Menulis, Merekam Peristiwa




Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Mungkin kita semua pernah mendengar pribahasa di atas. Makna pribahasa di atas mungkin kita semua juga paham, bahwa setelah mati, seseorang itu akan dikenang budi pekertinya. Baik atau buruk

Sebagai seorang ibu dengan empat orang anak, tentu apa yang saya alami tak akan jauh berbeda dengan ibu-ibu lainnya. Terutama ibu-ibu yang full time. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, rasanya urusan rumah dan anak-anak tidak ada habis-habisnya. Apalagi di saat anak-anak masih kecil, sekedar untuk mandi santai saja, itu sudah sebuah kemewahan. Dan tentu kita sepakat, dari segala kelelahan fisik dan bathin mengurus semuanya, tentu tak sedikit pula kebahagiaan yang kita alami. Ada saja tingkah polah mereka dan celotehan mereka yang membuat kita tersenyum bahkan terpingkal-pingkal atau membuat kita merenung. Betapa ajaibnya makhluk ciptaan Allah ini. Mereka hadir dengan segala keunikannya. Tak pernah sama sekalipun mereka kembar identik. Kehadiran mereka membuat kita belajar, belajar dan belajar lagi tentang semua hal. Tentang ilmu parenting, ilmu kedokteran, ilmu keuangan, ilmu agama dan banyak hal.

Masa-masa dengan anak tanpa kita sadari hanya sebentar saja. Tau-tau mereka sudah besar. Satu persatu mereka akan pergi menempuh pendidikan yang lebih tinggi yang jauh dari rumah. Dan pada akhirnya mereka akan membangun rumah tangganya dengan belahan jiwanya masing-masing. Apakah mereka akan ingat dengan semua kenangan bersama kita, orang tuanya? Apakah mereka akan ingat dengan semua kenangan indah, pahit dan getir ketika dengan kita? Ingatan tak ada yang abadi. Akan tergerus oleh zaman. Tergerus oleh peristiwa demi peristiwa yang menyesaki otak mereka. Selain foto dan mungkin video, apalagi yang menjadi ‘penghubung’ mereka dengan masa lalunya bersama  kita?

Saya memang melankolis. Membayangkan berpisah dengan mereka sudah membuat hati mengharu biru. Tapi masa itu pasti tiba. Atau bisa jadi masa itu tak pernah saya rasakan karena dipanggil Allah lebih cepat. Saya ingin ketika masa itu tiba, mereka memiliki catatan dari peristiwa-peristiwa indah tentang mereka. Sehingga mereka kelak ingat, “oh dulu kita pernah begini.” Bahkan anak-anak mereka pun tahu. “Oh dulu ayah / ibu pernah begini ya?”
Maka, sayapun mulai menulis. Saya ingin meninggalkan jejak kenangan buat mereka. Awalnya saya menulis hanya di facebook. Kemudian seorang teman menyarankan untuk membuat blog, sehingga semua tulisan saya dapat disimpan di sana. Terekam dengan abadi. Serta gampang di cari dan di baca kembali. Sekarang setiap tulisan yang saya buat (sebagian besar tentang mereka) saya simpan di blog dan saya share di facebook.


Jadilah segala rupa saya tulis di blog. Merekam peristiwa, mengeluarkan uneg-uneg, ide, atau menyimpan cerita motivasi. Ternyata ketika teman-teman juga sanak keluarga bercerita, bahwa mereka termotivasi atau tercerahkan oleh tulisanku, alangkah bahagianya hati ini. Ini bonus bagi saya. Saya berharap, semoga semua tulisanku bisa menjadi amal jariyah bagiku kelak. Aamiin.

Pernah anakku yang tertua protes lewat telepon (ia bersekolah di pesantren), kadang ia merasa malu kalau kejadian tentangnya saya sebar ke publik lewat tulisan dan mendapat banyak like dan komen positif dari netizen. Saya jawab sambil bercanda,

“Wah…harusnya Muthi beruntung kalau kisah hebat Muthi ibu tulis. Apalagi kalau kelak tulisan-tulisan ibu di blog ini dibaca anak Muthi, anak Muthi pasti akan tau dan bangga betapa hebatnya ibunya dulu. Dan betapa susahnya neneknya mendidik ibunya dulu.” Saya pun terkekeh sendiri.

Kemudian dengan nada tercekat, dia berkata,

“Bagi Muthi, ibu yang terhebat.”



Saya yakin air matanya mengalir di seberang sana. Sama sepertiku di sini. Air mata meleleh atas ungkapan tulus darinya. Apakah yang membahagiakan hati seorang ibu selain pujian tulus dari buah hati yang dibesarkannya dengan cinta?

Saya akan terus menulis di blog. Merekam peristiwa demi peristiwa tentang mereka, juga peristiwa-peristiwa hebat lainnya di sekitar kita, sebagai warisan dari ibu dan ayahnyanya yang tak bisa meninggalkan harta kepada mereka. Hanya lewat tulisan, rekaman bukti cinta mendidik dan membersamai mereka. Jejak abadi yang akan kami tinggalkan untuk mereka, anak-anak surga dan juga untuk semua teman-teman dan handai tolan lainnya. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.