Liburan tipis-tipis...



Satu hal yang menyenangkan jalan-jalan di Sumbar ini selain pemandangannya yang indah dan makanannya yang lezat adalah jalannya yang lebar dan mulus. Kemana pun saya pergi di Sumbar ini, ke area pegunungan maupun menurun ke lembah, ke pantai, rata-rata jalannya sangat mulus dan lebar. Sehingga sangat nyaman untuk jalan-jalan.
Liburan lebaran kali ini, kami memang berniat tidak akan melakukan petualangan ke tempat wisata yang agak memacu adrenalin seperti biasanya. Mengingat waktu libur yang pendek, hanya 8 hari, juga si gadis yang akan berkuliah di sini, maka kami akan memperbanyak silaturahim dengan keluarga besar untuk menitipkannya kepada mereka. Tolong lihat dan bantu jaga anak gadis kami.🙏🙏
Sedangkan liburannya ya..yang tipis-tipis saja. Alias yg dekat-dekat atau sambil lewat saja.
Seperti kali ini, setelah bersilaturahim ke rumah sanak saudara di Lubuk Alung dan sekitarnya, kami lanjut ke Bukittinggi untuk bersilaturahim dengan keluarga Tante Fitrina Eka Rahmi di Koto Tuo yg indah. Karena jalan raya Padang Bukittinggi macet parah, kami mengambil jalan alternatif ke Malalak, Koto Agam. Di sini jalurnya lumayan sepi dan lancar.
Dari Sicincin, kami belok ke arah Koto Mampang. Dari sini kami akan melakukan pendakian panjang berkelok2 sampai ke Koto Tuo. Jalan sangat mulus. Udara sejuk serta pemandangan yang memanjakan mata. Dijamin tidak akan bosan
Di sini ada satu spot yang sangat cantik untuk berfoto. Di area ini kita bisa melihat pemandangan ke sebuah desa di bawah lembah. Desa yg dikelilingi perbukitan dan kadang digelayuti awan tebal. Benar-benar eksotis. Tapi kami berencana tak akan mampir di sana, karena dulu sudah pernah.
Yang kami lakukan sekarang adalah mencicipi kuliner di sepanjang jalan Malalak sampai Padang Lua.
Yang pertama, kami mampir berhenti makan durian di Malalak Selatan. Yeeayy... Durian kampung yg sangat legit. Berdaging kuning dan berbiji kecil. Dengan uang 100 ribu kami mendapat 5 buah durian. Durian kami makan di tempat. Dan tandas dalam sekejap. 😋😋😋

Perhentian berikutnya adalah kedai nasi 'Putuih Sambuang'. Tempatnya di pinggir jalan di tepi tebing. Pemandangan ke bawah sangat menggoda. Hamparan sawah berjenjang memanjakan mata. Ditingkahi udara dingin membelai, benar-benar membuat mata ini jadi berat. Untunglah yang akan kami nikmati di sini adalah segelas kopi fenomenal. Kopi 'tungkuik'.
Kopi ini disajikan dalam gelas yang tertelungkup di atas piring. Bagaimana caranya agar air kopi itu keluar dan bisa dinikmati? Ternyata caranya amat mudah. Letakkan sedotan di bibir gelas kemudian tiup. Tak perlu meniup sekuat tenaga sampai gelasnya terpelanting, Cukup dengan tiupan ringan saja. Seketika air kopi keluar dr gelas menggenangi piring kecil. Baru diminum pake sedotan. Anak-anak sangat excited dengan cara minum kopi seperti ini. Mereka berhasil menghabiskan kopi susu mereka masing-masing. Woow...

Kopi yang disajikan adalah kopi Aceh. Dan cara penyajian dengan gelas ditelungkupkan ini, juga asli cara Aceh. Disajikan di udara dingin dengan pemandangan yang indah, terasa nikmat yang berlipat-lipat.
Bagi yang berkesempatan lewat di Malalak ini, hidangan kopi tungkuik ini sebaiknya jangan dilewatkan. Kedai in juga menjual nasi dengan aneka rupa lauk pauknya. Kedai putuih basambuang ini tak pernah sepi dari pelanggan.
Setelah melewati daerah Malalak, kami sampai di Koto Balingka. Di sini ada satu kuliner yang sangat terkenal yaitu gulai pensi. Pensi ini sejenis kerang kecil, hewan endemik Danau Singkarak.

Masya Allah, masakannya sangat enak. Bumbunya pas mantap. Harganya pun murah. Hanya 5.000/porsi. Pensi yang di jual di sini selalu laris manis. Kami hanya kebagian 2 porsi saja.
Perjalanan kami lanjutkan sampai ke Padang Lua. Di sini ada kuliner yang sangat terkenal dan beberapa kali pernah diliput tv nasional serta menjadi langganan presiden SBY. Setiap beliau ke Bukittinggi, tak lupa beliau mampir ke sini. Namanya Nasi Kapau Ni Cah.
Nasi Kapau Ni Cah ini memang terkenal lezat. Harganya? Lumayan. 1 nasi bungkus berharga 40.000. Satu potong lauk saja seharga 30.000. Ada rasa ada harga.
Tp 1 nasi bungkusnya cukup untuk di makan 2-3 org krn porsinya yg besar. Oh ya, ciri khas lauknya adalah gulai tanbungsu. Alias gulai usus yg sdh diisi telur.

Di sini, makanan kami bungkus saja. Karena sdh kesorean, gulai sayur kapaunya yang terkenal itu sudah habis.
Dari Padang Lua, kami terus ke Ngarai Sianok. Ngarai Sianok ini merupakan salah satu destinasi indah di Bukittinggi. Ngarai Sianok ini sesungguhnya adalah jurang dengan kedalaman 100 m, lebar 200 m dan panjang 15 km. Yang membentang dari selatan nagari koto Gadang sampai ke utara nagari Sianok Anam Suku.
Biasanya kami menikmati pemandangn jurang yang indah ini dari atas. Tapi kali ini kami akan turun ke dasar jurang. Sampai ke sungai kecil yang terdapat di dasarnya.

Pemda setempat sudah menyediakan area duduk-duduk dengan lahan parkir yang cukup luas. Berwisata di sini gratis. Hanya perlu membayar uang parkir 3000 saja.
Amboii... Asyik nian makan di dasar jurang Ngarai Sianok dengan pemandangn tebing-tebing indah, udara sejuk sambil melihat anak-anak main di sungainya.
Ternyata pemandngn yang indah, udara yang sejuk, sanggup membuat Sayyid menghabiskn sendiri nasi bungkus porsi besar Nasi Kapau Ni Cah. Rekor. Agiah taruiiih...😂😂
Dari sini kami lanjut ke Jam Gadang. Menikmati suasana Jam Gadang di Malam hari. Dan perjalanan pun berakhir di rumah tante Pit di Koto Tuo. Liburan tipis-tipis yang menyenangkan. 


Padang, 13 Juni 2019

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.