Kemarin si kikoy, kucing kami, lagi-lagi BAB di dalam rumah. Kalau kemarin-kemarin dia BAB di sofa di ruang tamu, kasur Sayyid, dan bale di ruang tengah. Yang membersihkannya, kadang saya dan sayyid, kadang Sayyid dan ayahnya.
Alyssa sama sekali tak mau terlibat. Karena dia sudah nangis duluan. Jijik, katanya.
Kali ini, si kikoy BAB di lantai dekat meja. Membersihkannya lebih mudah di banding di kasur. Tapi Sayyid menolak membersihkannya.
"Sudah 3x Uda ngebersihinnya. Pokoknya sekarang Uda nggak mau. Uda ngak akan ngebersihinnya. Itu tugas Alyssa. Kikoy kan kucing bersama," omelnya kesal.
Walau Alyssa beruraian airmata, tapi si uda kekeuh tak mau membantu. Kali ini saya berpihak kepada si Uda. Drama airmata ini harus disudahi. Dia harus ikut bertanggungjawab atas komitmen bersama.
Setelah menunggu agak lama sampai si airmata itu lenyap, akhirnya dia keluar dari kamarnya.
Begitu melihat tampilannya, asli ngakak. Kostum siap tempur. Mulut dan hidung ditutup masker. Tangan dilapisi sarung tangan bekas panjat tebing kemarin. Tak tanggung-tanggung. Langsung dua lapis. Itupun masih kurang. Masing-masing tangannya ia lapisi lagi dengan kantong kresek. 😂😂
Kemudian iapun beraksi sampai selesai. Tanpa tangisan, walau sedikit misuh-misuh.
Saya apresiasi dengan mengacungkan jempol dan sedikit pujian. Bahwa ia berhasil mencari solusi untuk mengatasi rasa jijiknya (walaupun lebay dan tisu habis banyak).
Melihat Alyssa dengan kostumnya, saya jadi teringat dengan Muthi. Ketika SD, saat saya minta membuat sambal, pasti matanya panas pas sesi menggiling bawangnya. Makanya setelah beberapa kali 'menangis' dalam menyelesaikan tugasnya, akhirnya ia pun punya ide. Ia memakai kaca mata renang selama adegan menggiling berlangsung. Dan terbebaslah ia dari mata panas dan air mata. 😀😀
Ingin saya foto, supaya ketika belasan tahun kemudian, mereka akan tertawa melihat dirinya seperti saya tertawa melihat mereka saat ini. Tapi sayang, tak satupun dari mereka ingin di foto dalam kondisi "terbaik" ini.
Jadi ingat kata psikolog. Bahwa pintar yang sesungguhnya adalah ketika mereka mampu menyelesaikan masalah. Bukan ketika mereka meraih nilai tertinggi dalam suatu pelajaran di sekolah. Keunggulan di bidang kognitif hanyalah SATU dari banyak kecerdasan yang diberikan Allah kepada mereka.
Ketika saya kelas 3 SMA, saya punya guru biologi yg sangat hebat, Namanya bu Nur Netty (semoga Allah merahmati beliau), sudah tua tapi sangat pintar menerangkan. Kata beliau, meskipun anak orang kaya makanannya sangat bergizi tapi kalau tak dilatih otaknya, tidak dilatih jasmaninya, dia tidak akan jadi orang yang cerdas.
Tapi banyak anak orang biasa yang makanannya biasa saja, justru sangat cerdas karena otaknya banyak dilatih, fisiknya banyak dilatih.
Jadi bukan makanan yang bergizi yang membuat mereka cerdas. Tapi karena banyak dilatih".
Belasan tahun kemudian, baru saya paham, itulah yg disebut STIMULUS. Beliau mengajarkan parenting di jaman yang istilahnya saja belum dikenal.
Ketika dilahirkan, otak anak sudah memiliki sel syaraf yang berjumlah milyaran. Namun jumlah itu banyak yang hilang setelah dilahirkan. Ketika otak mendapatkan suatu stimulus yang baru, maka otak akan mempelajari sesuatu yang baru. Stimulus tersebut akan menyebabkan sel syaraf membentuk sebuah koneksi baru untuk menyimpan informasi. Sel-sel yang terpakai untuk menyimpan informasi akan mengembang, sedangkan yang jarang atau tidak terpakai akan musnah.
Di sinilah pentingnya suatu stimulasi yang rutin diberikan. Stimulasi yang terus-menerus diberikan secara rutin akan memperkuat hubungan antar syaraf yang telah terbentuk sehingga secara otomatis fungsi otak akan menjadi semakin baik.
Jadi, anak yg banyak melakukan, banyak mencoba, dibiarkan menghadapi masalah dan menyelesaikan sendiri permasalahannya, otaknya kan berkembang dengan pesat. Karena otaknya selalu mendapat stimulus.
Permasalahannya, banyak orang tua yang mager. (Ups, Saya kaleee...😁) Dari pada ribut dari pada repot, anak diberi tablet/HP. Mereka anteng dan emakpun nyaman facebookan. 😁😁
Kadang, anaknya yang mager. Terbiasa dibantu, terbiasa dimaklumi, terbiasa dikasihani, sehingga mereka tak memiliki daya juang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sedikit rengekan, sedikit merajuk, sedikit tangisan menghiba, maka orang tuapun turun tangan membantu. (Upps, ini juga saya kalee 😁)
Buku PR tertinggal, kita langsung tergopoh-gopoh mengantarkan ke sekolah supaya mereka tak di hukum. Tas sekolah berat, kita langsung menggendong tas tersebut sampai ke depan kelas dan sampai ke dalam kamarnya. Piring kotor sehabis makannya, kita juga yang mencuci.
Maaak... Kapan mandirinya mereka, kalau kita (meminjam istilah Ibu Elly Risman) selalu menjadi malaikat penolong?
Tak bisa lain. Mereka harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka makhluk yang cerdas. Ketika kita membiarkan mereka dengan permasalahannya, maka mereka pun bisa kreatif memikirkan solusinya sendiri. Membiarkan dia jatuh bangun menyelesaikan persoalannya, tanpa sadar kita sedang membentuk manusia-manusia tangguh.
Tapi jangan dikritik ya maak... Kalau solusi mereka tak secanggih solusi kita. Kalau mereka lamaaa...baru bisa menemukan solusinya. Kalau ada air mata dalam prosesnya.
Berikan semangat, pelukan hangat ditambah segelas susu hangat. Pasti makjleb.
#tulisan ini sesungguhnya untuk saya. Untuk selalu semangat memberi mereka kesempatan berjuang. Untuk tak luluh dengan 1001 trik mereka 'mengendalikan' emaknya. 😍😍
0 comments:
Post a Comment