Bismillah….
Sudah seminggu ini anak bujangku
yang duduk di kelas 8 resah. Padahal dari sebulan yang lalu ia sangat antusias
mengikuti program outing sekolahnya. Tujuan outingnya kali ini adalah
menjelajahi Bandung, juga akan berkuda dan memanah di Darussunnahnya Aa Gym.
Apa pasal? Sebagai pimpinan
kelompok, ia merasa tak sanggup bertanggung jawab atas seorang anak ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) teman sekelasnya yang masuk ke dalam kelompoknya. Ia khawatir
tidak bisa menghandlenya ketika nanti
keliling Bandung. Oh iya, dia bersekolah di sebuah Sekolah Alam yang merupakan
sekolah dengan program inklusi.
Meskipun sudah ku kuatkan dengan, “kalian
tidak dilepas oleh guru”, “Kalau nanti ada masalah guru segera membantu”, “Ini
latihan jadi pemimpin yang keren bagi Sayyid”, “Bayangkan, kalau nanti Sayyid
jadi pemimpin, Sayyid sudah bisa menghandle
orang dengan berbagai macam tipe,” wwuiisss….metoda nasehat tidak mempan. Ia tetap
galau.
Ganti pendekatan….
Akhirnya saya bertanya, "Sayyid
pernah dengar cerita tentang raja dan sahabatnya?". "Enggak",
jawabnya heran. Mungkin dia berpikir, apa hubungannya antara kegalauannya
dengan cerita raja dan sahabatnya.
Dan emakpun bercerita.
Ada seorang raja, memiliki seorang
sahabat. Mereka sangat suka pergi berburu. Sering mereka pergi berburu ke
tempat-tempat yang jauh berdua saja. Tanpa disertai pengawal raja.
Sahabat raja ini adalah seorang yang
Sholeh dan selalu bersyukur. Tiap mengalami sesuatu dia selalu berkata,
"Alhamdulillah, ini yang terbaik".
Suatu hari mereka pergi berburu
berdua. Dalam perjalanan, terjadi kecelakaan yang menyebabkan jari kelingking
raja putus. Raja sangat kesal dan kesakitan. Sahabat raja berkata,
"Alhamdulillah, ini yang terbaik". Dan rajapun murka. Bagaimana
mungkin dia kehilangan jari kelingking tapi di sebut ini yang terbaik? Akhirnya
sang sahabat pun di penjara.
Kemudian raja menemui sahabatnya itu
di dalam penjara, "Bagaimana perasaanmu setelah engkau aku penjara?"
Sang sahabat menjawab, "Alhamdulillah, ini yang terbaik." Rajapun
meninggalkannya dengan kesal. Raja tak habis pikir, masak sudah di penjara
masih merasa itu yang terbaik?
Suatu hari raja ingin berburu. Karena
sahabatnya dalam penjara, maka ia pergi berburu sendirian. Tanpa disadari, sang
raja masuk terlalu jauh ke hutan dan tersesat. Kemudian dia ditangkap oleh
sekelompok suku yang tak dikenal. Suku ini tak mengenal tuhan. Mereka memiliki
kepercayaan kepada dewa-dewa. Dan sang raja akan dipersembahkan kepada dewa
mereka. Raja akan dikorbankan untuk tumbal kepada dewa mereka.
Ketika raja akan dikurbankan,
terlihatlah oleh mereka jari kelingking raja yang putus. Akhirnya raja tidak
jadi dikurbankan karena dia dianggap tidak sempurna. Dia cacat. Dan sang raja
pun dilepaskan. Raja sangat bersyukur atas kelingkingnya yang putus itu.
Kelingking putus itulah yang menyebabkannya selamat dari maut. Dan dia segera
teringat ucapan sahabatnya, "Alhamdulillah, ini yang terbaik".
Dan sekembalinya ke kerajaannya,
rajapun segera membebaskan sahabatnya itu. Kemudian raja bertanya, "Kalau
saya bersyukur dengan kelingking saya yang putus. Sedangkan kamu, apa yang kamu
syukuri dengan berada di dalam penjara?".
Sahabatnya menjawab, "Kalau hamba
tidak dalam penjara, tentu hamba akan menemani tuanku pergi berburu. Kemudian
kita tertangkap bersama. Ketika tuan tidak jadi disembelih karena cacat tentu
saya yang akan menggantikan tuan untuk disembelih."
Sayyid mendengarkan dengan khusyuk.
Sayapun bertanya, "Apakah raja
tau kalau kelingkingnya yang putus itu akan menyelamatkan nyawanya di kemudian
hari? Apakah sahabat raja tau kalau keberadaannya di penjara akan
menyelamatkannya dari sembelihan? Tentu tidak. Nah, apa yang terjadi sekarang,
insya Allah hikmah kebaikannya ada di kemudian hari. Mungkin sekarang kita
tidak tahu karena Allah menyimpannya untuk masa depan. Jadi yang harus kita
lakukan, jalani semuanya dengan ikhlas dan bersyukur. Karena Allah menyimpan
kebaikannya di masa depan.
