Anak saya semuanya bersekolah di sekolah alam. Kegiatan luar (outdoor) adalah kegiatan keseharian mereka.
Tapi semua kegiatan itu dilakukan sudah terukur, teruji dan di bawah pengawasan ahli. Dan faktor keselamatan anak-anak adalah faktor nomor satu dan tidak bisa ditawar-tawar.
Ada satu kegiatan yang sangat menantang dan cukup berbahaya dalam agenda mereka yaitu siswa-siswa kelas 5 SD melakukan ekspedisi ke pulau-pulau. Melakukan susur pantai dari beberapa pulau untuk melihat dan mempelajari biota laut. Ikut melakukan penanaman pohon mangrove, melepas tukik ke laut, ikut membudidayakan kerang, snorkling dan lain-lain.
Hati orang tua mana yang tidak ketar-ketir anaknya yg baru berumur rata-rata 10 tahun melakukan ekspedisi dari pulau ke pulau selama 5 hari, dan berhadapan dengan samudera lepas?
Tapi sekolah tentu tak akan melakukan kegiatan yang cukup berbahaya ini kalau tidak yakin benar-benar safety. Persiapan dilakukan berbulan-bulan. Di mulai dengan latihan fisik bagi anak-anak. Belajar berenang, belajar mengambang di air, trekking beberapa kilo dan lain-lain.
Sementara pihak sekolah, di samping mempersiapkan guru-guru pendampingnya, tenaga ahli, juga bekerja sama dengan nelayan setempat, untuk melihat kapan waktu yang tepat. Bukan musim penghujan, bukan musim badai, bukan pula musim pasang. Karena tentu nelayan yang paham dengan kondisi medan tempurnya.
Rata-rata keberangkatan mereka adalah di bulan Maret-April. Di bulan-bulan itu hari cerah dan laut tenang.
Alhamdulillah, selama ini (dan semoga seterusnya) anak-anak kami pulang dalam keadaan sehat selamat dan bahagia. Bertambah ilmu dan pengalamannya serta punya selaksa cerita yang mereka luapkan kepada kami tentang pengalaman ekspedisi mereka.
Ketika father's day 2 tahun yang lalu, kegiatan yang diadakan sekolah adalah kemping dan trekking anak dan ayah. Ayah harus merasakan salah satu kegiatan seru anak-anaknya ini.
Mereka akan membuat bivak bersama, tidur bersama di dalam bivak (kecuali kalau anaknya perempuan, ayah dan anak akan tidur terpisah. Anak perempuan tidur setenda dg teman perempuan dan ayah akan tidur di tenda bersama ayah lain yang anaknya perempuan juga), mendaki gunung, melintasi sungai, melewati curug dan lain-lain.
Karena acara father's day ini dilakukan di musim penghujan, penghujung Januari, ada beberapa peraturan yang harus mereka ikuti.
Salah satunya adalah ketika trekking mendaki gunung, jam 2 siang mereka semua sudah harus turun gunung. Jam 4 semua sudah berkumpul di posko di kaki gunung. Karena berbahaya berada di atas gunung lewat dari jam 2.
Ternyata ketika mereka dalam perjalanan turun, masih banyak remaja-remaja yang baru hendak naik ke gunung. Dan benar saja, setelah Asyar hujan turun dengan lebatnya. Sampai Isya mereka masih terjebak di atas gunung. Akhirnya beberapa penduduk desa naik ke gunung mencari mereka.
Safety first harus menjadi faktor utama dalam melakukn kekgiatan outdoor. Makanya saya sangat miris menbaca berita, ketika penduduk setempat sudah mengingatkan para guru dan pembina pramuka SMPN 1 Turi akan bahaya susur sungai di musim hujan ini. Tapi mereka dengan arogan berkata, "Hidup mati di tangan Allah".
Hidup mati memang di tangan Allah. Tapi bukan berarti kita bisa abai dengan keamanan anak-anak. Kalau sudah begini, mau ngomong apa? Harta dapat dicari, tapi nyawa tak ada yang menjual.
Semoga kejadian ini bisa diambil pelajarannya. Perhitungkan segala faktor resiko ketika melakukan kegiatan outdoor terutama yang membawa banyak siswa. Dan dengarkan penduduk setempat. Karena mereka yang sangat paham situasi daerahnya.
Semoga keluarga yang kehilangan putra putrinya bisa bersabar atas cobaan ini. Dan semoga siswa-siswa yang meninggal diterima segala amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya. Aamiin ya rabbal'alamiin.
Catatan.
Tulisan ini diunggah di grup Komunitas Bisa Menulis tanggal 22 Februari 2020
dan direspon oleh 308 orang, dikomentari oleh 59 orang dan dibagikan oleh 15 orang
0 comments:
Post a Comment