“Saya tak pernah memberi anak saya hadiah kalau dia melakukan suatu kebaikan atau prestasi. Nanti ia melakukannya hanya karena ingin hadiah. Bukan ikhlas karena Allah. Kalau tidak ada hadiah, dia tidak mau melakukannya.”
“Saya bahkan menekankan melakukan
suatu itu niatnya harus karena Allah. Nanti Allahlah yang akan membalasnya.”
Ya… tidak sekali dua kali saya jumpai
orang tua yang seperti ini. Salah? Tentu tidak. Setiap keluarga tentu memiliki
kebijakan masing-masing. Hanya saja bagi saya, seorang anak itu butuh bukti
kongkrit. “Nanti Allah yang akan membalasnya, nanti kamu masuk surga”, itu
suatu hal yang jauh dari logika mereka sebagai anak terutama balita.
Dalam proses membentuk suatu perilaku
baik pada anak agar menjadi habit atau kebiasaan, bukanlah perkara
yang mudah. Baik bagi orang tua yang harus mencontohkan dan mengingatkan
berulang-ulang, maupun bagi si anak sehingga perilaku itu bisa menjadi
kebiasaannya sehari-hari. Kadang butuh waktu berminggu, berbulan bahkan
bertahun agar perilaku baik itu menetap menjadi karakternya. Dan kadang banyak
emosi selama prosesnya. Sedikit hadiah ketika ia berhasil melakukan perilaku
baik, itu akan lebih mempermudah dan membahagiakan bagi kedua belah pihak. Si
anak senang diberi hadiah karena usahanya dalam berubah mendapat apresiasi dari
orang tuanya sedangkan orang tua juga bahagia melihat anaknya bahagia atas
hadiah kecil darinya.
Saya masih ingat sekali ketika saya
masih kecil, mungkin sekitar TK atau kelas 1 SD (gini-gini saya TK lho…malah 2
tahun), atau sekitar tahun 1978-1979, ayah saya membiasakan kami beradik-kakak
untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Siapa saja yang berpuasa mendapat hadiah uang
jajan. Tau jumlahnya? Rp 100,- untuk yang berpuasa full sampai maghrib dan Rp
50,- untuk yang berpuasa setengah hari. Bagaimana reaksi kami ketika itu? Tidak
sabar menunggu ayah bertanya ketika akan berangkat sholat tarawih ke mesjid, “Siapa
yang puasanya full? Siapa yang puasanya setengah hari?”
Dan ayahpun langsung membagikan
uangnya sehingga kami bisa jajan ketika jeda antara sholat Isya dan sholat Tarawih.
Sungguh…kenangan tentang ayah di bagian pembelajaran puasa ini, sangat manis
terasa. Semoga ibadah puasa yang rutin kami lakukan dan juga amal lainnya,
menjadi amal jariyah bagi ayah tercinta rahimahullah.
Dan apakah kami masih mengharapkan
hadiah ketika puasa Ramadhan sudah menjadi wajib hukumnya bagi kami setelah
akil baliq? Alhamdulillah tidak. Karena puasa itu sudah menjadi kebiasaan bagi
kami. Tapi proses pembiasaan suatu kewajiban itu menjadi proses yang
menyenangkan bagi kami dengan hadiah uang dari ayah. Padahal jumlahnya tidak
seberapa karena ayah bukanlah orang kaya. Tapi bagi otak kecil kami, ayah
sangat baik, ayah mencintai kami karena menghargai beratnya usaha kami belajar
puasa menahan haus dan lapar sepanjang hari.
Saya pun begitu. Berusaha mempermudah
proses pembentukan kebiasaan suatu perilaku baik dengan hadiah-hadiah kecil.
Salah satu contoh, ketika anak laki-lakiku, Sayyid, TK besar (5 tahun), ada
seorang teman sekelasnya yang super cengeng. Kesenggol dikit nangis. Colek
dikit nangis. Dan anakku orangnya iseng. Maka setiap hari ia menyenggol atau mencolek
si anak. Dan setiap hari pula si anak itu menangis karena ulah anakku. Segala
macam nasehat, baik yang diucapkan dengan lemah lembut sampai dengan nada
tegas, bahkan mengancam pun sudah kulakukan, saking gregetannya. Tapi dia tidak
peduli.
Akhirnya kuterapkan program bintang.
Kalau dalam 1 hari ia tidak mengganggu temannya, maka ia akan mendapatkan 1
bintang kecil. Tapi kalau gagal maka ia mendapatkan telur busuk (zonk). Kalau
dalam seminggu ia mendapatkan 5 bintang kecil (5 hari sekolah), maka ia akan
mendapat 1 buah bintang besar dan berhak atas hadiah mingguan. Kalau dalam 1
bulan ia berhasil mendapatkan 4 bintang besar maka ia berhak atas hadiah
bulanan. Kuminta wali kelasnya untuk mengisi program yang kutulis di selembar
karton itu. Karena beliaulah yang melihat langsung proses di sekolah.
