Sekolah Terbaik



Seperti apakah kriteria sekolah terbaik itu? Tentu setiap orang memiliki standar masing-masing. Ada yang berpandangan sekolah terbaik itu adalah yang terkenal, fasilitas lengkap dan mahal. Ada juga yang berpandangan sekolah terbaik itu memiliki kurikulum yang berstandar international. Ada lagi yang berpandangan sekolah yang terbaik itu memberikan pendidikan agama yang bagus karena pendidikan agama merupakan pondasi dalam kehidupan. Dan bahkan ada yang tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah formal tapi dididik sendiri di rumah atau yang lebih di kenal dengan nama homeschooling. Tokoh terkenal yang saya tahu sukses men-homeschooling anaknya adalah pahlawan nasional H Agus Salim, seorang diplomat ulung yang menguasai 7 bahasa asing yang hidup di jaman kemerdekaan dulu.

Semua sah-sah saja karena kebutuhan setiap orang berbeda. Dan tentu memiliki tujuan yang berbeda.

Kalau saya pribadi, sekolah yang terbaik adalah sekolah yang mengerti dengan anak didiknya, memahami mereka dan berusaha melejitkan potensi mereka. Dan karena saya seorang muslim, tentu sekolah itu harus memberikan landasan agama Islam yang kuat.

Alhamdulillah, Allah telah mengaruniakan saya dan suami dengan empat orang anak. Yang sulung sudah kembali kepada pemiliknya, Allah Azza wa Jalla. Semoga Allah merahmatimu, Nabila Fauzia Azzahra. Dan yang tiga orang, akan kami jaga dan kami didik sepanjang kemampuan kami. Semoga Allah selalu menuntun dan memudahkan kami. Aamiin.

Beberapa sekolah telah kami rasakan metoda pendidikannya terhadap anak-anak kami. Ada satu sekolah yang saya merasa cocok dengan metoda pendidikannya. Bukan berarti sekolah itu sempurna tak bercela. Tapi itulah yang mendekati ideal versi kami.

Sekolah ini tidak terlalu menuntut nilai  akademis. Tidak membebani anak-anak dengan 1001 tugas sekolah atau setiap minggu selalu menguji pencapaian kognitif anak. Melelahkan pasti. Sekolah ini benar-benar menekankan pembentukan karakter dan membangun jiwa. Bagaimana mereka dibentuk menjadi anak yang sholeh, sopan, menghargai teman, menghormati yang tua, berani mencoba, berani bertanggung jawab dan berani mengemukakan pendapat. Serta selalu dipancing untuk melakukan problem solving. Ruang diskusi sangat terbuka di sini. Karena di sini metoda pembelajaran dua arah, bukan hanya guru menerangkan murid mendengarkan. Mudah-mudahan karakter ini akan menjadi habit bagi mereka sampai dewasa kelak.

Pendidikan karakter (akhlak) membutuhkan waktu yang lama agar bisa menjadi kebiasaan dalam kehidupan manusia. Misalnya karakter percaya diri. Sungguh tak mudah membentuk rasa percaya diri seorang anak. Butuh waktu yang lama, bahkan bisa bertahun-tahun. Kadang, itupun belum tentu berhasil. Berbeda dengan pendidikan kognitif. Misal, dengan latihan yang intensif, seorang anak dapat menguasai pelajaran matematika dalam 6 bulan saja.

Ada satu kejadian yang sangat membekas dalam ingatan saya terhadap sekolah ini yaitu ketika anak nomor tiga saya kelas 3 SD. Di Karawang diadakan perlombaan senam sehat antar SD. Seperti jamaknya lomba, tentu semua sekolah berusaha tampil sebaik mungkin sehingga bisa meraih kemenangan. Maka dipilihlah siswa terbaik, yang bersemangat dan yang pintar. Latihan intensif. Dan bagi sekolah mahal maka mereka akan melengkapinya dengan penampilan keren seperti seragam khusus, topi khusus dan aksesoris pendukung lainnya.
Sekolah anakku pun ikut berpartisipasi. Maka dipilihlah siswa-siswa yang akan berlomba. Tapi heiii…kenapa pak guru memilih si X yang tampilannya tidak bersemangat dan bermata sayu seperti tidak bergairah? Beberapa orang tua mulai kasak kusuk. Mereka memprotes di belakang tentang pemilihan si X yang menurut mereka akan mengurangi nilai sekolah. Dan selama latihan si X memang terlihat sering melakukan kesalahan. Kalau bukan salah gerakan, ya…ritme gerakannya tertinggal dari teman-temannya. Sehingga mengurangi kekompakan kelompok. Beberapa orang tua sangat ingin si X diganti dengan anak yang lebih mampu. Lebih energik. Tapi mereka tidak berani mengusulkannya kepada Pak guru. Akhirnya meskipun di hari perlombaan si X tampil bersemangat, tapi ia dan beberapa anak lainnya ,mungkin karena grogi, melakukan beberapa kesalahan. Dan seperti yang sudah diduga, sekolah anakku pun kalah.