Sayyid pun bertanya, "cerita itu
kejadian nyata, Bu?"
"Tentu," jawabku meyakinkan.
Tapi sungguh, saya tidak tahu cerita
itu nyata atau tidak karena saya membaca di grup wa ketika ada yang
mempostingnya, dulu. Saya bilang tentu, untuk menguatkan hatinya. Tapi nyata
atau bukan, hikmahnya luar biasa. Membuat kita selalu mensyukuri apapun yang
terjadi meskipun hikmahnya belum terlihat saat ini.
Akhirnya iapun besok berangkat
dengan gembira. Alhamdulillah.
*****
Sepulang dari outing ia
menceritakan dengan semangat pengalamannya. Bahkan apa yang ia khawatirkan
ternyata tidak terjadi. Kegembiraan yang wajar dari seorang ABG. Tak ada yang
istimewa.
Tapi setelah seminggu berlalu, baru
saya menyadari ada yang istimewa dari ceritanya. Terasa istimewa ketika ia
mengulang salah satu cerita itu lengkap dengan hikmah yang bisa ia ambil.
Ketika itu adiknya Alyssa lagi
kesal karena ia kecewa akan sesuatu hal. Tak sesuai antara harapan dan
kenyataan. Ia pun melampiaskan emosinya dengan menangis keras. Setelah saya
membiarkannya menangis sebentar sekedar untuk melepaskan emosinya, saya bermaksud
hendak menenangkannya. Tapi sebelum saya membuka mulut, Sayyid sudah lebih dulu
bersuara,
“Sudah Ca, ikhlasin aja. Mungkin
ini yang terbaik.”
“Nggak. Nggak bisa ikhlas. Ica
kesel.”
Sayapun menunggu apa usaha si kakak
untuk menenangkan adiknya.
“Dengerin Uda nih… waktu Uda outing
ke Bandung kemarin, kan Uda mabit di masjid Daarut Tauhid. Paginya uda beli
nasi kuning buat sarapan. Teman-teman Uda pada beli nasi uduk.”
Perhatian si adik terbeli. Dia
langsung diam mendengarkan kakaknya bercerita.
“Pas waktu Uda makan, nasi
kuningnya terasa agak aneh. Tapi karena Uda lapar, Uda makan aja. Baru setengah
Uda makan, nasi kuningnya jatuh ke jalan. Langsung berserakan. Tadinya Uda
kesel, karena masih lapar. Kemudian uda ikhlasin aja. Ya udah…mungkin ini yang
terbaik.”
“Nggak lama kemudian perut Uda
sakit. Padahal sebentar lagi mau berangkat. Ehh…untung sakit perutnya hilang.
Coba kalau tadi nasi kuningnya nggak jatuh ke jalan, kemakan semua nasi
kuningnya. Bisa jadi setelah itu Uda mencret-mencret. Nah, berarti nasi kuning
jatuh itu, itu yang terbaik dari Allah. Mungkin Ica juga begitu. Sekarang, ini
yang terbaik buat Ica.”
Sungguh, saya speechless. Dia bisa mengambil hikmah dari kesusahannya hari itu.
Dia bisa menyerap dan mempraktekkan kisah yang saya sampaikan sehari sebelumnya
kepadanya. Dan Allah yang Maha Penyayang langsung memberi bukti nyata dari
cerita yang saya sampaikan dan dari keikhlasan yang dia tunjukkan hari itu.
Untuk kesekian kalinya saya
membuktikan. Teknik berkisah sangat mumpuni
dalam menasehati anak. Memberikan nasehat dengan berkisah akan lebih mudah
diterima oleh anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun, lebih mudah diingat dan
akan tersimpan dalam jangka waktu yang panjang. Dan lewat kisah, menasehati
tanpa menyakiti hati. Tanpa nada menggurui.
Mungkin kalau saya memberikan nasehat
kepada Sayyid dengan cara kalimat perintah, “harus ikhlas, harus sabar, harus
bersyukur, karena itu perintah Allah”, maka secepat itu masuk telinga kanan,
secepat itu pula keluar dari telinga kiri. Alias tak berbekas. Tapi dengan
berkisah, tersentuh jiwanya.
Kenapa berkisah itu penting?
Mungkin kita semua sudah tahu bahwa sepertiga dari isi Al Qur’an itu adalah
kisah. Kisah tentang nabi-nabi, kisah umat terdahulu dan kisah tentang kejadian
di jaman Rasulullah. Di dalam kisah banyak pelajaran yang ternilai. Seperti
firman Allah dalam surat Yusuf ayat 111.
قَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا
كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ
كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (Qs.Yusuf :111)
Memang, memberikan nasehat lewat
berkisah akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Tapi efeknya juga lebih lama
dan lebih mendalam. Sampai ke hati. Jadi, mari para ibu sholihah, luangkan
waktu untuk berkisah. Dan supaya stok kisah banyak, tentu ibu harus banyak
membaca. Right?
0 comments:
Post a Comment