Pemimpin Dalam Perjalanan




Salah satu hadits Rasulullah yang agak kurang populer di telinga kita adalah:

"Apabila ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk salah seorang dari mereka sebagai pemimpin!" (HR. Abu Daud: 2241)

Meskipun hadits ini jarang terdengar, tapi hadist ini sangatlah penting sebagai rujukan umat muslim. Bahwa dalam suatu perjalanan, penting bagi kita menunjuk seorang pemimpin sehingga tujuan perjalanan menjadi lebih terarah, lebih tertib karena satu komando dan ada yang bertanggung jawab ketika terjadi sesuatu.

Saya pertama kali mendengar hadits ini ketika si ayah ditunjuk oleh Karom kami Pak Ustad Yono,  menjadi pemimpin perjalanan untuk mengantarkan jamaah yang punya udzur seperti sakit, tua dan wanita haidh kembali ke Mekah dari Mina, sewaktu berhaji tahun 2015 yang lalu. Mereka yang udzur ini mengambil Nafar Awal. Sementara yang kuat dan tak punya udzur, mengambil Nafar Tsani.

Setelah hampir 3 tahun berlalu, kami baru ingat kembali akan hadits ini. Kami berniat mendelegasikan pemimpin perjalanan kepada anak-anak sebagai latihan kepemimpinan bagi mereka. Dengan ditunjuk sebagai pemimpin mereka akan belajar mengambil keputusan, memecahkan masalah, displin dan bertanggung jawab.

Bismillaah, pada perjalanan mudik lebaran kali ini ke Padang, kami mulai mendelegasikan "pemimpin perjalanan" dari ayah/ibu kepada anak kami tertua, Annisa Muthia yang saat ini sudah SMA kelas 12.

Ketika ditunjuk sebagai leader ia langsung menerima walau agak takut kalau salah. Biasanya ia hanya mengurus diri sendiri sekarang harus mengurus seluruh anggota keluarga. Tapi kami yakinkan bahwa ia mampu dan kami pasti membantu. Dan ia pun mulai mendata apa saja yang harus dipersiapkan, dan apa saja yang menjadi tugas serta tanggungjawabnya. Semuanya ia catat di hp. Maklum, generasi milenial. Dan memang sekarang serba internet. Tiket maupun boarding pass sudah paperless. Semua tersimpan di hp.



Alhamdulillaah. Ia melaksanakannya dengan luar biasa, menurutku. Mulai dari mempersiapkan barang, mengecek, memastikan semuanya sudah masuk koper dan terangkut ke mobil, ia lakukan. Sesampai di bandara, mulai dari proses memasukkan barang ke bagasi, setiap pemeriksaan tiket maupun boarding pas, ia yang maju. Kapan kita memasukkan barang ke bagasi, kapan kita makan dan kapan kita sholat dan lain-lain, semua dia yang komando. Saya hanya mengawasi. Dan adik-adiknya siap sedia membantu. Oh ya, si ayah tidak ikut bersama kami. Karena masih ada tugas, si ayah menyusul mudiknya.



Dengan menjadi pemimpin, dia benar-benar belajar untuk mengambil keputusan. Salah satunya ketika kami telah memasukkan barang ke bagasi, waktu tersisa sekitar satu jam lagi menjelang take off. Kami belum sholat, sementara adik-adiknya sudah lapar. Ia kemudian memutuskan kami sholat dahulu, baru makan. Pertimbangannya, kalau sholat dulu baru makan, saat panggilan masuk pesawat datang, makan bisa dihentikan. Tapi kalau makan dulu baru sholat, terus datang panggilan masuk pesawat, masak sholat dihentikan? Ia sudah bisa mempertimbangan resiko. Dan kamipun mematuhi perintahnya.

Alhamdulillaah… biasanya saya atau ayahnya yang harus 'teriak-teriak' memberi komando, melakukan semua pemeriksaan maupun pengecekan dan lain-lain, sekarang saya bisa duduk manis sambil hunting foto. Nikmatnyaaa...


Sebenarnya melihat Muthi mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, kami memang tidak heran. Dengan pengalamannya pernah dua kali menjadi duta negara dalam pertukaran pelajar, ke Thailand dan Singapura, dia memang sudah mampu berdisplin dan mengurus dirinya sendiri. Apalagi semenjak dia bersekolah di SMA Boarding School Assyifa, membuat kemandirian, kerapian dan efisiensinya bertambah baik.

Insya Allah kepulangan kami nanti, pemimpin kami adalah Sayyid. Kita akan lihat gaya kepemimpinan Sayyid yang cuek versus muthi si perfeksionis.
*****

Setelah dua minggu liburan di kampung halaman, saatnya kembali ke dunia nyata. Ups...kota domisili maksudnya. Tempat mencari nafkah dan mencari ilmu.