Tapi apakah pak guru dan sekolah memandang itu suatu kekalahan? Masya Allah…ternyata tidak sama sekali. Guru dan sekolah malah melihat itu sebagai suatu keberhasilan. Lho…kok? Ternyata yang dibidik oleh sekolah adalah si X tadi. Dia adalah anak yang tidak percaya diri. Pendiam dan tidak punya banyak teman. Dengan mengikutkannya lomba, ternyata dia merasa dipercaya oleh sekolah.  Dia merasa diperhatikan. Dia merasa penting. Dia merasa diperhitungkan. Dengan tiba-tiba, kepercayaan dirinya melesat jauh. Alhamdulillah, saya melihat sendiri bagaimana perubahan si X menjadi anak yang lebih riang, lebih bersemangat dan lebih percaya diri setelah lomba itu. Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibunya dengan rasa syukur.

Kira-kira sekolah mana yang mau mengorbankan waktu, tenaga dan uang untuk sebuah kekalahan di suatu perlombaan hanya untuk melesatkan rasa percaya diri dari SEORANG anak? Pasti tak banyak. Sekolah, terutama sekolah bagus biasanya lebih sibuk menyelamatkan kebesaran nama institusinya ketimbang benar-benar mendukung anak untuk melesatkan potensi terpendamnya.

Dan sayapun melihat itu, bagaimana suatu sekolah melakukan hal seperti itu. Untuk bisa memenangkan pertandingan yang akan mengharumkan nama sekolah atau lebih tepatnya menyelamatkan ego sekolah, sekolah itu hanya memilih murid yang mampu saja untuk bertanding mewakili sekolah. Bahkan kadang untuk beberapa pertandingan sejenis, murid yang dikirim itu-itu saja. Tanpa mau memberikan kesempatan kepada siswa lain yang juga memiliki potensi tapi belum sehebat siswa pilihan tadi untuk mengasah potensinya. Mereka tak mau mengambil resiko kalah karena sudah mengeluarkan uang banyak dan nama sekolah menjadi jeblok. Padahal  bila sekolah melakukan itu, ia telah membantu melejitkan potensi seorang anak untuk menjadi berani, percaya diri dan terasah kemampuannya. Bukan tidak mungkin itu tonggak awal kemajuan si anak menjadi pemimpin di masa depan. Dengan tidak memberikannya kesempatan, maka sekolah sudah mematikan satu tunas bangsa.

Sekolah adalah salah satu sarana bagi seorang anak untuk mendapatkan bekal ilmu dan kemandirian bagi masa depannya kelak. Juga tempat untuk membentuk karakternya. Kelak, pengelolaan negara akan berada di tangan mereka. Maka berikanlah pendidikan yang mampu menggali potensinya bukan menyeragamkan potensi. Dan beri kesempatan yang seluas-luasnya sehingga mereka bisa berkembang sesuai bakat unik yang telah Allah berikan kepada mereka. Wallahu'alam bisshowab


Karawang, 19 Desember 2017

3 comments:

  1. Makin kuat keinginan sya untuk menyekolahkan si sulung ke sekolah tersebut.
    In sya Allah pas SD nanti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin....semoga mendapat yang terbaik. dan menjadi amal sholih bagi orang tuanya

      Delete
  2. Makin kuat keinginan sya untuk menyekolahkan si sulung ke sekolah tersebut.
    In sya Allah pas SD nanti.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.