Pulang
kampung, selalu memberi energi lebih. Tempat pulang ke pelukan orang tua
tercinta, tempat melepas rindu dengan handai tolan
karib kerabat, tempat bersantai dari hiruk pikuk di kota perantauan, tempat
mengenang sejarah yang telah lewat dan sejuta kenangan lainnya yang terukir di
hati yang tak dapat dinilai dengan benda.
Sebelum menikah, setiap melihat berita tentang
mudik lebaran di televisi, saya hanya tersenyum. Membayangkan keruwetan yang
mereka alami setiap tahun tapi tak pernah kapok. Selalu dan selalu pulang
kampung. Tak terbayangkan hal itu akan saya alami kelak setelah menikah.
Allah mentakdirkan saya merantau mengikuti
suami ke seberang pulau yang berjarak kurang lebih 1400 km dari rumah. Dulu, pulang
kampung memang menjadi masalah besar bagi kami. Karena belum memiliki
kendaraan, pilihan kami untuk pulang kampung adalah dengan pesawat. Bukan
karena gaya. Tapi karena anak-anak yang masih kecil-kecil, yang jika di bawa
pulang dengan bus, akan sangat melelahkan mereka. Karena harus berkendaraan
selama kurang lebih 50 jam atau 2 hari 1 malam. Bisa lebih kalau macetnya agak
parah.
Pulang dengan menggunakan transportasi udara
sangatlah boros. Di samping harga tiket yang melambung tinggi menjelang
lebaran, selama di kampung kami harus pula menyewa kendaraan untuk transportasi
selama di kampung.
Ketika kami sudah memiliki mobil, kamipun
belum berani pulang menggunakan mobil pribadi untuk pulang kampung. Karena mobil
yang kami milliki ketika itu sangat imut, Starlet 1990. Dengan 3 orang anak,
sangat tidak representatif pulang kampung dengannya. Dan pilihan pulang, tetap
dengan pesawat.
Lebaran tahun 2017 ini, anak-anak sudah besar.
Yang tertua sudah kelas 1 SMA, yang kedua kelas 1 SMP dan si bungsu kelas 4 SD.
Alhamdulillah, Allah memberikan kelapangan rezeki, kamipun memiliki sebuah mobil MPV
(Multi Purpose Vehicle). Dan tahun ini kami memberanikan diri membawa mobil
pribadi pulang kampung untuk berlebaran.
Tak terkira bahagianya hati. Dengan
mengendarai mobil Sienta tipe V produksi Toyota, saya dan suami bergantian
menyetir mobil. Kami sudah membagi tugas. Kalau suami yang menyetir, maka co-driver adalah anak lelaki kami yang
duduk di kelas 1 SMP. Sementara saya dan anak-anak perempuan istirahat atau
tidur. Dan ketika saya yang menyetir maka yang menjadi co-driver adalah anak perempuan tertua kami. Si ayah dan anak
lelaki kami akan tidur atau istirahat di belakang. Anak-anak sangat excited menjadi co-driver dan membaca google map dengan semangat sepanjang
perjalanan. Sehingga saya dan suami pun ikut menyetir dengan semangat dan
gembira.
Perjalanan sangat lancar, jalan mulus, cukup
lebar serta pemandangan yang indah di sepanjang perjalanan membuat perjalanan
kami tidak terasa berat meskipun kami semua dalam keadaan berpuasa. Dan yang membuat hati makin tenang adalah di
sepanjang perjalanan mudik kami, banyak bertebaran posko mudik Toyota. Sehingga
kalau terjadi sesuatu dengan mobil kami, bisa segera ditanggulangi. Gratis pula.
Tidak terbayangkan kalau saat ini kami hidup
di jaman tahun 70-an. Tentu keinginan pulang kampung setiap lebaran hanyalah
mimpi. Transportasi darat hanya dengan bus. Pesawat dulu sangat tidak
terjangkau karena mahal. Apalagi memiliki mobil pribadi. Jaauuuh….sekali. Belum
lagi prasarana transportasi seperti jalan, jembatan, dan lampu tidaklah
semulus, seluas, dan sehebat sekarang. Perjalanan ke kampungku bisa memakan
waktu 3-4 hari perjalanan. Bahkan lebih. Belum lagi perjalanan yang rawan
karena harus menembus hutan. Penyebaran penduduk masih jarang, restoran jarang,
apalagi posko mudik dari Toyota, Daihatsu dan lain-lainnya.
