Ketika si buah hati berbohong


Kemarin ada pertanyaan menggelitik di wag sekolah anak. "Apa sih solusi menghadapi anak yg suka bohong dan mengarang spontan, ketika ditanya orang tua?"
Setelah berapa jam berlalu, belum ada yg menjawab. Sy tergoda untuk menjawab. Bukan krn sy seorang psikolog, apalagi ahli parenting. Bukan. Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa dg pengalaman jd ibu PAS 20 th 1 bulan 1 hari, hari ini. (Upss.... Ketahuan deh, tuanya 😂) Masya Allah. Alhamdulillah atas karuniaMu ya Allah.
Sengaja sy share di sini, mungkin ada psikolog atau ahli parenting yg berkenan menambah atau mengurangi jawaban saya ini.
Siapapun orang tua tentu pernah mengalami anak berbohong. Awalnya tentu kaget. Kok bisa2nya mereka berbohong? Siapa yg mengajari? Biasanya, awalnya, kita menanggapi dg emosional. Tak terima mereka berbohong. Tapi lama2 kita bisa mengambil benang merah di kondisi seperti apa mereka berbohong.
Dan berdasarkan pengalaman, saya merasa, bohong itu ada 2 kategori. Dan penanganannya juga berbeda.
1. Bohong untuk melindungi diri. 
Ini bohong spontan. Ketika melakukan kesalahan, karena takut orang tua marah, dan dihukum, mereka berbohong untuk melindungi dirinya.

Penanganan saya, sy introspeksi. Apakah amarah saya yg membuat mereka takut atau hukuman saya yg terlalu berat sehingga mereka cari aman dg berbohong.
Kemudian sy ajak si anak berbicara di lain waktu dlm suasana santai. Bahwa bohong itu tidak baik, dosa. Melakukan kesalahan itu salah ditambah berbohong, salahnya jd 2. 
Jadi lebih baik jujur ketika melakukn kesalahan. Ibu TIDAK AKAN MARAH tp tetap ada konsekuensi.

Konsekuensi ini harus dibicarakan terlebih dahulu dg anak. Bikin kesepakatan. Shg ketika pelangggaran terjadi mereka tidak protes, marah atau ngamuk ketika harus menjalankan konsekuensi. Konsekuensi ini biasanya sy sesuaikan dg kesukaan anak. Apa yg dia suka itu yg sy jadikan konsekuensi.
Misal, si sulung Muthi sangat suka membaca. Jd hukumannya hari itu tidak boleh pegang buku. Si sayyid yg sangat suka jajan, maka hukumannya, uang jajan besok di potong. Si bungsu Alyssa suka nonton film anak2, hari itu tidak boleh nonton. Dll
Jd klu sy melihat sesuatu yg tidak beres, sy tinggal bilang, "ayoo... Siapa yg melakukn? Jujur aja. Ibu g marah". Biasanya mereka dg cepat mengaku. Kemudian konsekuensi diterapkan.
Menerapkan konsekuensi ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Yg sulit itu menahan marah. 😁 Gimana g emosi, misal, foto pernikahan ukuran besar jatuh ke lantai dg pecahan kaca berhamburan ke seluruh ruangan gara2 kena tendang bola si mungil Sayyid yg iseng main bola dlm rumah? Hahaa... Pengen langsung masukin kepala ke dlm kulkas. Biar adem.
Tapi krn janji tidak marah, dia lgsg lari memeluk sy, minta maaf dan mengaku salah, segera dia sy suruh ke kamar dan sy pun membersihkan pecahan kaca yg bikin senewen krn byknya. 😊
2. Bohong krn krisis kepercayaan diri
Nah ini terjadi kepada si bungsu sy, Alyssa. Klu tak salah kejadiannya ketika dia TK

Klu ada temannya yg cerita ttg liburan, dia juga akan bercerita ttg liburan yg dia karang sendiri dg lebih dahsyat. Klu kakaknya cerita ttg mimpi semalam, dia juga cerita mimpinya semalam (yg dikarang) dg kejadian yg lebih hebat dr sang kakak. Pokoknya dia suka nimbrung pembicaraan dg cerita lebih dahsyat dr orang lain.
Mula2 sy diamkan saja. Lama2 kok makin sering. Tp sy lihat dia berbohong bukan untuk menipu atau menyelamatkan diri. Dia berbohong hanya agar terlihat lebih hebat. Sy merasa ini hanyalah masalah kepercayaan diri.
Sindrome anak bungsu klu menurut sy. Yg biasanya selalu kalah hebat dalam pengalaman dr sang kakak atau kalah trampil dlm melakukan sesuatu pekerjaan dr kakak. Makanya dia berusaha mencuri perhatian di setiap ada kesempatan.
Penanganan dr sy adalah memberikan perhatian yg lebih besar kpd si bungsu. Bersungguh2 mendengarkn ceritanya walau sesepele apapun ceritanya. Memberikan semangat bahwa apa yg ia lakukan adalah hebat. Sambil terus membisikkan bahwa ia harus jujur. Tidak boleh berbohong krn bohong itu adalah dosa.
Alhamdulillah kebiasaan itu akhirnya hilang.
Berbohong yg dilalukan oleh seorang anak (kecil) , merupakan tahapan wajar dlm proses tumbuh kembang mereka. Yg penting kita bersabar mengarahkannya. Jgn sampai berbohong itu menjadi karakter.
Karawang, 30 Mei 2019

Janjiku Terpenuhi...



