SEWANGI ASLINYA



#catatan Reuni 212 #2

Aksi Bela Islam 212 2016, pasti menimbulkan kesan yang mendalam di hati umat Islam Indonesia. Baik bagi yang hadir maupun yang hanya mendengar cerita atau membaca ceritanya lewat media sosial. Sebuah demo damai yang terpuji sampai ke dunia Internasional. Demo santun dan tertib yang dihadiri oleh jutaan umat Islam dari seluruh wilayah Indonesia.
ABI 212 dan Reuni 1 ABI 212 tak bisa saya hadiri karena suatu alasan. Sehingga ketika ditakdirkan Allah untuk hadir di Reuni 2 ABI 212, rasanya sesuatu banget. Hanya keindahan demi keindahan yg saya rasakan dari awal hingga akhir acara.

Saya dan teman-teman berangkat dari Karawang jam 1 malam dengan menggunakan bus kualitas standar dan AC yg soak. Karena menurut berita bus kualitas premium tak diperkenankan membawa peserta Reuni. Alhamdulillah... Kami tetap bersyukur. Masih ada bus yang mau membawa kami ke Monas.
Kami sampai di depan hotel Capital di daerah Kwitang jam 3.30 WIB. Bus tidak bisa lebih maju lagi karena sudah banyak umat yang berjalan kaki menuju Monas. Kamipun turun dan bergabung dengan mereka. Rombongan dari Solo yang baru turun di stasiun Gambir dengan membawa bendera Tauhid berbagai ukuran selalu meneriakkan takbir sepanjang jalan. Sehingga kami semua terbawa semangat.
Awalnya saya mengira kami sudah tidak bisa masuk ke Monas mengingat massa yang sudah banyak. Ternyata kami masih bisa masuk bahkan dapat tempat di depan Monas. Dan merasakan sholat Subuh bersama jutaan saudara muslim se-Indonesia dengan beratapkan langit, bermandikan cahaya, udara yang sejuk, sungguh sangat menggetarkan. Apalagi Sang Imam melaksanakan sholat subuh ini dg do'a qunut yg super duper panjang sekali dan disertai beberapa kali terisak. Membuat mata kita turut tergenang air mata. Apalagi mengingat kondisi umat Islam saat ini, khususnya di Indonesia.

Di sini, terlihat sekali indahnya ukhuwah islamiyah dari para peserta yang hadir. Juga adab dan kesantunan yang patut diacungkan jempol. Yang berkemampuan, berusaha memberi apa saja buat saudara-saudaranya yang hadir. Ada yg memberikan makanan aneka rupa. Mulai dari makanan berat, nasi ayam bakar, nasi ayam fried chicken, nasi kebuli, rendang dan segala rupa nasi sampai berbagai aneka snack dan aneka minuman. Ada juga yang memberikan sandal, sajadah, jas hujan, bahkan juga hansaplast, jamu masuk angin, koyo dan lain-lain.
Dan peserta reunipun sangat santun. Tak ada yang kalap mengambil dalam jumlah banyak, untuk dibawa pulang, misalnya (seperti emak-emak arisan 😁😁). Mereka mengambil dalam jumlah secukupnya untuk dirinya atau sekalian temannya.
Tak ada yang rebutan makanan atau nasi kotak. Oh...NO. Di sini makanan banyak dan minuman melimpah. 😀
Yang agak menarik perhatian saya ada satu tenda posko relawan yg isinya dua orang laki-laki. Mereka sibuk merebus. Makanan yang pertama kali mereka sajikan adalah rebusan jagung manis dan pisang. Setelah makanan ini habis, dari panci rebus mereka telah matang pula kacang tanah. Dan tersajilah kacang tanah rebus yang mengebulkan asap. Sangat menggoda di pagi hari yang sejuk ini. Masya Allah, bapak-bapak gitu lho... Mau berlelah-lelah merebus penganan kecil untuk para mujahid-mujahidah reuni 212. Saluuutt 

Ketika antrian ke toilet panjang mengular membuat mereka tak bisa bergerak ke sana ke mari mengambil makanan, para relawan ini ada yang ikhlas hati bolak-balik mengantarkan dan menawarkan makanan dan minuman kepada para antrian ini. Sungguuuuh.... Indah. 😍
Kemudian saya melihat beberapa orang membagikan majalah Moeslim Choice. Ingin hati memiliki. Tapi relawan tak mendekat kepada saya. Untung saya nggak kalap berlari ke sana. 😬
Ketika suatu saat saya lewat di dekat sebuah posko makanan, mereka menawarkan makanan. Saya menolak dengan halus karena memang sudah kenyang. Di sebelah mereka, saya melihat seorang pemuda memegang majalah yang saya inginkan itu. Dan sayapun bertanya, "Saya pengen majalah ini. Dimana poskonya ya mas? "

Sang pemuda langsung mengulurkan majalah di tangannya yang cuma satu-satunya itu. 
"Ini, bu. Ini buat ibu saja. Tapi tolong do'akan saya segera dapat jodoh ya, bu? " jawabnya sambil tersenyum manis.

