Pelecut itu Bernama Hadiah





“Saya tak pernah memberi anak saya hadiah kalau dia melakukan suatu kebaikan atau prestasi. Nanti ia melakukannya hanya karena ingin hadiah. Bukan ikhlas karena Allah. Kalau tidak ada hadiah, dia tidak mau melakukannya.”

“Saya bahkan menekankan melakukan suatu itu niatnya harus karena Allah. Nanti Allahlah yang akan membalasnya.”

Ya… tidak sekali dua kali saya jumpai orang tua yang seperti ini. Salah? Tentu tidak. Setiap keluarga tentu memiliki kebijakan masing-masing. Hanya saja bagi saya, seorang anak itu butuh bukti kongkrit. “Nanti Allah yang akan membalasnya, nanti kamu masuk surga”, itu suatu hal yang jauh dari logika mereka sebagai anak terutama balita.

Dalam proses membentuk suatu perilaku baik pada anak  agar menjadi habit atau kebiasaan, bukanlah perkara yang mudah. Baik bagi orang tua yang harus mencontohkan dan mengingatkan berulang-ulang, maupun bagi si anak sehingga perilaku itu bisa menjadi kebiasaannya sehari-hari. Kadang butuh waktu berminggu, berbulan bahkan bertahun agar perilaku baik itu menetap menjadi karakternya. Dan kadang banyak emosi selama prosesnya. Sedikit hadiah ketika ia berhasil melakukan perilaku baik, itu akan lebih mempermudah dan membahagiakan bagi kedua belah pihak. Si anak senang diberi hadiah karena usahanya dalam berubah mendapat apresiasi dari orang tuanya sedangkan orang tua juga bahagia melihat anaknya bahagia atas hadiah kecil darinya.

Saya masih ingat sekali ketika saya masih kecil, mungkin sekitar TK atau kelas 1 SD (gini-gini saya TK lho…malah 2 tahun), atau sekitar tahun 1978-1979, ayah saya membiasakan kami beradik-kakak untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Siapa saja yang berpuasa mendapat hadiah uang jajan. Tau jumlahnya? Rp 100,- untuk yang berpuasa full sampai maghrib dan Rp 50,- untuk yang berpuasa setengah hari. Bagaimana reaksi kami ketika itu? Tidak sabar menunggu ayah bertanya ketika akan berangkat sholat tarawih ke mesjid, “Siapa yang puasanya full? Siapa yang puasanya setengah hari?”

Dan ayahpun langsung membagikan uangnya sehingga kami bisa jajan ketika jeda antara sholat Isya dan sholat Tarawih. Sungguh…kenangan tentang ayah di bagian pembelajaran puasa ini, sangat manis terasa. Semoga ibadah puasa yang rutin kami lakukan dan juga amal lainnya, menjadi amal jariyah bagi ayah tercinta rahimahullah.

Dan apakah kami masih mengharapkan hadiah ketika puasa Ramadhan sudah menjadi wajib hukumnya bagi kami setelah akil baliq? Alhamdulillah tidak. Karena puasa itu sudah menjadi kebiasaan bagi kami. Tapi proses pembiasaan suatu kewajiban itu menjadi proses yang menyenangkan bagi kami dengan hadiah uang dari ayah. Padahal jumlahnya tidak seberapa karena ayah bukanlah orang kaya. Tapi bagi otak kecil kami, ayah sangat baik, ayah mencintai kami karena menghargai beratnya usaha kami belajar puasa menahan haus dan lapar sepanjang hari.

Saya pun begitu. Berusaha mempermudah proses pembentukan kebiasaan suatu perilaku baik dengan hadiah-hadiah kecil. Salah satu contoh, ketika anak laki-lakiku, Sayyid, TK besar (5 tahun), ada seorang teman sekelasnya yang super cengeng. Kesenggol dikit nangis. Colek dikit nangis. Dan anakku orangnya iseng. Maka setiap hari ia menyenggol atau mencolek si anak. Dan setiap hari pula si anak itu menangis karena ulah anakku. Segala macam nasehat, baik yang diucapkan dengan lemah lembut sampai dengan nada tegas, bahkan mengancam pun sudah kulakukan, saking gregetannya. Tapi dia tidak peduli.