Alhamdulillah, sang wali kelas sangat kooperatif dan menyambut gembira ide itu.
Ternyata, iming-iming hadiah sangat
ampuh. Dia mulai menahan diri. Ketika hari ke-4 dari program, kami sekeluarga pergi
ke toko buku. Si uni (kakak) membutuhkan buku pelajaran sekaligus membeli
beberapa buku cerita yang diinginkannya sebagai hadiah karena rajin membantu. Diapun
ikut asyik memilih buku cerita. Kesukaannya komik.
“Ibu, Sayyid beli buku Doraemon ini
ya?”
“Boleh. Tapi nanti, kalau bintang
Sayyid minggu ini sudah 5.” Jawabku.
Masih berharap, dia cari buku lain.
“Bu, buku Naruto ini bagus. Seru.
Sayyid mau ya, satu?” rayunya.
“Iya, sepertinya bukunya seru. Tapi
nanti ya, kita beli kalau bintang Sayyid sudah 5”, saya tak bergeming sambil
tersenyum.
Dia belum putus asa. Mencari lagi.
“Bu, buku binatang ini bagus. Ada dinosaurusnya.
Sayyid mau baca. Beli ya, Bu?”
“Waaah….ini memang buku bagus. Insya
Allah kita beli kalau bintang Sayyid sudah 5 ya?”
“Kan…bintang Sayyid sudah 4 bu. Sudah
mendekati 5”. Usaha terus 😀
“Mendekati tapi belum 5. Sayyid sabar
ya?”.
Ajaibnya, kata sabar yang saya ucapkan
membuat ia berhenti merayu saya untuk membelikannya buku. Sepertinya ia paham,
sekeras apapun ia merayu, ibu takkan goyah. Ia berhenti merayu tanpa sedikitpun
merajuk.
Dan hanya butuh 2 minggu saja program
bintang itu dijalankan. Sayyid tak pernah iseng lagi. Alhamdulillah, saya tak
perlu repot-repot lagi menasehati apalagi mengancam dia.
Saya pernah membaca buku berjudul
“Rahasia sukses 3 Hafizh Qur’an Cilik Mengguncang Dunia”. Ketika sang ibu
ditanya salah satu tipsnya dalam membentuk Hafizh Qur’an Cilik, jawabannya
adalah memberi hadiah. Beliau menyediakan sebuah box berisi bermacam-macam
hadiah. Mulai dari coklat sampai mainan mobil-mobilan, pistol-pistolan, hewan
mainan plastik dan lain-lain. Kalau hafalan mereka bagus, mereka dipersilahkan
memilih hadiah yang disukainya. Tapi kalau hafalan mereka biasa-biasa saja,
sang ibu tetap memberikan hadiah. Hanya saja mereka tidak boleh memilih. Luar
biasa bukan? Hadiah memang menyemangati anak-anak.
Lain lagi dengan negara Turki. Negara
yang terpuruk setelah mempraktekkan sistem sekularisme itu, perlahan-lahan
bangkit setelah Presiden Erdogan membawa negara itu ke arah yang Islami. Saya
ingat cerita Aa Gym ketika dulu pernah berkunjung ke Turki. Beliau bercerita
bahwa di sana susah sekali mencari orang yang hafal Al Fatihah. Al Fatihah? Ya…
Al Fatihah yang selalu kita baca minimal 17 kali dalam sehari di waktu sholat
itu, tak hafal oleh mereka. Berarti mereka jarang sholat. Mereka memang
dijauhkan dari nilai-nilai Islam ketika Mustafa Kemal Attaturk memimpin negara
ini dan merubahnya dari sistem khilafah menjadi negara sekuler.
Salah satu usaha mereka untuk membawa
masyarakatnya kembali kepada Islam, terutama anak mudanya adalah memberikan
hadiah sepeda kepada siapa yang rajin sholat berjamaah ke masjid selama 40 hari.
Dengan kampanye “Rajin ke Masjid, kumpulkan poin
untuk dapatkan sebuah sepeda.” Dan sekarang bisa kita saksikan sholat Subuh di
sana sama seperti sholat Jumat mereka. Meluber sampai ke luar masjid.
Kantor Lembaga Fatwa provinsi Siirt, Ahad/26-2-2017 memberikan 80 sepeda sebagai hadiah untuk anak-anak berumur antara 7 hingga 17 tahun dalam sebuah kampanye "Rajin ke Masjid"
Dan untuk memacu
semangat menghafal Qur’an bagi pemudanya, pemerintah Turki memberikan hadiah
umroh kepada setiap penghafal 30 juz. Lihatlah foto mereka di bawah ini. Ada 2000 penghafal Qur'an yang mendapat hadiah dari pemerintah Turki. Amat banyak bukan?
Benar-benar luar biasa.
