Dunia Baru



Setiap orang tua yang terpisah jarak dengan anaknya tentu bertelepon adalah pelipur lara.
Seperti hari ini, dapat telpon dari si bujang sholih. Mendengar suaranya saja sudah senang. Apalagi mendengar tawanya. Mendengar ceritanya, bertambah-tambah bahagia.
(Apalagi kalau dapat kiriman foto, emak meleleh. 😂)
Dia cerita tentang kegiatannya yang seabreg. Di luar jam pelajaran sekolah dan kegiatan keagamaan, dia mengikuti banyak ekskul. Mulai takhosus tahfidz, panahan, basket, voli, pramuka, renang, robotic, e-sport dan bimbingan olympiade biologi.
Masya Allah...
Kebayang aja itu badan g ada istirahatnya selain tidur. Kebayang aja itu asupan makanan habis jadi energi. Kebayang aja itu badan langsing (g tega bilang kuyuss 😁😁) beredar kemana-mana.
Saya hanya berucap syukur.
Bahwa ia sedang menikmati proses. Ia sedang menikmati dunia baru. Dunia dengan teman sebaya. Dunia dimana ia dipersilahkan mencoba banyak hal. Dunia yang membebaskannya mengeksplorasi bakat dan minat dalam rel keimanan dan syariah.
Semoga ia semakin sholih. Semoga ia semakin cerdas. Dan kelak bermanfaat buat agama, bangsa dan negara ini. Aamiin.
***********
SMA Pesantren Unggul Al Bayan, Anyer.
Di sini, ada lebih dari 40 ekskul. Anak bebas memilih ekskul, sebanyak yg ia mau dan sanggup jalani. Dan semua free. Sdh include dg SPP.




Cukup satu kalimat


Siapapun tau, ketika anak-anak masih kecil, rasanya dari bangun tidur sampai tidur lagi, kehebohan demi kehebohan berlangsung simultan. Kadang paralalel kadang seri. (kita lagi belajar rangkaian listrik ya pren 😁).
Mereka dengan segala tingkahnya, entah itu berantam, atau bermain, berikut segala printilan urusan rumah tangga, kalau tak memiliki khadimat, maka energi badan cepat menguap, sekaligus bisa menyedot rasa sabar.
Pekerjaan yg itu-itu melulu, yang dilakukan terus menerus, di tempat yang sama, memang rentan memicu rasa stres. Ketika si ibu stres, tak mengherankan, anak yang jadi pelampiasan. Karena si anak berada dalam posisi terlemah.
Makanya, bantuan dari suami itu penting, wahai bapak-bapak. Sedikit tawaran bantuan, itu seperti ketemu oase di padang pasir nan maha luas. Apalagi tawaran itu ngajak keluar, makan, belanja apa yg dia mau. Atau piknik. Sedaap...😍
Tapi pastikan stresnya tidak berpindah kepada anda, karena melihat besarnya tagihan yang harus di bayar.
Ada satu hal tawaran yang murah meriah tapi sangat efektif. Sering dilakukan suamiku dulu ketika anak-anak masih kecil sampai menjelang abege. Murah meriah. Dijamin g keluar duit.
Ajak bicara dan sediakan telinga yang lapang.
Dulu, sepulang dari kantor, setelah menyapa anak-anak, hal yang pertama dia tanya ke saya adalah,
"Bagaimana hari ini, bu?"
Atau
"Hari ini masih waras, bu?", dengan nada jenaka.
Cukup satu kalimat saja...
Maka balasannya bisa ratusan kalimat. Bahkan mungkin ribuan kalimat. Mulai dari cerita keluh kesah mengurus anak-anak, yang ributlah, yg mecahin gelas lah, yg butuh ini itulah, sampai urusan mengurus rumah, urusan belanja ke pasar, urusan sekolah, tetangga, tukang sampah dan lain-lain....dan lain-lain...
Setelah keluar semua uneg-uneg, legalah hati ini.
Cukup satu kalimat pembuka dan telinga yang selalu siap mendengar dengan penuh empati, tak pernah dikomen apalagi dikritik, hanya kata-kata "oh...hmm...ya" sudah cukup membuat beban hati sehari ini jadi lebih ringan, hilang sesak, dan sumpek.
Ketika semua sesaknya sudah keluar, semua rasa senangnya sudah tercurahkan, yakinlaah... Rumah tangga akan jauh lebih berseri. Karena istri adalah jantung rumah tangga.
Ketika ada telinga yang mendengar di rumah, maka takkan dia mencari telinga di luar sana. Tak kan dia berbagi keluh kesah di luar sana.
Jadi intinya, para emak-emak ini butuh PERHATIAN dan DIDENGAR. Bahwa dia capek, dia lelah, dia sakit, dia bahagia, dia gembira. Perhatian, dengar dan jangan dikritik. Itu solusi yg murah meriah.
Maka, cukup satu kalimat empati dan telinga yang terbuka, akan membuat hatinya lapang dan full power kembali menghadapi hari esok.
Sekarang, kalimat sapaan itu masih sering menyapaku. Hanya tak seintens dulu. Karena anak-anak sudah besar. Bahkan 2 orang anak kami sudah berada di kota yang berbeda karena menuntut ilmu. Tinggal si bungsu saja yang di rumah. Jadi tingkat kewarasan sudah lebih baik. #ehh.... 😂😂