Akhirnya kuterapkan program bintang. Kalau dalam 1 hari ia tidak mengganggu temannya, maka ia akan mendapatkan 1 bintang kecil. Tapi kalau gagal maka ia mendapatkan telur busuk (zonk). Kalau dalam seminggu ia mendapatkan 5 bintang kecil (5 hari sekolah), maka ia akan mendapat 1 buah bintang besar dan berhak atas hadiah mingguan. Kalau dalam 1 bulan ia berhasil mendapatkan 4 bintang besar maka ia berhak atas hadiah bulanan. Kuminta wali kelasnya untuk mengisi program yang kutulis di selembar karton itu. Karena beliaulah yang melihat langsung proses di sekolah. Alhamdulillah, sang wali kelas sangat kooperatif dan menyambut gembira ide itu.

Ternyata, iming-iming hadiah sangat ampuh. Dia mulai menahan diri. Ketika hari ke-4 dari program, kami sekeluarga pergi ke toko buku. Si uni (kakak) membutuhkan buku pelajaran sekaligus membeli beberapa buku cerita yang diinginkannya sebagai hadiah karena rajin membantu. Diapun ikut asyik memilih buku cerita. Kesukaannya komik.

“Ibu, Sayyid beli buku Doraemon ini ya?”
“Boleh. Tapi nanti, kalau bintang Sayyid minggu ini sudah 5.” Jawabku.

Masih berharap, dia cari buku lain.
“Bu, buku Naruto ini bagus. Seru. Sayyid mau ya, satu?” rayunya.
“Iya, sepertinya bukunya seru. Tapi nanti ya, kita beli kalau bintang Sayyid sudah 5”, saya tak bergeming sambil tersenyum.

Dia belum putus asa. Mencari lagi.
“Bu, buku binatang ini bagus. Ada dinosaurusnya. Sayyid mau baca. Beli ya, Bu?”
“Waaah….ini memang buku bagus. Insya Allah kita beli kalau bintang Sayyid sudah 5 ya?”
“Kan…bintang Sayyid sudah 4 bu. Sudah mendekati 5”. Usaha terus  😀
“Mendekati tapi belum 5. Sayyid sabar ya?”.

Ajaibnya, kata sabar yang saya ucapkan membuat ia berhenti merayu saya untuk membelikannya buku. Sepertinya ia paham, sekeras apapun ia merayu, ibu takkan goyah. Ia berhenti merayu tanpa sedikitpun merajuk.

Dan hanya butuh 2 minggu saja program bintang itu dijalankan. Sayyid tak pernah iseng lagi. Alhamdulillah, saya tak perlu repot-repot lagi menasehati apalagi mengancam dia.

Saya pernah membaca buku berjudul “Rahasia sukses 3 Hafizh Qur’an Cilik Mengguncang Dunia”. Ketika sang ibu ditanya salah satu tipsnya dalam membentuk Hafizh Qur’an Cilik, jawabannya adalah memberi hadiah. Beliau menyediakan sebuah box berisi bermacam-macam hadiah. Mulai dari coklat sampai mainan mobil-mobilan, pistol-pistolan, hewan mainan plastik dan lain-lain. Kalau hafalan mereka bagus, mereka dipersilahkan memilih hadiah yang disukainya. Tapi kalau hafalan mereka biasa-biasa saja, sang ibu tetap memberikan hadiah. Hanya saja mereka tidak boleh memilih. Luar biasa bukan? Hadiah memang menyemangati anak-anak.