Dan memang fitrahnya manusia senang
menerima hadiah. Bahkan Rasulullah bersabda,
“Hendaknya
kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al
Bukhari dalam Adabul Mufrad, lihat Shahihul Jami’ [3004] dan Al Irwa’ [1601])
Indah sekali bukan? Hadiah memang pengikat
hati.
Tentu hadiah itu tidak selalu harus berupa
benda. Ada banyak hadiah yang murah meriah yang dapat kita berikan kepada anak.
Makanan kesukaan mereka, pergi ke suatu tempat yang mereka sukai, memainkan
permainan yang mereka sukai bersama, atau hanya sekedar pujian yang disertai
pelukanan dan ciuman, itu adalah hadiah sederhana tapi tak kalah dahsyat
efeknya.
Di bandingkan dengan kedua kakaknya, si bungsu
Alyssa (kelas 5 SD) paling susah bangun pagi. Kadang pakai adegan marah dulu
bahkan disertai dengan air mata di pagi hari. Setelah motivasi ke sejuta kali,
suatu hari ia bangun sendiri jam 4.30. Padahal saya belum membangunkannya. Reaksi
saya? Langsung memeluk dan menciumnya sambil berkata, “Masya Allah, Alyssa luar
biasa! Sudah bisa bangun sendiri.” Kemudian tanpa di suruh ia langsung mandi,
berpakaian dan sholat Subuh.
Keesokan harinya ia bangun sendiri lagi dan
langsung mandi kemudian sholat. Saya masih memeluk, mencium dan memuji. Hari
ketiga, masih seperti itu. Saya berkata, “Luar biasa, Alyssa sekarang sudah punya
body clock untuk bangun pagi.” Dan hari berikutnya ketika ia bangun sendiri
kembali, ia berkata dengan bangga, “Alyssa sudah punya body clock ya, Bu?”
Dan sekarang setelah sholat Subuh, yang ia
pegang adalah sapu. Langsung menyapu rumah dari teras sampai ke dapur. Dan
dalam perubahan tingkah laku ini tak sekalipun hadiah melayang kepadanya. Hanya
pelukan, ciuman dan pujian. Murah meriah bukan?
Jadi dapat kita simpulkan manfaat hadiah atau
reward adalah:
1.
Dapat
memotivasi anak
2.
Membantu
mempermudah proses pembentukan perilaku anak ke arah yang positif
3.
membahagiakan
4.
Memperkuat
kasih sayang atau rasa cinta
Bagi anak, hadiah itu lebih dari sekedar benda
bagi mereka. Bagi anak, hadiah itu adalah suatu bentuk penghargaan dari orang tua kepada mereka. Siapa yang tidak
mengenang hadiah dari orang tuanya ketika ia berhasil melakukan suatu kebaikan
di waktu kecil? Rasanya tidak ada. Anda pasti senyum-senyum mengenang kebaikan
orang tua memberi hadiah ketika anda melakukan suatu kebaikan, bukan? Coba cek, apakah hadiahnya yang membuat
anda senang atau kebaikan orang tua yang sudah menghargai usaha anda? Tentu
yang kedua bukan?
Tapi, benarkah
anak yang diberi hadiah akan terus melakukan sesuatu karena hadiah? Bisa jadi
iya, bisa jadi tidak. Itu tergantung bagaimana cara orang tuanya dalam memberi
hadiah. Pemberian hadiah
harus ada kontrol sehingga tidak menjadi bumerang bagi orang tua. Yaitu anak melakukan
sesuatu ketika ada hadiah. Dan enggan melakukannya ketika hadiah tidak ada.
Berikut ini tips kontrol dalam memberikan
hadiah
1. Berikan
hadiah ketika perilaku yang diinginkan sudah berulang kali ia lakukan. Seperti
contoh di atas, Sayyid mendapat hadiah mingguan kalau dalam 1 minggu ia
mendapatkan 5 bintang kecil atau 5 hari berturut-turut tidak mengganggu teman.
Atau misal sudah 10 hari bangun pagi, sudah 7 kali membantu menyapu dalam
seminggu.
2. Tidak
memberikan hadiah yang terlalu mahal harganya.
3. Pilih
hadiah dalam bentuk benda yang mereka sukai dan berbeda-beda jenisnya di setiap
kesempatan. Hal ini dimaksudkan agar daya tarik anak terhadap hadiah tetap
besar. Seperti yang dipraktekkan oleh Ibu dari 3 Hafidz cilik dunia.
4. Tidak
terlalu sering memberi hadiah berupa materi. Selingi dengan hadiah non materi
seperti makanan kesukaan, bermain bersama, pergi ke tempat yang anak sukai atau
memuji sambil memeluk dan mencium.
Pemberian
hadiah kepada anak ketika ia berhasil mengubah perilakunya menjadi lebih baik
ataupun atas prestasi yang ia raih, pada dasarnya mengandung banyak kebaikan.
Tapi kalau tak bijak dalam memberikannya maka ia akan menjadi bumerang bagi
orang tua.
0 comments:
Post a Comment