Semua yang mendengar langsung tertawa. 
Akhirnya saya do'akan ia agar segera bertemu dengan jodohnya seorang wanita sholihah nan pemurah seperti dirinya. Semua yg mendengar ikut mengaminkan. 
Oh... Indaaah sekali. 🌹


Rejeki memang tak kemana. Majalah ini memang ada takdirnya untuk saya miliki. Dengan jalan yang tak terduga.
Ketika di dekat saya duduk, berdiri beberapa pemuda yg memegang bendera tauhid dan bendera komunitasnya dengan posisi yang eye cathing untuk difoto, saya pun menjepret mereka. Ketika saya tunjukkan hasilnya, mereka senang. Kemudian mereka bercerita singkat, 
"Kami dari Komunitas Pemuda Hijrah Cianjur, bu. Kami dulu anak-anak nakal. Do'akan kami agar tetap istiqomah ya, bu?"



Oh... Meleleh hati ini. Walaupun sebagian mereka masih terlihat bertato, tetapi aura wajahnya cukup teduh. Semoga Allah meneguhkan iman mereka agar tetap istiqomah di jalan dakwah.



Banyak hal-hal yang sangat indah dan menyentuh selama reuni ini. Maka, sungguh tak habis pikir ketika ada yang berteriak memfitnah dan mencaci maki. Hanya yang hatinya keras dan tak pernah ikut aksi ABI ini yang tega berbuat seperti itu. Seperti pantun dari babe ustad Haikal Hasan, di dalam ceramahnya,
Pohon mahoni, buahnya jarang
Kami yg reuni, mereka yg meriang 😂😂

Di sini juga banyak sekali bendera tauhid yg berkibar. Ada komunitas yg mengancam kalau ada yang berani mengibarkan bendera tauhid di cara reuni 212, ia dan pasukannya akan merebut bendera itu. Tapi sepertinya mereka ketiduran. Karena kalau mereka datang pasti akan repot sekali mereka mengumpulkannya. Jutaan! 😁


Dan satu momen yang membuat saya merinding ketika bendera tauhid berukuran raksasa melewati kepala saya. Dengan semangat saya ikut menggeserkan bendera kecintaan itu sehingga ia berkeliling di Monas ini. Mudah-mudahan saya bisa melafazknnya ketika saya sakratul maut nanti 😭
Yang tak boleh dilupakan adalah pahlawan kebersihan. Selama acara, relawan kebersihan selalu hilir mudik memunguti sampah yang tercecer dari peserta. Mereka menyelamatkan acara ini dari sasaran caci orang-orang yang berpenyakit hati. Ketika saya melihat seorang relawan bocah yang bersemangat memunguti sampah, sayapun menjepretnya. Ketika dia sadar hendak di foto, saya pun dihadiahi tawa bahagianya. Indaaaahnya..😍

Dan ketika pulangpun, saya tetap melihat keindahan.
Peserta yg keluar dari pintu tenggara Monas bertemu dengan peserta yang keluar dari pintu arah timur laut (depan PLN). Pertemuan terjadi di depan kantor kostrad. Macet. Stag. Tidak bisa bergerak. Sementara matahari jam 11 sangat garang menyengat. Badan rasanya menjadi lelah. Sesaat saya membayangkan musibah terowongan Mina. Karena peserta masih akan terus keluar dan mengalir dari pintu tenggara maupun timur laut Monas. Mereka lebih dr 10 juta. Apa kami tidak akan terjepit di tengah-tengah?
Untunglah ada laskar FPI. Dengan TOA di tangan dan naik ke atas mobil, mereka membelah massa menjadi dua. Yang hendak ke arah Tugu Tani, ambil posisi ke kiri jalan. Dan yang hendak ke arah Istiqlal, ambil posisi ke kanan jalan. Awalnya, massa tak bergerak. Susah bergerak krn padat. Tapi laskar FPI tetap menyemangati dengan santun agar massa mau berpindah sesuai arahan. Sekali-sekali mereka teriakkan takbir untuk menyemangati sekaligus mengademkan massa yang mulai resah.
Akhirnya perlahan-lahan massa bergerak ke posisi arahan. Yang hendak ke arah Istiqlal bergerak ke kanan dan yang ke arah Tugu Tani bergerak ke kiri. Dan tak lama kemudian arus mulai mengalir. Saya sungguh merasa lega yang amat sangat karena kejadian terowongan Mina menjauh dari pikiran. Tapi teman saya umi Yuni yang memang kondisinya kurang fit, sempat kami bawa ke posko kesehatan di depan kantor Pertamina untuk mendapat perawatan.
Yang mengherankan dan menguntungkan, posko kesehatan yg diprakarsai oleh Yayasan Bintang Rahmah, sebuah yayasan yang berdomisili di Tangerang yg berkerjasama dengan RS Sari Asih Tangerang mendirikan posko pas di depan lokasi kemacetan terjadi. Sehingga ada beberapa orang yang pingsan, atau pusing karena kejadian itu segera mendapat pertolongan. Padahal lokasi ini cukup jauh dari arena reuni 212. Posko merekapun sangat seherhana. Hanya sebuah tenda yang mereka dirikan di trotoar dengan dua buah kasur lipat dan seorang dokter serta beberapa tenaga medis. Mereka sangat sibuk menangani sekitar 20 orang pasien karena kejadian macet itu. Sehingga beberapa pasien terpaksa tidur di trotoar beralaskan kardus bekas. Masya Allah.
Dan satu kejadian yang luar biasa lagi, setelah kemacetan itu terurai, ada seorang anak laki-laki kelas 6 SD menangis karena terpisah dari teman-temannya. Iapun dibawa ke posko ini. Saya pun ikut menginterogasi ehh...menenangkan si bocah ini. 😁
Ternyata si bocah yg berpakaian baju koko rapi dan berpeci ini, pergi ke acara reuni 212 dengan dua orang teman lainnya, 1 orang kelas 6 SD, 1 orang lagi SMP, dengan menumpang truk gratis dari rumah mereka di Tangerang. Ketika hendak pulang, ia terpisah dari temannya ini. Maka paniklah ia. Tak tahu jalan pulang, tak punya uang dan orang tuanya pun tak punya handphone.
Qadarullah ia diketemukan di dekat posko ini, yg mana orang-orangnya juga orang Tangerang. Mereka tau alamat si bocah. Dan mereka berjanji mengantarkan si bocah pulang ke rumahnya.