Lain lagi dengan negara Turki. Negara yang terpuruk setelah mempraktekkan sistem sekularisme itu, perlahan-lahan bangkit setelah Presiden Erdogan membawa negara itu ke arah yang Islami. Saya ingat cerita Aa Gym ketika dulu pernah berkunjung ke Turki. Beliau bercerita bahwa di sana susah sekali mencari orang yang hafal Al Fatihah. Al Fatihah? Ya… Al Fatihah yang selalu kita baca minimal 17 kali dalam sehari di waktu sholat itu, tak hafal oleh mereka. Berarti mereka jarang sholat. Mereka memang dijauhkan dari nilai-nilai Islam ketika Mustafa Kemal Attaturk memimpin negara ini dan merubahnya dari sistem khilafah menjadi negara sekuler.

Salah satu usaha mereka untuk membawa masyarakatnya kembali kepada Islam, terutama anak mudanya adalah memberikan hadiah sepeda kepada siapa yang rajin sholat berjamaah ke masjid selama 40 hari. Dengan kampanye “Rajin ke Masjid, kumpulkan poin untuk dapatkan sebuah sepeda.” Dan sekarang bisa kita saksikan sholat Subuh di sana sama seperti sholat Jumat mereka. Meluber sampai ke luar masjid.


Kantor Lembaga Fatwa provinsi Siirt, Ahad/26-2-2017 memberikan 80 sepeda sebagai hadiah untuk anak-anak berumur antara 7 hingga 17 tahun dalam sebuah kampanye "Rajin ke Masjid"


Dan untuk memacu semangat menghafal Qur’an bagi pemudanya, pemerintah Turki memberikan hadiah umroh kepada setiap penghafal 30 juz. Lihatlah foto mereka di bawah ini. Ada 2000 penghafal Qur'an yang mendapat hadiah dari pemerintah Turki. Amat banyak bukan? Benar-benar luar biasa.



  

Dan memang fitrahnya manusia senang menerima hadiah. Bahkan Rasulullah bersabda,

Hendaknya kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, lihat Shahihul Jami’ [3004] dan Al Irwa’ [1601])

Indah sekali bukan? Hadiah memang pengikat hati.

Tentu hadiah itu tidak selalu harus berupa benda. Ada banyak hadiah yang murah meriah yang dapat kita berikan kepada anak. Makanan kesukaan mereka, pergi ke suatu tempat yang mereka sukai, memainkan permainan yang mereka sukai bersama, atau hanya sekedar pujian yang disertai pelukanan dan ciuman, itu adalah hadiah sederhana tapi tak kalah dahsyat efeknya.

Di bandingkan dengan kedua kakaknya, si bungsu Alyssa (kelas 5 SD) paling susah bangun pagi. Kadang pakai adegan marah dulu bahkan disertai dengan air mata di pagi hari. Setelah motivasi ke sejuta kali, suatu hari ia bangun sendiri jam 4.30. Padahal saya belum membangunkannya. Reaksi saya? Langsung memeluk dan menciumnya sambil berkata, “Masya Allah, Alyssa luar biasa! Sudah bisa bangun sendiri.” Kemudian tanpa di suruh ia langsung mandi, berpakaian dan sholat Subuh.

Keesokan harinya ia bangun sendiri lagi dan langsung mandi kemudian sholat. Saya masih memeluk, mencium dan memuji. Hari ketiga, masih seperti itu. Saya berkata, “Luar biasa, Alyssa sekarang sudah punya body clock untuk bangun pagi.” Dan hari berikutnya ketika ia bangun sendiri kembali, ia berkata dengan bangga, “Alyssa sudah punya body clock ya, Bu?”

Dan sekarang setelah sholat Subuh, yang ia pegang adalah sapu. Langsung menyapu rumah dari teras sampai ke dapur. Dan dalam perubahan tingkah laku ini tak sekalipun hadiah melayang kepadanya. Hanya pelukan, ciuman dan pujian. Murah meriah bukan?