Tapi untunglah, jaman berkembang. Tentu tak bisa
dipungkiri, ada tangan-tangan kreatif dan inovatif yang mendorong
percepatannya. Salah satunya adalah Bapak
Wiiliam Soeryadjaya, pendiri PT. Astra
International Tbk.
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia
mulai bangkit dan diliputi semangat membangun negeri. Di masa itulah, tahun
1957, Bapak William mendirikan PT Astra International Inc. Perusahaan yang dimulai
dari menjual minuman ringan dan mengekspor hasil bumi, kemudian merambah menjual
truk merk Chevrolet, membangun indutri otomotif dan akhirnya bertumbuh menjadi
perusahaan besar dengan lebih dari 200 anak perusahaan yang terdiversifikasi
pada tujuh segmen usaha, yaitu Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat dan
Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur dan Logistik, Teknologi Informasi dan
Properti.
Dulu, anak perusahaan PT Astra Internasional yang
bergerak di bidang otomotif yaitu PT Toyota Astra Motor hanya merakit mobil
Corolla, Land Cruiser dan Truk DA. Tapi kemudian, ketika pemerintah menantang
untuk membuat mobil pedesaan, maka PT Toyota Astra Motor menjawab tantangan
tersebut dengan membuat mobil pick up yang diberi nama Kijang. Peresmiannya dilakukan
oleh Presiden Soeharto pada tahun 1975 di acara Pekan Raya Jakarta. Sukses dengan mobil pick up maka dibuatlah
kendaraan niaga buat keluarga. Dengan hadirnya mobil Kijang ini maka dimulailah
era mobil murah buatan anak bangsa.
Sejak saat itu perkembangan industri otomatif
di Indonesia melesat jauh. Tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri tapi juga
di ekspor ke negara tetangga. Bahkan sekarang ekspornya sudah mencapai Timur
Tengah dan Amerika Selatan.
Kesuksesan ini tentu saja memberikan dampak
buat perekonomian Indonesia. Di samping memberikan devisa buat negara, PT Astra
Internasional juga menghidupi ribuan karyawannya. Bahkan melalui Yayasan Dharma
Bhakti Astra, perusahaan Astra International sukses membina UMKM-UMKM di
Indonesia. UMKM ini ada yang
terkait value chain bisnis Astra seperti mensuplai berbagai macam material
maupun part ke industri otomotif maupun industri lainnya, dan ada yang tidak
terkait bisnis Astra seperti bengkel umum kendaraan roda empat atau dua,
pengrajin dan petani. Sehingga uang tidak hanya mengalir di lingkaran pengusaha
besar saja tapi juga mengalir sampai ke masyarakat bawah.
Dalam pembinaan UMKM, Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) membantu meningkatkan
ketrampilan teknik, manajemen, pemasaran, pembiayaan dan teknologi informasi
kepada UMKM dengan motto “Berikan kail bukan ikan”. UMKM
yang dibina antara lain di bidang manufaktur (subkon), perkebunan dan pertambangan,
perbengkelan, dan furnicraft. Sepanjang 35 tahun perjalanannya, YDBA telah
membina 8.646 UMKM yang tersebar di Indonesia. Sedangkan pemuda
putus sekolah diberi pelatihan menjadi mekanik. Sehingga kelak mereka mampu
membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya dan orang lain.
Dengan pemberian pelatihan-pelatihan tersebut, masyarakat menjadi lebih berdaya. Semua menjadi maju
bersama. Sebuah sinergi yang mengesankan. Hal ini sangat sesuai dengan komitmen PT Astra Intersional
untuk berperan serta secara aktif dalam membangun bangsa, seperti yang
diamanatkan dalam butir pertama filosofi Astra, Catur Dharma, yaitu Menjadi
Milik yang bermanfaat bagi Bangsa dan Negara.
Dengan segala kemajuan ini dapatlah dikatakan,
kesuksesan PT Astra Internasional menjadi kebahagiaan kami juga. Teruslah berkarya
membangun bangsa.
Mantab nih artikelnya, coba liat juga nih Daftar Tarif Tol dan Jalur Mudik
ReplyDelete