Lihat? Si bocah ini benar-benar mujahid sejati. Dengan kondisi kekurangan tak mengurangi hasratnya untuk ikut reuni 212. Tak mungkinlah Allah menyia-nyiakan si anak. Allah damparkan ia di dekat posko yayasan Bintang Rahmah yg berasal dari daerahnya yaitu Tangerang. Sungguh, Allah sangat menyayangi hambaNya yang cinta kepadaNya.
Ahh... Begitu banyak pelajaran hari ini untukku. Langsung diberikan Allah untuk saya lihat dan rasakan. Masya Allah, Alhamdulillah... Tak mampu berkata-kata lagi atas nikmat ini.






Karawang, 3 Desember 2019

Suka duka dengan tenaga paramedis


Alyssa menjelang operasi amandel

Saat ini rasanya jarang sekali ada orang yang tak bersentuhan dengan rumah sakit. Entah anaknya yang sakit, saudaranya, tetangganya, orang tuanya, atau mungkin dirinya sendiri. Sakitnya entah karena suatu musabab, atau tanpa sebab. Tiba-tiba sakit aja.
Saya sebenarnya agak jarang sakit. Sekalinya sakit langsung operasi. Operasi amandel, operasi sinus, operasi sectio. Tapi begitu punya anak (empat orang) jadi rajin ke rumah sakit (duluuu…lho😊). Gantian saja yang sakit. Dari yang awalnya tidak mengerti dengan prosedur rumah sakit, sampai hafal nama-nama obat berikut sedikit istilah-istilah kedokteran.
Meskipun sebenarnya tak terlalu menyukai rumah sakit (ya…iyalah, siapa juga yang mau sakit?), tapi mau tak mau kita bergaul juga dengan rumah sakit. Karena rumah sakit salah satu alternatif berobat ketika kita sakit agak berat. Datangnya lemas tak bertenaga, remuk redam rasa badan, setelah perawatan 3-4, insya Allah kita bisa pulang dengan tersenyum. Itu sebelum melihat tagihannya lho…😁
Jadi di sarankan, biar suami saja yang melihat tagihan dan membayarnya. Emak-emak biar melihat tagihan belanja. Makin mahal makin senang. 😜
Berurusan dengan rumah sakit tentu pernah mengalami duka. Wajah-wajah tenaga paramedis di rumah sakit kadang tak bersahabat dan jarang melempar senyum. Mungkin mereka lelah, mungkin juga krn sudah rutinitasnya berhadapan dg penderitaan pasien shg mereka sdh imun dg segala kepedihan sehingga empatinya terhadap pasien sedikit tergerus. Padahal senyum mereka adalah obat yang pertama bagi pasien dan keluarganya.
Dijutekin, berwajah masam, tidak dipercaya, diremehkan, itu adalah bagian yang pernah saya alami. Sedih ya? Kalau teman-teman tidak pernah mengalaminya, selamat! Berarti anda horang kayah. 😁 Selalu mendapat perlakuan premium.  

Sehari sebelum Sayyid operasi pemasangan alat ASO di jantungnya yang bocor

Pernah, ketika Sayyid berumur 3 tahun (11 th yang lalu) tanpa sepengetahuan saya dia memanjat mobil dan naik sampai ke atas atap mobil. Kemudian ia terjatuh dari atap, menggelinding lewat kaca depan, terus ke kap mobil dan jatuh ke lantai. Awalnya dia diam, tangannya kaku (sepertinya menahan sakit yang sangat), setelah saya peluk barulah dia menangis. Dan akhirnya muntah. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan, sayapun melarikannya ke UGD rumah sakit terdekat.
Di UGD, setelah di cek oleh dokter jaga dan disarankan untuk observasi, datanglah petugas administrasi. Setelah mengisi form, petugas itu bertanya, di sela-sela tangisan Sayyid. 
“Mau kamar kelas berapa bu?”
“Kelas 1,” jawab saya.
“Maaf bu, biasanya kalau karyawan T***** kelas 2 bu.”
“Saya kelas 1.”
“Baik bu,”

Ia pun berlalu, pergi ke ruang administrasi. Tak lama kemudian ia balik lagi.
“Bu, kalau T***** itu biasanya kelas 2”
“Saya kelas 1.”
“Kalau seandainya ibu kelas 2, berarti segala kelebihan pembayaran ibu yang menanggung ya?”
“Iya,” jawab saya mulai kesal.