Jadi dapat kita simpulkan manfaat hadiah atau reward adalah:
1.      Dapat memotivasi anak
2.      Membantu mempermudah proses pembentukan perilaku anak ke arah yang positif
3.      membahagiakan
4.      Memperkuat kasih sayang atau rasa cinta

Bagi anak, hadiah itu lebih dari sekedar benda bagi mereka. Bagi anak, hadiah itu adalah suatu bentuk penghargaan dari orang tua kepada mereka. Siapa yang tidak mengenang hadiah dari orang tuanya ketika ia berhasil melakukan suatu kebaikan di waktu kecil? Rasanya tidak ada. Anda pasti senyum-senyum mengenang kebaikan orang tua memberi hadiah ketika anda melakukan suatu kebaikan, bukan? Coba cek, apakah hadiahnya yang membuat anda senang atau kebaikan orang tua yang sudah menghargai usaha anda? Tentu yang kedua bukan?

Tapi, benarkah anak yang diberi hadiah akan terus melakukan sesuatu karena hadiah? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Itu tergantung bagaimana cara orang tuanya dalam memberi hadiah. Pemberian hadiah harus ada kontrol sehingga tidak menjadi bumerang bagi orang tua. Yaitu anak melakukan sesuatu ketika ada hadiah. Dan enggan melakukannya ketika hadiah tidak ada.

Berikut ini tips kontrol dalam memberikan hadiah 
1.  Berikan hadiah ketika perilaku yang diinginkan sudah berulang kali ia lakukan. Seperti contoh di atas, Sayyid mendapat hadiah mingguan kalau dalam 1 minggu ia mendapatkan 5 bintang kecil atau 5 hari berturut-turut tidak mengganggu teman. Atau misal sudah 10 hari bangun pagi, sudah 7 kali membantu menyapu dalam seminggu.
2.    Tidak memberikan hadiah yang terlalu mahal harganya.
3.    Pilih hadiah dalam bentuk benda yang mereka sukai dan berbeda-beda jenisnya di setiap kesempatan. Hal ini dimaksudkan agar daya tarik anak terhadap hadiah tetap besar. Seperti yang dipraktekkan oleh Ibu dari 3 Hafidz cilik dunia.
4.  Tidak terlalu sering memberi hadiah berupa materi. Selingi dengan hadiah non materi seperti makanan kesukaan, bermain bersama, pergi ke tempat yang anak sukai atau memuji sambil memeluk dan mencium.

Pemberian hadiah kepada anak ketika ia berhasil mengubah perilakunya menjadi lebih baik ataupun atas prestasi yang ia raih, pada dasarnya mengandung banyak kebaikan. Tapi kalau tak bijak dalam memberikannya maka ia akan menjadi bumerang bagi orang tua.

Tumbuh Kembang Karawang Bersama Galuh Mas




Suatu malam di tahun 2003, suami menyampaikan bahwa kami sekeluarga harus pindah ke Karawang karena beliau dipindahtugaskan oleh kantornya ke sana. Terus terang, tak banyak yang saya tahu tentang kota kecil ini. Selain julukannya sebagai Kota Lumbung Padi, juga dari puisi Khairil Anwar “Antara Karawang-Bekasi” dan selebihnya… saya tidak tahu apa-apa lagi.

Karena si sulung kami sudah mendaftar di suatu TK di kota domisili kami yaitu di Bogor, maka kepindahan kami ditunda. Hanya suami saja yang bolak-balik Karawang-Bogor. Akhirnya, pertengahan tahun 2007 kami baru bisa pindah ke Karawang.

Benar saja, kota Karawang hanyalah sebuah kota kabupaten yang kecil. Pembangunan hanya terpusat di daerah seputaran kantor Pemerintah Daerah. Selebihnya seperti tak ada denyut nadi pembangunan. Kalau dilihat jarak dari Jakarta jaraknya cukup dekat, sekitar 50 km, apalagi dari Bekasi hanya 30 km, tapi perbedaannya dari segi infastruktur, pendidikan dan tempat hiburan, jauuuhhh…

Kalau kami butuh belanja yang lengkap, kami harus ke Jakarta atau Bekasi. Mau membeli baju distro, kami harus ke Bogor atau Bandung. Mau ke bioskop 21 atau XXI, kami ke Jakarta atau Lippo Cikarang. Mau ke toko buku yang terlengkap, kami harus ke Matraman, Jakarta. Anak-anak mau ke water boom, kami harus ke Cikarang atau Bogor. Pokoknya, kami harus keluar dari Karawang. Di samping merepotkan, biaya yang dikeluarkan juga cukup besar. Karena ada tambahan uang transport, uang tol dan makan-makan. Belum lagi, harus menunggu suami punya waktu untuk mengantarkan karena jaraknya yang cukup jauh bagiku untuk menyetir sendiri.