#catatanhatimakASA
Karawang, 22 September 2019

Liburan



Tak terasa sudah 3 bulan saja si bujang sholih (aamiin...) di pesantren. Ujian mid semester sudah selesai. Dan saatnya libur seminggu. Horee..... 😁🎉🎉🎊
Maka hari ini acara penjemputan dibarengi dengan acara "Nengok Bareng".
Di Al Bayan ada tradisi "Nengok Bareng" satu kali dalam 1 semester. Sebuah acara silaturahim antar orang tua, juga dengan guru dan staff dan diakhiri dengan makan bareng.
Dalam sambutannya, pak Kepsek bercerita bahwa "pulang" adalah sesuatu yang istimewa bagi anak-anak. Anak-anak yang sholatnya sering terlambat, atau punya catatan perilaku minus lainnya, ada iqob (hukuman) berupa terlambat pulang untuk mengikuti kelas motivasi. Terlambat pulang bisa 14 jam sampai 20 jam, tergantung kesalahannya.
Seminggu sebelum pulang, Pak Kepsek mengumumkan bahwa bagi yang sering masbuq (terlambat sholat) ada kesempatan memperbaiki catatannya dengan melaksanakan kebaikan berupa sholat di shaf pertama.
Besoknya selama seminggu, shaf pertama langsung penuh oleh anak-anak dengan catatan masbuq. Mereka langsung menjaga waktu sholat.
"Pak, sholat di teras ini masih terhitung shaf pertama g?" tanya seorang santri yang tidak kebagian shaf pertama di dalam masjid.
"iya," jawab pak Kepsek.
Dan, seketika teras samping kiri dan kanan, penuuuuh...
"Pak, apalagi kebaikan yang bisa mengurangi catatan masbuq?" tanya seorang siswa yang sering masbuq.
"mabit di masjid", jawab pak kepsek.
Dan malamnya pak Kepsek menyaksikan ada beberapa anak yang zikir dan mengaji di masjid.
Masya Allah....
Demi "pulang", agar bisa berkumpul dengan keluarga yang dirindukannya, menikmati masakan bundanya yang lezat, tidur di kamarnya yang nyaman, mereka berusaha memperbaiki catatan buruk mereka.
Saya jadi terbayang kejadian kemarin. Karena Alyssa masih di rawat di rumah sakit, tadinya kami berencana tak menjemput Sayyid. Sayyid rencananya dititipkan saja ke salah satu orang tua murid yang menjemput.
Namanya emak, timbang sana timbang sini, kok rasanya g tega. Membayangkan hati si bujang yang masgul karena temannya dijemput orang tuanya, dia tidak. Orang bercanda ria, dia diam dalam kesendirian.
Saya jadi ingat tulisan ibu dari anak pesantren Husnul Khotimah yang meninggal karena ulah preman. Bahwa surganya anak adalah orang tuanya.
Betapa bahagianya mereka ketika dikunjungi orang tuanya ke pesatrennya. Betapa bahagianya mereka ketika bertemu orang tuanya. Betapa bahagianya mereka dijemput dan pulang bersama orang tua.
Ooh...emak langsung meleleh.
Langsung minta ijin ke ayahnya untuk besok menjemput si bujang. Alyssa dijaga ayah aja. Ayahpun mengijinkan.
Setelah dua kali menelpon di perjalanan, "Ibu sudah sampai mana?", akhirnya wajah sumringahnya pun menyambut saya di masjid sekolah.
Dengan wajah bahagia dia memberikan rapornya. Minta saya segera melihat. Tapi karena acara mau mulai, saya tunda melihat rapornya. Dan sepanjang acara, lanjut dengan konsultasi dengan wali kelas dan mentor, dua kali dia bertanya, "ibu sudah liat rapor Sayyid?"
Akhirnya saya baru bisa lihat rapornya dalam perjalanan pulang. Pantas saja dia sangat ingin saya melihat rapornya. Ada dua angka 100 tertera di sana. Dan catatan masbuqnya 0. 😄
Alhamdulillah, oase kenikmatan setelah ujian hati selama 3 hari ini.
Dan yg bikin hati sumringah adalah catatan dari wali kelas.
"Sayyid ini anaknya sangat unik, bunda. Dapat nilai jelek dia senyum, dapat nilai bagus dia senyum, saat susah dia senyum. Bahkan ketika mau ditegur, dia datang ke saya pun dengan senyum. Jadi g tega...."
Hahaa....orang tua kelas X-1 jadi tertawa semua. Bahkan mama Shiddiq di sebelah saya langsung berbisik, "saya paling senang liat foto sayyid. Selalu tersenyum."
Duuh.... Kebahagian kecil yg membuat hati emak jadi lapang.
Mari kita pulang, nak. Kita rehat dulu untuk kemudian berjuang kembali.😀😀💪💪

