Didik anak lelakimu, bu...

Sering sekali kita baca di grup KBM, cerita tentang suami yang egois, tak bertanggung jawab, pelit serta tak punya empati. Benar-benar bikin emosi serasa mau nampol. Meskipun sebagian fiksi, tapi kenyataannya memang banyak suami seperti itu di luaran sana.
Tentu tak ada seorang pun dari kita yang menginginkan suami seperti itu. Dan tentu kita semua sangat ingin memiliki suami yang bisa menjadi qawwam (pemimpin) bagi keluarganya. Lelaki yang bertanggung jawab, jujur, penyayang, dan sholeh.
Bagi yang mendapatkan suami yang bisa menjadi qawwam bagi keluarga, bersyukurlah. Tapi bagi istri yang mendapat suami sebaliknya, bersabarlah.
Tapi jangan wariskan keburukan perilaku suami kita kepada anak laki-laki kita.
Mari kita persiapkan anak laki-laki kita agar kelak menjadi anak yang sholeh, berbakti kepada ke dua orang tua dan mampu menjadi qawwam bagi keluarganya kelak.
Kehidupan manusia akan dipengaruhi oleh watak dan sifat.
Watak adalah bawaan gen dari lahir. Ia tak bisa diubah. Sedangkan sifat bukan bawaan dari lahir. Ia dibentuk oleh lingkungan. Sehingga perilaku bisa dibentuk sedari kecil.
Watak pemarah, sensitif, periang, adalah bawaan gen yang tak dapat diubah. Tapi sifat bertanggung jawab, amanah, jujur dan sholeh adalah perilaku yang bisa dibentuk sedari kecil.
Begitu juga sebaliknya, anak egois, manja, pelit, cengeng, tak bertanggung jawab juga bisa dibentuk dari kecil.
Ada beberapa tips sederhana yang bisa kita lakukan mendidik anak laki-laki agar kelak ia bisa qawwam bagi keluarganya.
1. Tanggung jawab.
Berilah ia beberapa tugas sedari kecil. Latih ia agar bisa menyelesaikan sendiri tugas itu sendiri. Tak harus tugas yang bersifat kelelakian. Tugas keperempuanan pun tak apa. Agar ia kelak bisa berempati kepada tugas-tugas istrinya di rumah.
Misal, menyapu kamarnya, membersihkan kamarnya, mencuci piring makannya sendiri, mencuci sepedanya, mencuci sepatu dan tas sekolahnya dan lain-lain.
Beri ia tugas harian dan tugas mingguan. Sesuaikan dengan umur. Semakin tinggi umurnya, beri tugas yang lebih berat.
2. Empati.
Setiap manusia bisa merasa sedih, kecewa dan menangis. Ketika anak lelakimu menangis karena sedih, jangan dibentak. "Jangan cengeng. Kamu anak laki-laki. Gak boleh nangis."
Hal ini membuat ia kehilangan empati atas kesedihan dan kesusahan orang lain.
Suatu ketika anak laki-laki saya (saat kelas 4 SD), pulang dengan menangis sehabis berkelahi dengan temannya.
Yang saya lakukan pertama kali adalah memeluknya. Saya biarkan dia sesegukan dipelukanku. Setelah reda, saya bawa ia duduk dan saya tanya kejadian yang membuat ia sedih.
Siapa sangka ketika ia kelas 3 SMP, saya ada masalah dan menangis, yang pertama ia lakukan adalah memeluk saya. Ia biarkan saya menangis terguncang di bahunya. Ketika itu badannya sudah lebih tinggi dari saya Setelah tangisan saya reda, ia tuntun saya duduk di kursi, dan baru bertanya apa masalah saya.
Empati yang dia berikan, persis seperti empati yang pernah saya berikan.
Saat itu saya merasa lega karena mendapat dukungan. Mungkin seperti itu pula yang ia rasakan ketika kelas 4 SD.
3. Amanah
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan rasa amanah dalam dirinya. Di samping memberikan tugas yang harus diselesaikannya, saya memberikan kepercayaan untuk mengelola uang. Mulai dari mingguan kemudian menjadi bulanan.
Ketika dia masih kecil, dia sangatlah boros. Setiap saat meminta uang jajan. Saya merasa program uang mingguan bakal gagal. Mungkin perlu waktu berbulan agar ia mampu amanah dengan uang jatahnya.