Makanya, ketika Galuh Mas memulai pembangunan di Karawang tahun 2007, yang ternyata tidak jauh dari tempat tinggalku, terbitlah harapan akan sebuah kota mandiri yang modern dan lengkap sehingga aku dan keluarga tidak perlu jauh-jauh melangkahkan kaki ke luar kota Karawang untuk sekedar belanja atau mencari hiburan pelepas rutinitas sekaligus juga bisa memperkuatkan bonding orang tua dan anak-anak.

Sebelum melangkah jauh, ada baiknya kita lihat sejenak kisah kota Karawang yang bertransformasi dari kota lumbung padi menjadi kota industri. Tak tanggung-tanggung kota industri terbesar se-Asia Tenggara.

Dengan sudah jenuhnya pembangunan di kota Jakarta, maka pemerintah melirik kota penyangga di sekitar Jakarta sebagai alternatif pembangunan di sektor industri. Maka mulailah pemerintah melirik kota Bekasi. Setelah kota Bekasi menjadi padat oleh industri dan pertumbuhan penduduk, maka diperlukan alternatif berikutnya. Terpilihlah daerah subur, kota Karawang yang memiliki luas daerah sekitar 1.737,30 km (sumber: www.karawangkab.go.id).

Saat ini ada tujuh buah kawasan industri besar yang di bangun di Karawang yaitu, kawasan industri Indotaisei, kawasan industri Karawang Indah Industrial Complex (KIIC), kawasan industri Mitra Karawang, kawasan industri PT. Timor Putra Nasional, kawasan industri Kujang Cikampek, kawasan Industri Surya Cipta, dan kawasan industri Karawang Jawa Barat Industrial Estate (KJIE). Luas kawasan industri ini mencapai 13.718 hektare atau 7,85 persen dari luas Karawang, sehingga menjadikannya sebagai kawasan industri terluas tak hanya di Indonesia tapi bahkan di Asia Tenggara.

Berdasarkan data dari situs Pemerintah Kabupaten Karawang, jumlah industri besar dan industri kecil hingga 2015 sebanyak 10.252 industri. Mencakup industri otomotif, elektronik, tekstil, baja, manufaktur, farmasi, dan lain-lain. Lebih dari 50 persennya merupakan penanaman modal asing (PMA).

Dengan ribuan industri yang padat karya tersebut, menyebabkan pertambahan penduduk yang cukup signafikan di Karawang. Data kependudukan Karawang, menunjukkan jumlah penduduk Karawang tahun 2003 adalah sebanyak 1.903.511. dan di tahun 2015 sudah berjumlah 2.273.579. Berarti terjadi pertambahan penduduk sebanyak 370.068 dalam kurun 12 tahun. Atau pertumbuhan jumlah penduduk Karawang sekitar 1,62 % per tahun.

Dan tentu saja mereka semua membutuhkan sandang, pangan, papan dan hiburan.

Kehadiran kaum urban kelas menengah ini tentu membutuhkan sandang, pangan, papan dan hiburan yang juga berkelas. Kebutuhan ini segera dipenuhi oleh PT. Galuh Citarum. Dengan mengusung konsep kota yang terintegrasi, maka dikembangkanlah pusat hunian Galuh Mas  di atas lahan seluas 180 Ha sejak 2007. Lokasinya pun sangat strategis, yakni di pusat kota Karawang dan hanya perlu 8 menit menuju exit tol Karawang Barat serta 9 menit menuju kawasan industri.

Dalam waktu singkat komplek hunian itu pertumbuhannya kian pesat. Sarana sosial seperti rumah sakit, tempat ibadah, sekolah dan tempat hiburan berdiri. Begitu pula sarana umum. Taman- taman hijau menghiasi komplek pemukiman, dan jalur hijau serta jalan - jalan beraspal mulus semakin memanjakan masyarakat Karawang.

