Reinforcement

 



Nakdisku, kalau suasana mendukung dia suka sekali sharing pelajarannya. Serasa saya kuliah sebanyak 4 SKS. untung saja ilmu yg dia bagi juga menarik hatiku. Sehingga senang mendengarnya.


Kebayang aja nanti kalau si bujangku kuliah. Katanya ingin kuliah di jurusan Fisika murni (Aamiin ya rabbal'alamiin). Kalau dia sharing, bisa-bisa emaknya jadi puyeng. Ehh...enggak ding. Emak jadi ikutan pintar. 😂😂


Orang tua, katanya, kalau anaknya salah, atau melakukan sesuatu pelanggaran sering sekali memberikan hukuman. 


Ada yang memberi hukuman dengan makian, pukulan, cubitan, dikurung dll. Ini namanya purnishment. 


Tapi ada yang memberikan hukuman dengan mencabut kesenangan si anak. Misal di larang main, dilarang menonton dan lain-lain. Ini namanya reinforcement negatif.


Dibandingkan purnisment lebih baik memberikan reinforcement negatif kepada anak. Karena ini lebih memanusiakan.


Wah...saya kaget sekaligus senang. Karena ketika mereka kecil, saya tidak melakukan kekerasan fisik kepada mereka, juga tidak makian kalau mereka melakukan kesalahan. Ngomel-ngomel sih ada. Emak-emak gitu lho... 😜🤭🤭


Ketika mereka melanggar, saya memberikan hukuman dengan mencabut kesenangan mereka. Misal, karena Muthi suka membaca, dan ada anggaran khusus beli buku untuknya tiap bulan, maka beli bukunya saya tiadakan. Sayyid yg suka jajan, maka saya potong uang jajannya. Alyssa yang suka nonton kartun, maka tidak boleh menonton.


Tapi ada yang hukumannya pukul rata. Misalnya kalau jam 17.30 belum mandi, maka hukumannya potong uang jajan. Dan biasanya mendekati jam 17.30, mereka pontang panting berebut kamar mandi. 😂😂😂


"Ternyata apa yang ibu lakukan dulu waktu kalian kecil, sesuai kaidah psikologi ya, Muth?" tanyaku.


"Ibu emang...." jawabnya sambil  mengacungkan 2 jempol.😍😍


Ada reinforcement negatif tentu ada pula reinforcement positif. 


reinforment positif ini adalah respon postif dari lingkungannya. Dan ini tidak selalu baik.


Misal, ada anak 2 tahun. Dia mempertahankan mainannya yang hendak diambil temannya. Kemudian dengan bahasa yg masih cadel dia berkata

"Ini punya aku, beg*"


Dan orang dewasa sekeliling tertawa mendengar kalimat makian cadelnya.


Bagi si anak, karena semua tertawa, berarti orang-orang senang dengan tindakannya dan dengan ucapannya, maka dia akan mengulang kembali di kemudian hari.


Sebelum negara api menyerang, ehh...covid menyerang, kuliah masih tatap muka. Sekali waktu dosen Muthi mengajar sambil membawa anaknya yang masih balita usia 2-3 tahun. 


Amunisi sudah dibawa. Buku gambar dan buku cerita. Awalnya dia asyik sendiri. Menjelang akhir kuliah, si balita mungkin sudah capek atau bosan, tiba-tiba mendatangi ibunya. 


"Ma, pulang."


Si ibu dosen mengabaikan karena masih memberikan materi. 


Kemudian dia bergerak di seputaran ibunya. Menarik-narik baju ibunya. Tiba-tiba dia mengangkat rok ibunya dan dia masuk ke dalamnya. 


Ibunya berjilbab gaess... jangan mikir aneh-aneh 🤣


Sontak semua mahasiswa tertawa. Menganggap lucu tingkah laku si balita.


Si anak keluar dari rok ibunya sambil malu-malu. Kemudian dia ulangi kembali. Angkat rok ibunya, masuk lagi ke dalam rok ibunya.


Dan mahasiswa pun kembali tertawa.


Si bu dosen berkata,


"Kalian baru saja memberikan reinforcement positif kepada anak saya. Tertawa kalian membuat dia merasa benar sehingga dia mengulang kembali tindakannya."


Mahasiswa langsung ter-oooh semua. Contoh gamblang dari reinforcement positif. Mengapresiasi suatu tindakan yang salah, sehingga membuat si anak mengulangi kesalahan itu kembali.


Waaah....ternyata membesarkan anak memang tak mudah ya... ?


Karena susah maka hadiahnya surga.


Tapi susah bukan berarti tak bisa. Kuncinya kita memang harus terus belajar.


❤️❤️❤️

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.