Sebagai orang perantauan, pulang
kampung adalah sesuatu yang sangat dirindukan. Bekerja keras, menabung dan
pulang kampung adalah segitiga bermuda eh….segitiga perjuangan seorang
perantau. 😊😊
Begitu juga denganku. Semenjak
menikah, aku terpisah 1612 km dari kampung halamanku. Aku berada di Karawang
mengikuti suami yang dipindahtugaskan ke sini. Sementara orang tua tercinta
tinggal di Padang, Sumatera Barat. Kebetulan suamikupun orang Minang yang
berasal dari Padang Ganting, Batusangkar, Sumatera Barat. Sehingga tujuan pulang
kampung kamipun sama.
Seperti perantauan lainnya,
jadwal rutin kami pulang kampung adalah ketika lebaran tiba. Moda transportasi
yang kami gunakan untuk pulang kampung, kadang dengan pesawat kadang dengan
mobil dan kapal Ferry. Mobil dan kapal Ferry memang selalu bersanding. Karena
tak mungkin bagi kami membawa mobil melintasi laut antara dua pulau, Sumatera
dan Jawa, tanpa bantuan kapal Ferry. Kecuali kalau kami berkawan baik dengan
Superman. 😂😂😂.
Untuk melintasi laut sempit di
antara dua pulau Sumatera dan Jawa atau si Selat Sunda ini dengan kapal Ferry,
maka kita harus memasukinya melalui salah satu dari dua pelabuhan besar yaitu
Merak di Banten atau Bakauheni di Lampung. Dua pelabuhan ini termasuk pelabuhan tersibuk
di Asia Tenggara karena beroperasi selama 24 jam non stop. Setiap harinya, ratusan
perjalanan kapal Ferry melayani penumpang dan
kendaraan dari Merak, Banten ke Bakauheni, Lampung. Atau sebaliknya. Penyelenggara
transportasi penyeberangan dan fasillitas pelabuhan serta pendukung lainnya
dilakukan oleh ‘ASDP Indonesia Ferry’.
Saya sudah mulai naik ‘Kapal Ferry’ dari anak saya yang
tertua berumur 7 tahun hingga sekarang ia sudah berumur 18 tahun. Dari tahun ke
tahun banyak perbaikan yang dilakukan oleh PT.ASDP
Indonesia Ferry. Baik dari fisik
kapal, fisik pelabuhan sampai pelayanan pembelian tiket. Dulu kapal dan
pelabuhannya terkesan kumuh sekarang terlihat bersih, mewah dan nyaman.
Dengan
harga tiket yang cukup murah, hanya Rp 13.000,- untuk dewasa dan Rp 7.000,- untuk anak-anak, seakan-akan kita
sudah mendapatkan pelayanan first class. Ruang tungggu yang nyaman dan ber-AC
di pelabuhan, bahkan ada play ground buat anak. Sedangkan di atas kapal, ruang
duduk yang nyaman dan ber-AC, mushalla yang bersih serta kafetaria yang bagus. Bahkan
kalau ingin istirahat tidur, cukup membayar Rp 10.000,- per orang, kita bisa
rebahan di ruangan ber-AC berlantaikan parket yang bersih dan nyaman. Dan kalau
dulu pembelian tiket dilakukan secara manual sekarang sudah bisa dipesan secara
online melalui website http://www.indonesiaferry.co.id. Luar biasa bukan?
#AsyiknyaNaikFerry tidak akan terlupakan. Kami selalu
gembira setiap kali menaiki kapal Ferry. Terutama anak-anak. Mereka sangat
antusias menyaksikan mobil yang berbaris memasuki perut kapal, naik satu
persatu, sampai mobil-mobil tersusun rapi di lambung kapal. Setelah itu
biasanya mereka langsung ke dek atas atau langsung ke anjungan kapal. Dan mereka
akan berteriak gembira ketika merasakan sensasi di tiup angin kencang. Atau melambai-lambai
ketika ada kapal lain yang lewat. Terasa norak. Tapi itulah anak-anak.
Kenorakan mereka akan terasa manis kita kenang saat mereka telah beranjak
dewasa kelak.
menikmati sensasi tiupan angin
Memandang laut luas yang tenang,
berwarna biru, membuat hatipun terasa adem.
Di tengah dinginnya tubuh karena tiupan angin yang kencang, satu cup mie
instant yang hangat dari kafetaria, memang adalah moment yang tak pernah kami
lewatkan ketika berada di kapal Ferry. Murah meriah tapi kami sangat
menikmatinya.