Pedestrian di depan Festive Walk Mall

Hingga saat ini, Galuh Mas telah memiliki 11 cluster hunian, 11 ruko, dan 1 proyek housing yakni Rukost (Rumah Kost). Sebelas buah cluster hunian landed housing Galuh Mas yaitu cluster Court Yard, City View, Grand Mediterania, Gardenia Park, Metropolis, May Flower, New Victorian, Pesona Mediterania, Victorian Residence, Primrose, dan River Garden.

Sebelas ruko yang juga berfungsi sebagai hunian commercial Galuh Mas yaitu Ruko Court Yard, Ruko Grand Plaza, Ruko Arcadia, Ruko Emporium, Ruko Terraz, Ruko Primerose, Ruko Emerald Hill, Ruko Broadway, Ruko Mediterania, Ruko City Walk, Pasar Bersih Karawang, dan Ruko Street Festival.

Dan proyek housing Galuh Mas adalah Rukost. Rukost ini dibangun dengan konsep rumah kos. Suatu konsep yang terbilang baru di industri properti, khususnya di Karawang. Dapat dikatakan bahwa Galuh Mas Karawang adalah pusat hunian yang menjadi pioneer konsep hunian baru ini. Saat ini Rukost merupakan proyek andalan Galuh Mas saat ini.

Sebelas (11) cluster hunian, 11 ruko, dan 1 housing, benar-benar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Karawang akan perumahan yang berkelas dan nyaman. Terbukti dengan laris manisnya setiap hunian.

Suatu sudut di Seberang SPBU Galuh Mas

Selain hunian yang nyaman, Galuh Mas juga dilengkapi dengan fasilitas komersil yang terintegrasi dalam satu kawasan yang disebut dengan Central Business Park (CBP). CBP berada di jantung kota mandiri Galuh Mas Karawang dengan luas sekitar 20 ha. Di dalamnya terdapat empat proyek komersil besar milik Galuh Mas Karawang.

Proyek komersil besar pertama di Galuh Mas Karawang adalah Karawang Central Plaza (KCP). Pusat belanja dan gaya hidup masyarakat Karawang  ini dibangun sejak tahun 2012 di atas lahan 3,8 ha dengan luas bangunan 25ribu m2.

Karawang Central Plaza dilihat dari arah KFC Galuh Mas

Yang kedua Technomart. Mall 3 lantai ini menyediakan beragam kebutuhan hobi, otomotif, perlengkapan teknik, industri, elektronik, dan furniture. Mall ini resmi dibuka pada Februari 2015. Technomart juga dilengkapi oleh area test drive seluas 2,2 ha yang selain digunakan sebagai tempat uji coba kendaraan baru, juga akan menjadi lokasi acara atau event promo berskala nasional, resmi dibuka sejak November 2014.

Techno Mart di malam hari

Fasilitas komersil yang ketiga adalah Hotel Mercure. Hotel berbintang empat yang terdiri dari 12 lantai, hasil kerja sama Galuh Mas dengan grup Accor yang mengatur manajemen operasional hotel. Hotel ini resmi beroperasi pada Oktober 2015. Hotel ini menjawab kebutuhan para business trip yang sering melakukan perjalanan bisnis ke Karawang. Tapi tak sedikit pula diisi oleh keluarga yang ingin bersantai. Saya memiliki teman yang tinggal di Cluster Court Yard, yang setiap libur sekolah bahkan kadang juga di waktu weekend, selalu menginap di hotel Mercure ini. Padahal jarak rumahnya dengan Hotel Mercure ini hanya sepelemparan batu. Tapi kalau sudah cinta, ape nak di katee… hehehee. 😍😍

Hotel Mercure di malam hari dilihat dari Mall Festive Walk

Memang, hotel Mercure yang cozy, membuat jatuh cinta siapa saja. Termasuk para karyawan berbagai perusahaan yang lebih memilih rapat kerja di salah satu dari 7 ruang meeting di business area yang terdapat di lantai mezanine Hotel Mercure ini.