Saya repot menggendong dan membujuk Sayyid yang terus menangis, sementara ia repot dengan urusan kelas. Saya pikir setelah kedatangan yang kedua, sudah selesai. Tapi, innalillahi…. tak lama ia pun balik lagi.
“Maaf bu, kalau seandainya jatah ibu kelas 2 dan ibu mengambil kelas 1, segala kelebihan pembayaran ibu harus bayar ya?”
Emosi saya pun naik. 
“Mas, penentuan kelas itu ada aturannya. dan kami di kelas 1,” jawab saya dengan suara meninggi.

Dan ia pun akhirnya pergi tak pernah kembali. Sampai Sayyid pulang keesokan harinya. Sayonara…
Pernah juga saya ke rumah sakit membawa Muthi. Sistem sudah berubah. Kalau dulu cukup dengan tanda tangan, sekarang dengan menggunakan kartu asuransi. Ketika kartu asuransi dari kantor suami saya ajukan, petugasnya bilang,
“Bu, kartu asuransi ini berlaku hanya untuk rawat inap”
“Kalau yang ini bisa buat rawat jalan mba,” jawab saya sambil senyum maniiiiis….sekali. Plus ramah.
“Nggak bu. Kartu ini hanya berlaku buat rawat inap.”
“Silahkan di cek mba, kartu ini juga bisa buat rawat jalan,” jawab saya masih ramah.
Ehh…dia yang jengkel. Nadanya mulai meninggi,”
“Ibu, kartu asuransi yang dari T***** hanya bisa buat rawat inap.”
“Kalau gak percaya, silahkan di cek mba. Yang ini bisa rawat jalan,” jawab saya dengan tensi yang mulai meninggi. Dua kali minta di cek, tak juga ia gubris. Eeh…dia malah tambah ngotot.
“Enggak bu. Kartu ini hanya bisa buat rawat jalan.”
Kesabaran saya pun habis.
“Astaghfirullaah….tolong di cek!” Kalimat bentakan pun keluar dari mulut saya.

Akhirnya dia bertanya kepada rekannya satu ruangan apakah kartu asuransi saya bisa menanggung rawat jalan. Sang rekan menjawab singkat,
“Sebagian ada juga yang rawat jalannya di cover”

Setelah dia cek ternyata memang kartu asuransi yang saya ajukan bisa mengcover rawat jalan. Dan ketika ia melanjutkan proses input data, tak lupa saya skak sedikit,
“Makanya mba, jangan ngotot dulu. Di cek aja. Ternyata bisa kan?”

Wajah polos begini dikira bohong. Hadeuuuh…😅
Itu masalah tak dipercaya. Belum lagi pelecehan berupa meremehkan.

Sayyid di ruang operasi. Sesaat akan menjalani operasi jantung

Dulu ketika Sayyid hendak operasi jantungnya yang bocor, saya harus pergi ke ruangan asisten dokter jantung untuk meminta jadwal operasi. Kantor sang asisten ada di gedung lain dan terletak di lantai 4. Setelah nyasar beberapa kali (waktu itu belum ada google map☺️), akhirnya sampai juga. Begitu pintu saya ketuk, muncullah wajah sang asisten. Pintu hanya di buka sedikit, selebar badannya saja. Sambil berdiri di pintu dengan wajah datar tanpa senyum ia bertanya keperluan saya. Begitu saya serahkan surat pengantar dari dokter jantung, ia pun bertanya dengan “kejam”,
“Pembayarannya pakai apa?”
Duh…Gusti. Tak ada ramah-ramahnya. Tak ada senyum sedikitpun. Seakan-akan saya makhluk kere yang tak akan sanggup membiayai operasi mahal itu (padahal iya😂). Ketika saya jawab asuransi. Alisnya naik. Kemudian buru-buru saya tambahkan “asuransi dari T*****”.
Ajaib. Seketika ada seulas senyum samar di wajahnya. Pintupun dia buka lebar. Dan sayapun dipersilahkan masuk ke ruangannya yang luas tapi agak berantakan itu dengan bahasa yang mulai ramah.
Hati saya perih. Bagaimana kalau yang datang orang-orang susah apalagi dengan menggunakan asuransi pemerintah. Mungkin perlakuan yang mereka terima lebih menyayat hati. Padahal sudah seharusnya ia bersikap sopan, menyilahkan tamu masuk dan baru bertanya apa keperluannya. Ingat, gaji yang ia terima adalah hasil keringat para pasien.
Masih tentang Sayyid. Ketika ia berumur setahun, ia sering sekali BAB. Bisa 3-4 kali dalam sehari. Dan banyak. Badannya yang tadinya montok, perlahan-lahan mulai mengurus. Hati langsung merasa ada yang tak beres. Saya bawa ke dokter pertama. Beliau menganjurkan cek feces. Setelah hasilnya di dapat, beliau meresepkan obat. Sampai obatnya habis, tak ada perubahan. BABnya tetap sering dan banyak. Saya pindah ke dokter kedua, kembali cek feces dan diberi obat. Tak ada jua perubahan. Saya pindah ke dokter ketiga. Sama. Tak ada perubahan. Saya pindah ke dokter ke empat. Masih sama. Total saya sudah melakukan empat kali cek feces ke rumah sakit yang sama dengan petugas laboratorium yang sama.
Kemudian saya pindah ke dokter yang ke 5. Dokter ini meminta pemeriksaan yang lebih mendalam, feces analysis. Ketika saya bawa feces Sayyid ke rumah sakit itu dan lagi-lagi berjumpa dengan petugas yang sama. Ia pun sudah mengenali saya. Ketika ia membaca surat pengantar dari dokter, ia pun berkata dengan wajah yang gimana gitu...,
“Wah bu…kalau feces analysis ini mahal dibandingkan cek feces.”