Sekitar 5 tahun yang lalu, saya dan Muthi mengikuti pelatihan menulis non fiksi bersama Asma Nadia di Jakarta. Ingin lebih mengenal dunia tulis menulis bersama penulis terkenal di Indonesia. Di acara itu kita diminta berjanji untuk menerbitkan buku sendiri minimal sekali seumur hidup. Hati terlecut. Bagaimana tidak, anak gadisku yang ketika itu masih kelas 2 SMP sudah menerbitkan 2 buah buku. Umurnya belum 15 tahun. Aku? Sudah lebih 40 tahun. 
Kemudian, Allah yang Maha Penyayang memberangkatkan aku dan Suami ke Baitullah untuk melaksanakan haji dan umroh tahun 2015. Mengingat anak yang masih kecil-kecil, tak mungkin rasanya aku menceritakan perjalan haji ini secara utuh kepada mereka. Sementara kalau disimpan di memori otak, sepanjang mana hal itu akan tersimpan? Umur yang bertambah tua, pelupa merupakan kepastian. Mending kalau lupa, kalau tak ada umur?
Makanya dari sebelum berangkat, saya sudah berniat hendak mencatat perjalanan ibadah yang luar biasa ini secara cermat. Harta berharga yang hendak ku wariskan kepada anak-anak.
Alhamdulillah, Allah memudahkan semuanya buatku, Tulisan yang terangkum dalam 2 buah buku tulis ini, sempat hilang 1 buku di Madinah. Teman-teman seperjalanan juga pembimbing kami pak ustad Yono, ikut mendo'akan agar buku ini ditemukan kembali. Alhamdulillah, tiga hari kemudian setelah berdo'a khusus di Raudhah akhirnya buku bersejarah itupun ditemukan.
Dan... 3 tahun kemudian, setelah disusun ulang serta dilengkapi syariat-syariat dan hukum-hukumnya buku yang di beri judul "Hajiku Hanya UntukMu" inipun terbit.
Alhamdulillaah.... Wa syukurilah.
Launching dan bedah buku "Hajiku Hanya UntukMu" tanggal 28 April 2019 berjalan dengan lancar dan sukses.






Acara ini dibuka dengan berbagai sambutan dan apresiasi dari Pak H. Arwan Kurnia, Pak Dr. H. Puji Isyanto, Ustad Jajat Sudrajat Lc, MA, dan Ust. Drs. Yono Waryono.
Kemudian lanjut dengan bedah buku oleh Ustadzah Umi Nurmuslimat, yang dipandu oleh Bu Hj Ade Uun Khayatun Nufus.

Sungguh suatu peristiwa yang tak pernah terbayangkan olehku sebelum ini. Jangankan membayangkan, terpikirkan pun tidak. Tp inilah kuasa Ilahi. Allah lah yg make it true. Masya Allah.
Tanpa banyak kata, hanya harapan agar buku ini bermanfaat buat yg membaca. Memahami tata cara berhaji, semudah memahami novel. Tak perlu waktu khusus, hanya perlu waktu santai di sela-sela kegiatan untuk membaca buku dengan bahasa yang ringan tapi terstruktur dan berbobot. Tak perlu berkerut kening karena bahasa yang text book, buku ini berbahasa renyah bahkan bisa membuat air mata tumpah.
Bukan promosi. Sueeer....
Hanya beriklan. Hallaah. 😂😂

Banyak pihak yg telah membantu agar buku ini selesai. Untuk itu saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya buat suami tercinta Irvan Amran, Ustad Yono Waryono, ibu Ustadzah Umi Nurmuslimat, yayasan Lampu Iman Karawang, dan teman-teman haji KBIH Lampu Iman. Jazakumullah khairan katsira.



Juga ucapan terima kasih atas penyelenggaraan launching dan bedah buku ini yang sudah di atur dengan sedemikin cermat oleh bu Umi Nurmuslimat, pak Ustad Yono, juga bantuan teman-teman lainnya, bu Hj Yanti Lathifah, bu Mulyana Yana, bu Rika dan Bu Ade.
Semoga Allah membalas budi baik semuanya dengan kebaikan yang tak terhingga. Aamiin ya rabbal'alamiin. Luv you all 😍😍
Powered by Blogger.