Kepulangan kami kali ini, sesuai kesepakatan, leadernya adalah Sayyid. Dari biasanya santai dan mengikuti instruksi, sekarang harus memberikan instruksi. Dari biasanya tak mau tahu dengan segala tetek bengek, sekarang semua harus di bawah pengawasan dan tanggung jawabnya.



Dan hasilnya pun luar biasa menurutku. Meskipun harus diingatkan beberapa kali akan tugasnya, akhirnya ia mampu menyelesaikannya dengan baik sampai kami tiba di rumah. Bahkan ia mampu memberikan empati kepada adiknya demi kelancaran perjalanan. Ketika pagi adiknya ngadat tidak mau makan karena perutnya agak bermasalah, sementara deadline keberangkatan ke bandara tak lama lagi, dengan cekatan ia membuatkan adiknya segelas susu hangat. Oh...good leader.  Ia sudah belajar disiplin waktu.



Dan kamipun berusaha mematuhi semua yang menjadi keputusannya. Termasuk di restoran mana kami akan makan siang sesampai di Bandara Soekarno Hatta. Maklum 5 kepala, 5 keinginan. Tapi kalau pemimpin sudah memutuskan, anggota harus belajar menerima dengan ikhlas.

Mengamati si bujang kami yang cuek ini, yang biasanya tidak mau repot, lebih senang diurusin dari pada mengurusin, lebih senang melemparkan tugas “Uni aja deh. Alyssa aja deh”, sekarang dia mau berepot-repot mengurus segala hal, mampu menunjukkan empati, bisa membuat keputusan, berdisiplin waktu dan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap tugasnya, bagiku itu sudah merupakan lompatan yang jauh.



Atas usahanya, Allahpun memberikan 'hadiah'. Ia dapat kesempatan berfoto dengan kapten pilot dan co pilot di ruang cockpit pesawat.

Pada perjalanan ke Padang kami menumpang maskapai Garuda Indonesia Airlines. Karena ada siswa penerbangan yang sedang magang di ruang cockpit maka ia tak mendapat kesempatan berfoto dengan pilot dan co pilot di ruang cockpit

Tapi pada penerbangan balik ke Jakarta kami penumpang maskapai Lion Air. Untuk pertama kalinya ia naik pesawat besar berbadan lebar, Airbus seri 330-300 dg lajur seat 9 (3-3-3). Sehingga ia sangat antusias untuk bisa masuk ke ruang cockpit pesawat besar ini. Dan alhamdulillaah sang pilot mau menerimanya di ruang cockpit.



Ternyata sang pilot dan co pilotnya sangat ramah. Menanyakan sekolahnya dan cita-citanya. Karena ia bercita-cita ingin jadi pilot, sang pilot dan co-pilotpun bercerita tentang sekolah pilot.

Kata pak Pilot dan pak co-pilot, kalau ingin masuk sekolah Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, harus dari jurusan IPA. Tapi kalau masuk sekolah penerbangan swasta, bisa dari jalur IPS. Terus pelajaran yang harus dikuasai (nilai harus tinggi) yaitu Matematika, bahasa Inggris dan Fisika. Tak boleh berkaca mata dan gigi harus sehat.

Hmmm....pembicaraan singkat yang mengesankan buat Sayyid. Tapi sebenarnya cita-citanya untuk menjadi pilot sudah agak goyah. Setelah seminggu yang lalu ayahnya memberitahu bahwa ada satu profesi yang cukup rumit dan menantang di bidang penerbangan yaitu sebagai Air Traffic Controller (ATC). Segera saja, antusiasmenya beralih ke sana. Dan sudah mulai mencari tahu seperti apa pekerjaan sebagai ATC tersebut.

Ahh....jadi apapun engkau kelak nak, semoga itu bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Serta tetap menjadi anak ibu dan ayah yang sholih. Aamiin.

Semoga Allah meridhoi apa yang kami lakukan. Tak hanya sekedar dalam rangka ketaatan kepada Allah dan RasulNya, tapi manfaatnya sangat besar buat anak-anak.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

2 comments:

  1. Baru-baru ini saya juga membaca hadis ini. Baru tahu juga 😐

    Wah keren anak-anaknya mbak..
    Semoga apapun cita-cita ananda tetap dimudahkan jalannya 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillaah....aamiin ya rabbal'alamiin.
      terima kasih mba Zahraflo....
      saya juga baru belajar menerapkannya. semoga bisa istiqamah juga :)

      Delete

Powered by Blogger.