Pengobatan yang sudah berbulan belum menunjukkan hasil serta mondar-mandir rumah sakit dan tempat praktek dokter, membuat saya lelah raga serta pikiran ini langsung tersulut mendengar perkataan yang menurut saya merendahkan itu. Dengan emosi saya pun berkata,
“Berapa biayanya? Saya TIDAK AKAN menawar !”
Ia pun langsung ngibrit ke dalam setelah menyebut angkanya.
Singkat cerita, lewat rekomendasi dokter ke 5 ini, akhirnya sayyid dirujuk ke RSCM dan bertemu seorang profesor di bidang gastrologi (pencernaan). Ternyata penyakit Sayyid adalah alergi parah terhadap susu sapi dan turunannya (keju, youghurt), kedelai dan turunannya (susu kedelai, tahu, tempe, kecap) serta kuning telur. Setelah menggunakan metoda eliminasi selama 2 tahun, lanjut dengan provokasi-eliminasi selama 6 bulan,akhirnya imun Sayyid terhadap makanan tersebut terbentuk. Alhamdulillah. 

menunggu siuman setelah selesai pemasangan alat ASO di jantung Sayyid

*****
Kembali ke laptop. Walau mendapat beberapa kali ‘penganiayaan bathin’ (😆😆) oleh paramedis, tapi saya tak kapok. Saya maklum. Mereka manusia juga seperti saya. Kadang bisa baik, kadang juga bisa mengeluarkan tanduk amarah. Mari berlapang dada saja. Saling memudahkan. Saling memaafkan.

Saya tak tahu apakah mereka sebelum bekerja mendapat training adab sopan santun entah tidak, tapi saya berharap paramedis di Indonesia lebih baik dan lebih ramah dalam bekerja. Karena tak hanya fisik yang sakit, bathin pasien dan keluarganya justru lebih rentan sakit. Mari memanusiakan manusia tanpa memandang harta dan jabatan. Tapi pandanglah, mereka juga manusia seperti kita.
Pengalaman terbaru minggu lalu, ketika kami membawa Muthi berobat ke sebuah rumah sakit. Ketika ayahnya memberikan kartu asuransi, petugasnya berkata,
“Maaf pak, kartu ini hanya untuk rawat inap.”
“Ini bisa buat rawat jalan. Coba aja dulu,” Kata si ayah.
“Oh…gitu. Eehh…Bapak direktur ya?” jawabnya sambil tersenyum ramah.
“Bukaan…,” kata si ayah.
“Ahh…Bapak pasti direktur,” tanyanya lagi.
“Bukan ahh…saya pegawai biasa,” kata si ayah.

Muthi langsung berbisik, 
“Ibu dulu gak dipercaya sama rumah sakit. Mungkin gaya ibu yang terlalu sederhana. Coba ibu dandan agak menor dikit, pakai gelang berderet sampai ke lengan, pakai kalung yang panjangnya sampai ke pusar, pasti deh mereka percaya.”

Kamipun tertawa. Muthi merasa lucu dengan candaannya, saya merasa ngenes. Nasib…nasib…😎
****
Upss…si gadis mungilku tak tersebut dalam berita. Si ayah suka protes kalau si bungsunya tak disinggung. Hmm…si mungilku ini yang mulai beranjak abg, walau kelahirannya bermasalah tapi alhamdulillah, selama dalam proses menumbuh dan membesar, saya tak pernah bermasalah dengan tenaga paramedis di rumah sakit manapun. Aman tentram terkendali seperti sifatnya yang enjoy.😍😍


Karawang, 3 November 2018

Menulis, Merekam Peristiwa




Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Mungkin kita semua pernah mendengar pribahasa di atas. Makna pribahasa di atas mungkin kita semua juga paham, bahwa setelah mati, seseorang itu akan dikenang budi pekertinya. Baik atau buruk

Sebagai seorang ibu dengan empat orang anak, tentu apa yang saya alami tak akan jauh berbeda dengan ibu-ibu lainnya. Terutama ibu-ibu yang full time. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, rasanya urusan rumah dan anak-anak tidak ada habis-habisnya. Apalagi di saat anak-anak masih kecil, sekedar untuk mandi santai saja, itu sudah sebuah kemewahan. Dan tentu kita sepakat, dari segala kelelahan fisik dan bathin mengurus semuanya, tentu tak sedikit pula kebahagiaan yang kita alami. Ada saja tingkah polah mereka dan celotehan mereka yang membuat kita tersenyum bahkan terpingkal-pingkal atau membuat kita merenung. Betapa ajaibnya makhluk ciptaan Allah ini. Mereka hadir dengan segala keunikannya. Tak pernah sama sekalipun mereka kembar identik. Kehadiran mereka membuat kita belajar, belajar dan belajar lagi tentang semua hal. Tentang ilmu parenting, ilmu kedokteran, ilmu keuangan, ilmu agama dan banyak hal.