Karawang, 28 September 2019
#CurahanhatimakASA

Transisi Hidup



Tak terasa....
Sudah 2 bulan si gadis di tanah rantau. Ehh...terbalik ya? Saya yang di rantau, ia yang di kampung halaman. 😂😂
Si gadis sepertinya mengalami "geger akademis". Loncatan perpindahan anak sekolah dangan anak kuliah, terlalu jauh. Ketika SMA di pesantren, di mana jarak asrama dengan gedung sekolah hanya sepelemparan batu. Sekarang jauuuh..... Kurang lebih 18 km. Kalau nebeng sama om, bisa ngirit ongkos. Kalau jadwal kuliah siang, alamat naik angkutan umum sampai 3 kali. Naik ojek online? 31 rabu sekali jalan. Lumayan banget. 😅😅
Belum lagi pelajaran dan segala kegiatannya. Jauh sekali antara SMA dan kuliah. Sekarang, Quis dan tugas setiap hari. Masa ospek yang masih berlangsung hingga desember. Ekskul, mempersiapkan kegiatan tingkat di bulan November nanti dan lain-lain...dan lain-lain.
Tenaga terkuras, pikiran terkuras. Tapi yang paling ngenes, isi dompet terkuras. 😁😁
Sampai-sampai bendera putih berkibar.. Minta tambahan dana.
Kalau dulu, ketika bertelepon, rutinitas pertanyaan kami adalah bagaimana keadaannya. Sekarang rutinitas kami jadi bertambah nanyain uang, "masih cukup?" 😀

****
Seminggu yang lalu ia baru saja mengikuti bakti sosial mahasiswa baru Fakultas Kedokteran. Ada 3 jurusan yang tergabung, Kedokteran, Kebidanan dan Psikologi.
Baksos di adakan di desa Sumanik, Batusangkar, Sumbar. Penduduk desa sudah menyiapkan rumah-rumah buat mereka tinggal. Kegiatan baksos meliputi, pemeriksaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, sunatan masal, mengajar di sekolah-sekolah dan melakukan tes IQ, tes minat bakat serta memberikan training motivasi.
Meskipun ini judulnya bakti sosial mahasiswa baru, tapi yang turun untuk pemeriksaan kesehatan, sunatan, tes IQ dan tes minat bakat adalah para ahlinya. Yaitu dokter umum, dokter spesialis, bidan dan psikolog. Mahasiswa baru hanya bertindak sebagai asisten.
Ketika pemeriksaan kesehatan, datanglah seorang kakek yang mengeluh nafasnya agak sesak,
Dokter : bapak merokok?
Kakek : tidak pak dokter.
Kemudian dilakukan pengetesan pernafasan si kakek. Ternyata indikator alat menunjukkan warna kuning. Berarti si kakek fix perokok.
Dokter : jadi kapan bapak terakhir merokok?
Kakek : tadi malam

😂😂😂😂😂😂😂
Terjadi perbedaan sudut pandang rupanya. 😁

Dan malamnya mereka dihibur oleh penduduk kampung Sumanik dengan kesenian randai. Randai ini merupakan sebuah kesenian tradisional Minang yang menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu. Dan drama yang mereka mainkan adalah drama komedi yang sukses membuat civitas akademika Universitas Andalas Fakultas Kedokteran terpingkal-pingkal.

*****
Nikmatilah, nak.
Nikmati dunia perkuliahanmu. Susah dan senang, nikmati dengan hati lapang. Susah dan senang adalah kawan hidup. Silih berganti mereka menempamu.
Dan jangan lupa berteman dengan siapa saja, tapi PILIH sahabatmu. Karena mereka bisa mewarnaimu. Pilihlah sahabat yang sholeh/sholihah yang mau mengingatkanmu kepada kebaikan.
Dan yg utama, dekatkan dirimu dengan Sang Pencipta.

Karawang, 4 September 2019
#curhatmakASA


******
tulisan ini saya unggah ke FB.
dan salah satu komen yang membuat saya terharu adalah

Sukmawati Pipin Bu, setiap ibu menuliskan tentang Anak2 Sy kok jd auto nangis (terharu) ya bu. Seperti nya Anak2 bangga sekali punya ibu.

Powered by Blogger.