Fasilitas komersil yang keempat, mall Festive Walk. Festive Walk Mall, yang merupakan pusat gaya hidup, resmi beroperasi pada Desember 2015. Di sini aneka hiburan, kuliner dan belanja terlengkap di Karawang, tersedia. Bahkan pertama kalinya bioskop sekelas 21 hadir di Karawang, ada di sini yaitu yaitu CGV Blitz. Benar-benar memanjakan.

Festive Wall Mall di lihat dari taman

Selain itu Galuh Mas Karawang menghadirkan wahana hiburan keluarga yaitu Wonderland Adventure Waterpark. Waterpark berukuran 3 Ha ini telah hadir di Galuh Mas sejak Juni 2014.

Wonderland Anventure

Bahkan toko buku terbesar di Indonesia yaitu Gramedia, juga hadir di sini. Dengan gedung 3 lantai, toko Gramedia hadir persis di sebelah Mall Festival Walk. Kehadiran Gramedia ini disambut dengan sangat gembira oleh masyarakat Karawang, termasuk keluargaku yang sangat suka membaca. Dan khususnya buat putri sulungku yang saat ini duduk di kelas 2 SMA. Sedari pembangunan gedung Gramedia ini di mulai, sudah ia nantikan dengan antusias. Dan yang lebih membuatnya gembira, dua buah buku karyanya yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan Bandung, turut nangkring di salah satu rak Gramedia. Ya…dia adalah penulis remaja yang sudah menerbitkan 4 buah buku.

Toko buku Gramedia

Putri sulungku, Annisa Muthia dengan buku karyanya di depan salah satu rak di Gramedia Karawang

Setelah hampir 11 tahun saya di Karawang, seiring dengan pembangunan yang dilakukan oleh Galuh Mas, sungguh, saya melihat suatu loncatan perubahan yang sangat signifikan bagi kota Karawang, khususnya daerah Teluk Jambetimur, Karawang. Dari hanya hamparan tanah tak beraturan, kosong, sekarang menjelma menjadi perumahan yang indah tertata apik, deretan pusat perbelanjaan dan hiburan yang membuat warganya tak perlu lagi keluar kota, pusat bisnis yang memberi peluang bagi warganya untuk ikut terlibat sebagai pelaku bisnis dan bisa menambah pendapatan, juga pusat bisnis ini banyak menyerap tenaga kerja dari warga sekitar.

Sebuah kawasan yang sepi dan tidak bergairah, telah disulap oleh PT. Galuh Citarum menjadi kota modern yang indah, maju dan menjadi pusat bisnis dimana uang selalu berputar.

Alhamdulillaah….saya ikut menjadi saksi bagaimana perubahan kota Karawang dari sebuah kota kabupaten kecil yang tidak diperhitungkan menjadi sebuah kota industri yang modern dan nyaman yang mulai diperhitungkan di Indonesia maupun Asia. Dan Galuh Mas, punya andil yang sangat besar membuat perubahan itu. 



Taman Galuh Mas

*Catatan

Semua foto yang ditampilkan adalah hasil jepretan penulis.

Tulisan ini saya ikut sertakan dalam perlombaan Blog Cometition yang diselenggarakan oleh Galuh Mas Karawang dan berhasil meraih juara Favorite