Masa-masa dengan anak tanpa kita sadari hanya sebentar saja. Tau-tau mereka sudah besar. Satu persatu mereka akan pergi menempuh pendidikan yang lebih tinggi yang jauh dari rumah. Dan pada akhirnya mereka akan membangun rumah tangganya dengan belahan jiwanya masing-masing. Apakah mereka akan ingat dengan semua kenangan bersama kita, orang tuanya? Apakah mereka akan ingat dengan semua kenangan indah, pahit dan getir ketika dengan kita? Ingatan tak ada yang abadi. Akan tergerus oleh zaman. Tergerus oleh peristiwa demi peristiwa yang menyesaki otak mereka. Selain foto dan mungkin video, apalagi yang menjadi ‘penghubung’ mereka dengan masa lalunya bersama  kita?

Saya memang melankolis. Membayangkan berpisah dengan mereka sudah membuat hati mengharu biru. Tapi masa itu pasti tiba. Atau bisa jadi masa itu tak pernah saya rasakan karena dipanggil Allah lebih cepat. Saya ingin ketika masa itu tiba, mereka memiliki catatan dari peristiwa-peristiwa indah tentang mereka. Sehingga mereka kelak ingat, “oh dulu kita pernah begini.” Bahkan anak-anak mereka pun tahu. “Oh dulu ayah / ibu pernah begini ya?”
Maka, sayapun mulai menulis. Saya ingin meninggalkan jejak kenangan buat mereka. Awalnya saya menulis hanya di facebook. Kemudian seorang teman menyarankan untuk membuat blog, sehingga semua tulisan saya dapat disimpan di sana. Terekam dengan abadi. Serta gampang di cari dan di baca kembali. Sekarang setiap tulisan yang saya buat (sebagian besar tentang mereka) saya simpan di blog dan saya share di facebook.


Jadilah segala rupa saya tulis di blog. Merekam peristiwa, mengeluarkan uneg-uneg, ide, atau menyimpan cerita motivasi. Ternyata ketika teman-teman juga sanak keluarga bercerita, bahwa mereka termotivasi atau tercerahkan oleh tulisanku, alangkah bahagianya hati ini. Ini bonus bagi saya. Saya berharap, semoga semua tulisanku bisa menjadi amal jariyah bagiku kelak. Aamiin.

Pernah anakku yang tertua protes lewat telepon (ia bersekolah di pesantren), kadang ia merasa malu kalau kejadian tentangnya saya sebar ke publik lewat tulisan dan mendapat banyak like dan komen positif dari netizen. Saya jawab sambil bercanda,

“Wah…harusnya Muthi beruntung kalau kisah hebat Muthi ibu tulis. Apalagi kalau kelak tulisan-tulisan ibu di blog ini dibaca anak Muthi, anak Muthi pasti akan tau dan bangga betapa hebatnya ibunya dulu. Dan betapa susahnya neneknya mendidik ibunya dulu.” Saya pun terkekeh sendiri.

Kemudian dengan nada tercekat, dia berkata,

“Bagi Muthi, ibu yang terhebat.”



Saya yakin air matanya mengalir di seberang sana. Sama sepertiku di sini. Air mata meleleh atas ungkapan tulus darinya. Apakah yang membahagiakan hati seorang ibu selain pujian tulus dari buah hati yang dibesarkannya dengan cinta?

Saya akan terus menulis di blog. Merekam peristiwa demi peristiwa tentang mereka, juga peristiwa-peristiwa hebat lainnya di sekitar kita, sebagai warisan dari ibu dan ayahnyanya yang tak bisa meninggalkan harta kepada mereka. Hanya lewat tulisan, rekaman bukti cinta mendidik dan membersamai mereka. Jejak abadi yang akan kami tinggalkan untuk mereka, anak-anak surga dan juga untuk semua teman-teman dan handai tolan lainnya. 

