengan bahan utama kayu Surian dengan luas 154 meter persegi dan tinggi bangunan sampai ke puncak kurang lebih 13 m dengan corak bangunan dari Koto Piliang yang dapat dilihat dari susunan atap dan adanya menara.
Kabarnya
di surau inilah tempat Buya Hamka belajar mengaji dan bahkan sering tidur di
surau ini di masa kecilnya. Dan surau ini juga menjadi tempat lokasi shooting
film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, sebuah film yang diangkat dari novel
karya Buya Hamka. (Sumber: Bayu Heryanto, setiktravel community)
3. Masjid
Raya Ganting di Padang, Sumatera Barat
Masjid ini terletak di Kelurahan Ganting, Kecamatan Padang
Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Masjid yang dibangun
pada tahun 1805 ini, tercatat sebagai masjid tertua di Padang dan salah
satu yang tertua di Indonesia serta telah menjadi cagar budaya.
Masjid yang
pembangunannya melibatkan beragam bangsa ini menjadi pusat pergerakan reformasi Islam di daerah tersebut pada abad ke-19,
dan presiden pertama Indonesia, Soekarno,
pernah mengungsi ke masjid ini pada masa perjuangan kemerdekaan. Masjid ini termasuk bangunan yang
tetap utuh setelah gelombang tsunami menerjang kota Padang dan sekitarnya
akibat gempa bumi tahun
1833 akibat letusan
gunung Krakatau. Dan mengalami kerusakan cukup berarti akibat gempa tahun 2005
dan 2009.
Saat ini, selain digunakan sebagai aktivitas
ibadah umat Islam, masjid satu lantai ini juga digunakan sebagai sarana
pendidikan agama dan pesantren kilat bagi pelajar serta menjadi salah satu daya tarik wisata di kota Padang.
(sumber : Wikipedia)
4.
Masjid Muhammadan
Kalau kita berjalan
di daerah pecinannya kota Padang yaitu Pondok, maka kita akan menemukan sebuah
masjid tua nan indah. Masjid Muhammadan namanya.
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia sekaligus cagar budaya yang terletak
tepatnya di Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang
Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Masjid ini merupakan masjid
peninggalan sejumlah Muslim keturunan India di Padang yang
dibangun pada tahun 1843. Masjid dengan arsitektur bercorak India ini berada
dalam kawasan Kota Tua Padang di
sekitar pelabuhan Muara.
Keberadaan masjid ini turut berperan dalam
penyebaran agama Islam dan perjalanan sejarah Kota Padang.
Alhamdulillaah.... kunjungan yang sangat bermanfaat. Semoga kelak anak keturunan kita merupakan anak-anak yang tertambat hatinya di masjid. Generasi Rabbani. Aamiin...ya Rabbal'alamiin.
Surau Nagari Lubuk Bauk menarik banget ya mba.. bangunannya artistik sekali, khas minang yang cantik
ReplyDeleteiya mba.... desain khas Minangkabau. dengan atap lancip seperti rumah adatnya yaitu Rumah Gadang. Ayo mba...main ke Sumatera Barat :)
Delete