Romantika Bertelepon



Ba'da Maghrib, saya dapat telepon dari si sulung yang bersekolah di SMAIT Assyifa Boarding School, Subang, Jawa Barat. Hari Kamis adalah jadwal menelponnya. Jadwalnya meneleponnya dimulai dari setelah sholat Dhuhur sampai jam 9 malam.
Dia bercerita, kegiatannya bertelpon ria denganku dikomentari oleh temannya. 
"Heran ya si Muthi, hal-hal remeh-temeh aja dia ceritakan sama ibunya di telepon. Kalau aku, keburu tidur umiku mendengarnya." 
"Untuuung...ibu gak begitu. Sayaaaang... deh sama ibu." lanjutnya. 😍😍😍
Saya langsung tertawa mendengar ceritanya di telepon barusan.
Memang, begitulah ia. Semua hal ia ceritakan. Dan saya selalu senang mendengarnya. Bagaimana tidak senang? Dalam seminggu kami hanya bisa bertukar cerita 1 kali. Itupun hanya sekitar 0.5 - 1 jam. Bisa mendengarkan suaranya, merasakan kegembiraannya atau kesedihannya juga kegalauannya adalah hal-hal saya rindukan dari minggu ke minggu.
Kalau dulu bisa memeluknya setiap saat, sekarang mendengarkan suaranya saja, sudah cukup sebagai pelipur lara. Bagaimana mungkin saya akan tertidur di saat dia bercerita meskipun itu cuma hal remeh-temeh yg bagi orang lain tak penting?
Sebagaimana kita yang rindu, rindu yang mereka (anak-anak pesantren) rasakan lebih berat lagi. Di saat mereka bahagia, tak ada orang tua yang langsung memeluk. Di saat sedih, tak ada orang tua yang membelai. Bahkan air mata yg mengalir pun harus disembunyikan karena tak ada ruang privacy di kamar yg diisi beberapa teman. Tak bisa bermanja, tak bisa bercengkerama, tak bisa makan masakan ibu, itu adalah siksaan rindu bagi mereka. Sebuah harga yang harus mereka tunaikan untuk ilmu dan kemandirian yang berguna bagi masa depan mereka kelak.
Makanya, saya suka sedih mendengar cerita Muthi. Tentang orang tua yang kata pembuka ketika menelepon adalah, "Bagaimana pelajarannya? Ada ulangan? Nilainya berapa?" sehingga si anak merasa nilai lebih berharga dibandingkan dirinya. Tentang orang tua yg selalu sibuk sehingga tak sempat menerima telepon atau menelepon anaknya. Sehingga anaknya perih menahan perasaan rindu dan perasaan diabaikan. Juga tentang orang tua yang tertidur ketika anaknya menelepon dan bercerita remeh-temeh. Sueeerrr....kisah 'ajaib' tentang orang tua yang tertidur ketika menerima telepon anaknya ini memang terjadi. Dan tidak sekali.😅😅😅
wahai ayah dan ibu, fokuslah pada dirinya ketika sedang menelepon. Jadikan ia yang terpenting. Pertama kali, tanyalah keadaannya. Apakah minggu ini ia sehat, apakah pertemanannya baik-baik saja? Pelajaran dan tugas mah.... terakhir. Dijamin ia akan bercerita dengan antusias. Dan jadilah pendengar yg baik. Tapi awaaas.....jangan tertidur. 😁😁😁
Walaupun saya bukanlah ibu yg sempurna, tapi saya selalu berusaha menjadi sahabatnya. Berusaha menjadi pendengar yg baik. Walau kadang suka tak tahan juga, menyelak ceritanya dg komen-komen khas emak-emak yang selalu ingin menasehati. Hubungan kami juga tak selalu mulus. Sesekali ada pertengkaran-pertengkaran kecil yang juga turut mewarnai. Tapi...kata maaf dan pelukan selalu mengakhirinya. Ia tak segan meminta maaf, sayapun tak gengsi meminta maaf.
Dari dulu sampai sekarang, kalau kami pergi bersama, ia selalu menggandeng tangan saya. Dulu sempat saya merasa agak heran, biasanya para gadis ABG tak mau lagi menggandeng tangan ibunya ketika berjalan. Tapi dia sebaliknya. Dan ketika liburan kemaren ia berkata, 
"Kalau orang lain bangga menggandeng tangan pacarnya, Muthi bangga menggandeng tangan ibu". 
Hati saya pun gerimis. Semakin erat saya menggenggam tangannya. Sebelum tangan ini digantikan oleh tangan suami dan anakanaknya kelak.
Hmmm.....sudah dulu, sebelum hati yang melow ini menumpahkan air mata.

Karawang, 8 Maret 2018
Powered by Blogger.