Beratnya Rindu


Hari ini kami sekeluarga mengunjungi si gadis di pesantrennya. Setelah jalan ke sana ke mari, makan dan membeli beberapa keperluannya, kamipun sholat di masjid. Dan bersantai sejenak di sana sambil ngobrol ringan.
Dari sebanyak itu cerita kami, ada satu hal yg membuat hati ini mengharu biru.
Dia memiliki guru bahasa Arab asli dari Madagaskar. Sebuah negara kecil di benua Afrika sana. Beliau sudah puluhan tahun tinggal di Indonesia dan telah menikah dengan seorang perempuan Sunda serta memiliki seorang anak. Sebut namanya pak Ahmad.
Sejak pak Ahmad masuk SMA, kemudian melanjutkan kuliah di Mesir dan akhirnya jadi dosen sebuah universitas swasta di Bandung, tak sekalipun ia pulang ke kampungnya menemui ibu tercinta. Karena ketiadaan dana. Hingga puluhan tahun berlalu.
"Bukankah beliau juga mengajar di sekolah muthi? Jadi double job kan?"
"Di sekolah Muthi, beliau mewakafkan dirinya mengajar bahasa Arab. Tidak dibayar", kata si gadis. Masya Allah....betapa mulianya. Mewakafkan ilmu, tenaga dan waktunya di negeri orang. Sementara ia pasti butuh dana.
Pak Ahmad ini membagi waktunya, 4 hari di Subang dan 3 hari di Bandung.
Hatiku langsung gerimis. Terbayang perihnya rindu yang dirasakan si ibu. Ditinggalkan anak laki-laki yg mencari ilmu ke negri orang, kemudian bekerja, menikah, dan tak bisa pulang hingga berpuluh-puluh tahun lamanya karena terkendala biaya. Penantian yang sangat lama. Belum beratnya membanting tulang sendirian membiayai sekolah si anak dulu karena sang ayah sudah meninggal. Duuh... betapa tegarnya beliau. Semoga Allah merahmatinya
Akhirnya di umur 39 tahun, pak Ahmad bisa berangkat menemui ibunya tercinta di kampung halamannya di Madagaskar. Itupun hanya seorang diri. Belum bisa mengajak serta istri dan anak tercinta.
Ternyata di kampungnya, baru ia seorang yang berhasil menempuh pendidikan tinggi sampai ke universitas. Ketika ia pulang, orang sekampung keluar dari rumahnya untuk menemuinya. Ibunya pun menjadi sangat dihormati di kampungnya.
Meleleh air mata ini mendengarnya. Terbayang bahagianya hati sang ibu bertemu putra tercinta setelah berpisah sekitar 24 tahun. Penantian yang teramat panjang. Dari badan kuat hingga mulai renta. Saya rasanya tak sanggup bertahan selama itu menunggu anak tercinta. Pasti remuk redam rasa di dalam dada. Air mata tentu selalu menggenang di setiap sholat dan di setiap ingat mereka.
Pak Ahmad ini memiliki kepribadian yang tegas dan empati yang tinggi. Pernah suatu ketika, bapak kepala sekolah datang ke ruang guru memberi pengarahan. Guru-guru pada duduk karena memang memiliki meja dan kursi masing-masing. Pak Kepsek berdiri. Tak lama kemudian pak Ahmad keluar ruangan. Begitu balik, beliau membawa sebuah kursi dan mempersilahkan pak Kepsek duduk.
Ketika gempa dahsyat menimpa Lombok baru-baru ini, seorang teman Muthi yang berasal dari Lombok galau. Ia ingin tau keberadaan keluarganya. Begitu pak Ahmad tau ada muridnya yang berasal dari Lombok, langsung ia memberikan telepon genggamnya, "Ini hp bapak. Silahkan habiskan pulsanya. Telpon keluarga kamu".
Sang temanpun langsung menelpon keluarganya. Setelah beberapa saat iapun mengembalikan hp pak Ahmad dg mata sembab habis menangis. Ternyata ibunya sendirian berada di pengungsian. Adiknya sedang sekolah di sebuah pesantren di Jawa Timur. Dan ayahnya sedang berlayar. Beliau memang bekerja di pelayaran. Ibunya sendirian menghadapi cobaan dahsyat ini. 
Pun ketika ibunya yang sedang di pengungsian ini menelpon ke hp pak Ahmad untuk menyampaikan pesan ke anaknya, pak Ahmad yg sedang mengajar di sekolah putra, langsung bergegas naik motor dan menuju ke sekolah putri hanya untuk menyampaikan pesan ke si anak sesegera mungkin. Tak menunda waktu.
Sekarang sudah berlalu 3 tahun dari kunjungan terakhir ke ibunya di Madagaskar. Pak Ahmad masih menyimpan harapan untuk bisa kembali mengunjungi ibu tercinta di kampung halaman.
Ahh... Saya hanya bisa berandai, kalau saya berpunya, ingin rasanya membiayai guru yang baik hati ini berikut keluarga kecilnya pulang kampung halaman menemui ibunya yang mulai sepuh.
Betapa banyaknya Allah memberikan kita pelajaran lewat hikmah-hikmah yang bertebaran di sekeliling kita.
Semoga Allah melapangkan rezekimu, pak. Dan memudahkan segala urusanmu. Aamiin ya rabbal'alamiin.