Kami pernah naik kapal Ferry di malam
hari, pernah naik ketika dini hari menjelang Subuh, juga pernah di siang hari. Fenomena
alam yang paling menarik adalah ketika Subuh. Setelah sholat Subuh kami
biasanya tidak tidur. Menunggu matahari terbit. Menyaksikan perubahan langit
dari gelap gulita kemudian perlahan-lahan langit mulai terang dengan semburat
jingga yang sangat menawan, adalah pemandangan yang sangat eksotis.
sunrise di tengah laut
Momen seru lainnya adalah ketika
melaksanakan sholat. Seringkali ketika kami sholat kapal terayun mengikuti
ombak akibat angin kencang. Kadang ketika sholat, tubuh kami jadi miring ke
kanan dan ke kiri. Atau ke depan dan ke belakang. Setelah sholat, anak-anak
akan tertawa mengulang gerakan sholat yang miring-miring itu. Itu salah satu
sensasi yang selalu mereka tunggu.
Pemandangan di sekitar pelabuhan Merak, Jakarta
Dan satu lagi momen yang paling mereka
tunggu adalah proses bersandarnya kapal ke dermaga. Sambil melihat aktifitas
kapal-kapal lain di sekitar dermaga, mereka antusias sekali menyaksikan
detik-detik kapal merapat ke dermaga. Sampai tangga dermaga terhubung ke kapal
secara otomatis, mereka tidak akan beranjak untuk naik ke mobil.
Meskipun kapal selalu penuh baik
ketika mudik menjelang lebaran maupun ketika balik setelah lebaran usai, tak
mengurangi niat anak-anak untuk menjelajah setiap ruangan dari ujung ke ujung
kapal. Hanya sayangnya, mereka tak pernah boleh masuk ke ruangan kemudi tempat
nakhoda bertugas. Padahal kalau di pesawat, mereka selalu diijinkan pilot untuk
masuk ke ruang kokpit dan berfoto dengan kapten pilot. Kadang mereka diijinkan
masuk ke ruang kokpit ketika pesawat masih di udara. Kadang kala diijinkan
ketika pesawat sudah landing dan penumpang sudah turun semua. Sehingga anak
lelakiku bercita-cita menjadi pilot. Karena ia terpesona dengan segala tombol yang
ada di ruang kokpit dan juga karena gagahnya
pakaian sang pilot. Padahal pakaian nakhoda kapal juga tak kalah gagahnya dan
ruang kemudi juga tak kalah hebatnya. Sayang ia belum tahu.
Dan untuk sekedar menghilangkan rasa penasarannya tentang ruang kemudi kapal, bulan April kemarin, saya membawanya berkunjung ke kapal kecil Greenpeace Rainbow Warrior yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta. Dia sangat terpesona melihat segala peralatan yang ada di ruang kemudi kapal tersebut dan sangat antusias mendapat penjelasan tentang cara kerja kapal Rainbow Warrior yang sebagian besar digerakkan oleh tenaga angin.
Dan untuk sekedar menghilangkan rasa penasarannya tentang ruang kemudi kapal, bulan April kemarin, saya membawanya berkunjung ke kapal kecil Greenpeace Rainbow Warrior yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta. Dia sangat terpesona melihat segala peralatan yang ada di ruang kemudi kapal tersebut dan sangat antusias mendapat penjelasan tentang cara kerja kapal Rainbow Warrior yang sebagian besar digerakkan oleh tenaga angin.
Si bocah yang suka menjelajah
Mudah-mudahan suatu saat nanti,
anakku diijinkan memasuki ruang kemudi kapal Ferry untuk melihat ruang kerja sang nakhoda
dan berfoto dengannya. serta mendapat penjelasan tentang cara kerja kapal yang besar ini. Karena dari seluruh ruangan kapal, hanya tempat ini yang
selalu membuatnya penasaran. Kalau diijinkan masuk, tentu ini akan menjadi
edukasi baginya. Dan tentu saja menjadi kebanggaan bisa berfoto di ruangan
kemudi dengan sang nakhoda kapal. Semoga ke depannya management kapal Ferry
memberi izin kepada anak-anak Indonesia yang memiliki keingintahuan lebih,
untuk berkunjung ke ruang kemudi. Bukankah banyak melihat, banyak merasakan dan
banyak melakukan akan menyebabkan neutron-neutron di otak anak-anak akan saling
menyambung sehingga membuat mereka menjadi lebih cerdas?
Dan yang belum pernah merasakan
naik kapal Ferry, yuuk….dicoba. Perjalanan yang hanya memakan waktu 2 jam dari Merak
ke Bakauheni atau sebaliknya, terasa sangat singkat dengan kapal Ferry dari PT.
ASDP Indonesia Ferry. Tapi keseruan akan moment bersamanya akan terasa manis
panjang seumur hidup. Dan jangan ragu membawa serta anak-anak. Pelayaran yang
tenang dan nyaman bersama kapal Ferry tidak akan membuat mereka mabuk. Bahkan
mereka akan full excited. Suueeeerrr….. 😍😍😍
*****
semua foto di tulisan ini adalah dokumen pribadi.
Seru heee...naik ferry. Kalau udah hampir merapat di bakauheni, kaliatan Menara Siger.
ReplyDelete