Ternyata, kepercayaan memang melejitkan potensi. Ketika ia kelas 6 SD saya beri amanah dengan uang mingguan, ternyata hanya 2 minggu pertama yang ia kehabisan uang sebelum waktunya. Tapi ia sama sekali tak meminta tambahan. Ia tahan keinginannya sampai datang minggu berikutnya saat ia kembali mendapat jatah uang mingguan.
Dan ketika SMP, saat jatah uang bulanan diberikan, ia sudah bisa mengatur uangnya. Berapa untuk dijajanin, berapa untuk ditabung dan berapa buat sedekah. Dan kelas 2 SMP ia sudah bisa memberikanku hadiah dari uang tabungannya.
Kepercayaan melahirkan pribadi amanah.
4. Berbagi
Untuk menjauhkan sifat pelit, sangat penting bagi kita untuk menumbuhkan rasa empati dan suka berbagi.
Libatkan anak kita dalam kegiatan sosial. Ajak ia untuk berbagi kepada kepada saudara, tetangga, dan kaum dhuafa. Dan ajarkan keutamaan bersedekah.
Suatu hari saya sedang bercerita kepada anak-anak tentang keutamaan sedekah. Kita tak akan jatuh miskin kalau bersedekah. Bahkan sedekah yang kita beri akan dibalas Allah dengan berlipat ganda.
Ketika itu anak-anak masih kecil. Si bujangku masih kelas 2 SD.
Saat itu mereka hanya diam. Saya merasa mereka belum terlalu paham maksudku. Atau mungkin mereka tidak percaya dengan ceritaku. Masak bersedekah bisa di balas Allah berlipat ganda?
Tiba-tiba datang tamu. Teman kantor suami beserta istrinya. Karena suami tak di rumah maka mereka pun tak lama di rumah. Sebelum pergi mereka memberikan sebuah kantong kresek berisi oleh-oleh kepada anak-anak.
Ternyata isinya mangga. Saya jadi ingat 2 hari yang lalu saya menyuruh si bujang untuk mengantarkan mangga kepada tetangga sebelah.
"Coba Sayyid, masih ingat tidak, dua hari yang lalu Sayyid mengantarkan mangga ke rumah Hanin? Berapa buah mangga yang Sayyid beri waktu itu?"
"Tiga buah," jawabnya cepat.
"Sekarang coba hitung, berapa mangga yang dikasih oleh Pakde Tarso?"
Dia pun menghitung dengan cepat.
"Ada tujuh, bu."
"Nah, betulkan kata ibu tadi. Kalau kita bersedekah, dibalas Allah dengan berlipat ganda. Kita memberi mangga ke Hanin 3 buah tapi Allah membalasnya lewat Pakde Tarso 7 buah."
Serentak mereka berujar dengan takjub, "iya yaa..."
Saya bersyukur. Ketika saya menjelaskan sesuatu yang abstrak, Allah hadir memberikan contoh nyata sehingga anak-anak sangat paham dengan konsep sedekah.
Sejak itu, mereka sering bersedekah dan sering bercerita balasan-balasan kebaikan dari Allah.
Sampai sekarang, kalau saya terlompat omongan, "Duh... Ibu lagi g ada uang."
Maka mereka pun berebut menawarkan tabungan masing-masing. Dan selalu disertai kalimat, "g usah diganti bu."
Masya Allah....
5. Jujur
Kejujuran, ini benar-benar mutlak ketauladanan dari orang tua. Tak mungkin anak akan jujur sementara orang tua sering berbohong.
Dan juga penyebab anak berbohong apabila hukuman yang kita terapkan terlalu berat. Sehingga mereka akan mencari aman dengan berbohong.
Dulu mereka pernah berbohong ketika melakukan kesalahan. Tapi karena mereka masih anak-anak kita bisa dengan mudah mendeteksi kebohongannya. Saya membuat kesepakatan dalam hukuman. Si anak yang suka membaca, maka jatahnya belanja bukunya bulan depan hangus. Alias tidak boleh beli buku. Anak yang suka menonton tv, berarti tak boleh menonton tv selama beberapa waktu. Anak yang suka jajan, maka jatah jajannya akan dipotong.
Alhamdulillah, sependek pengetahuan saya, setelah aqil baliq mereka tidak pernah berbohong lagi. Mereka mau jujur mengakui kesalahannya.
6. Selalu do'akan kebaikan buat anak-anak. Karena usaha yang tak disertai do'a bisa berbuah kesombongan.
By. Akhmaneli.
Ibu dari 4 anak.


Catatan :
tulisan ini diunggah di Komunitas Bisa Menulis 18 Maret 2020
Direspon lebih 2.700 orang, dikomentari oleh 502 orang dan dibagikan lebih dari 1.3000 orang


0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.