Karawang, 16 September 2019

Rahasia Sukses



Malam ini dapat telepon dari si gadis. Jadwal meneleponnya memang 1x seminggu di hari Sabtu.. Walau sudah berharap sedari siang, ternyata telepon yang ditunggu baru datang jam 9 malam. Tak apa-apalah. Tunai juga pengharapan. 
Kali ini dia bercerita, bahwa ia diminta gurunya untuk memberi motivasi kepada seluruh anggota asrama putri setelah sholat Maghrib. Diminta pun mendadak menjelang maghrib. Tanpa persiapan. Sebenarnya ini memang program rutin untuk siswi kls 12. Semua mendapat giliran.
"Awalnya muthi agak gemetar, lama-lama lancar dan akhirnya ngalir. Teman-temanpun awalnya biasa aja. Setelah itu hening. Mereka mendengarkan dengan khusyu dan akhirnya mereka semua bertepuk tangan meriah. Mereka bilang muthi good motivator, bu. Sampai besok pagi, mereka masih memperbincangkan cerita motivasi Muthi. Bahkan ada yang bilang, Muth, lu jadi motivator pribadi gua aja ya? Tiap pagi kasih gua kalimat motivasi".
Emakpun penasaran, tentang apa sih?
Si gadispun bercerita,
"kalian mungkin pernah merasa ada orang yang sepertinya sempurna banget. Cantik, pintar, selalu juara kelas, pandai berorganisasi, hafalan Qur'an banyak, sering memenangkan lomba, sementara effort yang diberikannya tidak seberapa. Kita belajar, dia tidur. Kita sibuk ngafalin Qur'an, dia santai-santai.
Sementara kita, semua usaha sudah dikerahkan. Tetap aja, nilai standar, berorganisasi nggak bisa, hafalan Qur'an nggak banyak, boro-boro menang lomba, terpilih ikut lomba aja tidak pernah.
Jangan iri. Kita tidak tahu, seperti apa effort yg sudah dia keluarkan tanpa sepengetahuan kita. Mungkin dia bangun tengah malam, sementara kita tidur. Atau bisa jadi dia punya amal andalan yg membuat Allah memudahkan banyak hal untuk dia.
Ada seorang guru namanya pak Teguh. Waktu beliau kuliah di Sudan, setiap pagi beliau selalu menyiram WC yg masih ada pupnya. Entah siapa yg buang hajat tak pernah menyiram. Pak Teguh menyiramnya setiap pagi dengan niat agar orang yg memakai WC tersebut menjadi nyaman. Itu dilakukannya setiap hari selama kuliah di Sudan.
Suatu hari ketika ujian, ada satu mata pelajaran yang sulit, yang orang jarang lulus. Pak Teguh pun belajarnya tidak sungguh-sungguh karena memang sulit. Ternyata di saat temannya banyak yang tidak lulus, pak Teguh justru lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Sampai banyak temannya yang heran.
Pernah dengar kapasitas gagal tidak? Setiap orang memiliki kapasitas gagal. Semakin banyak kita gagal dan semakin banyak kita belajar, maka kapasitas gagal kita semakin berkurang. Akhirnya suksespun akan datang. Jadi jangan takut gagal. Gagal? Belajar lagi. Gagal lagi, belajar lagi.
Dan setiap orang punya waktu suksesnya sendiri-sendiri. Ada suksesnya di waktu muda. Masih muda sudah sukses dan kaya. Ada orang yang sukses setelah agak berumur. Seperti Jack Ma. Dia memulai karier dari guru. Setelah berusia di atas 30-an baru memulai usaha. Dan sukses di usia 45 tahun. Ada yang sukses di usia tua, yaitu kolonel Sanders pemilik resep ayam Fried Chicken. Beliau sukses di usia 70 tahun setelah punya cucu.
Jadi kalau saat ini belum sukses, belum pernah menang lomba, tetap berusaha. Kita tidak tahu takdir sukses kita itu kapan. Biar Allah yang menentukan
Yang penting barengi usaha dengan satu amalan khusus yg dawam (rutin). Bisa sholat dhuha, atau sholat tahajud. Tapi ada satu amalan yang sangat dicintai Allah yaitu sedekah. Sedekah ini, balasannya langsung diberikan Allah. Lakukan secara rutin. Biar hanya 500 rupiah atau 1000 rupiah tapi dawam setiap hari, itu lebih dicintai Allah, dari pada sedekah 300 rb tapi sekali sebulan. Allah melihat keistiqomahan kita, bukan nominal yang kita keluarkan".
Hmmm... Sepertinya tidak hanya temannya saja yang tercerahkan. Saya pun juga.
Terima kasih nak sayang. Telepon hari ini amat sangat bergizi bagi jiwa ibu. 

Karawang, 8 September 2019.


******

Sebagian tanggapan teman-teman di FB

Linda Gustina Maasyaa Allah... 
Banyak bener isi kepala muthi, sampai bisa ngaliiirr aja, lancar... 

Semoga jadi amalan jariyah, membawa kebaikan utk diri sendiri dan org banyak.. 
Barakallaahufiiha


Dhona Riezkanisa Mendekati ujung cerita pandangan kabur dan ada aliran sungai dimata. #meleleh

Yulia Wijaya Barokallah kak Muthi.. Jdi pengen tau lebih dekat siapa itu kak Muthi..

Annata Syahidah Barakallah kk Muthi....superr sekali. Sampai tharu baca nya, rasa nya pengen ada di tmp ketika kk muthi myampaikan motivasi...ikut duduk di antara barisan pdengar. Myimak lgsg motivasi dr ka muthi







Powered by Blogger.