Ayah, Ibu, bermainlah denganku…. lomba blog #TantanganPengasuhanEraDigital



Siang sepulang dari Try Out Diknas, Sayyid makan siang dengan lahapnya. Saya memperhatikannya dengan bahagia.

Ibu       : Lahap benar makannya anak Ibu. Lapar banget ya?
Sayyid : Enggak. Masakan Ibu enak banget.

Lagi bikin gulai rebung plus daging. Untung GEER tidak dalam mode ON, karena sudah sering dengar beginian…

Ibu       : Masaak?
Sayyid : Iya. Tak tertandingi sedunia.
Ibu       : Kalau gitu boleh dong… ibu bikin rumah makan?
Sayyid : Jangaaan…nanti Ibu sibuk!
Ibu       : Emang kenapa kalau Ibu sibuk?
Sayyid : Nanti Ibu nggak bisa lagi main sama Sayyid.
(kejadian tanggal 11 Februari 2016)

Sederhana tapi ‘dalam’. Hanya bermain bersama yang ia pinta.

Apa sih istimewanya bermain? Kenapa juga harus dengan orang tua? Bukankah cukup dengan teman?
Bermain adalah dunia anak. Kebutuhan dan hak mereka yang paling mendasar. Kekurangan waktu bermain dimasa kecil dapat berdampak serius di kemudian hari.
Pada bulan Agustus 1966 di University of Texas, Austin, seorang pria berusia 25 tahun, mahasiswa teknik dan mantan penembak jitu di Angkatan Laut, melepaskan tembakan dari menara kampus universitas dan menewaskan 14 orang serta melukai 31 orang lain. Sehari sebelumnya, Charles Whitman membunuh ibu dan istrinya.
Yang dilakukan Whitman mengejutkan banyak orang. Dia tampak seperti orang normal lainnya, pernah menjadi putra altar, anggota termuda dalam kegiatan kepanduan Eagle Scout di Amerika, tidak memiliki catatan kriminal, cerdas, seorang suami, dan disukai banyak orang. Tentu saja peristiwa ini menjadi pertanyaan banyak orang, bagaimana mungkin dia melakukan tindakan keji ini?
Pemerintah Texas meminta seorang psikiater, Stuart Brown, untuk menganalisis dan menemukan jawabannya. Para ahli kesehatan jiwa dan psikolog yang tergabung dalam tim dokter Stuart Brown mempelajari kehidupan dan motif Whitman telah mengidentifikasi bahwa kurang bermain pada masa kecillah yang merupakan faktor utama dari tindakan pembunuhan ini.
Dokter Stuart Brown dan timnya menunjukkan fakta bahwa Whitman yang dibesarkan dalam suasana rumah yang penuh kekerasan, memang hampir tidak memiliki waktu bermain. Sejak lahir hingga berusia 18 tahun jiwa bermain bebasnya telah ditekan secara sistematis oleh ayahnya.

Begitu pentingnya kegiatan bermain bagi seorang anak. Karena dengan bermain mereka melatih kepekaan sosial, mengatasi stress dan membangun ketrampilan kognitif, seperti mengatasi masalah, serta melatih kemampuan berinteraksi dengan orang lain, suatu hal yang pasti mereka butuhkan ketika tumbuh dewasa kelak. Disamping itu penggunaan otot-otot tubuh ketika bermain dapat menstimulasi indra-indra mereka.
Dan kenapa bermain dengan orang tua juga penting? Ternyata manfaatnya juga tak kalah penting. Diantaranya mengikat hubungan anak dan orang tua, membuat mereka merasa dihargai dan disayangi, serta menumbuhkan rasa percaya diri. Dan di atas semua itu mereka akan bangga dan percaya kepada orang tua. Sehingga suatu ketika saat mereka menemui masalah, yakinlah, insya Allah… mereka tidak akan ‘lari’ kepada temannya atau orang lain. Orang tuanyalah yang pertama dicari dan menjadi ‘buku hariannya’.
Ketika anak-anak kecil dulu, kami selalu berusaha meluangkan waktu bermain dengan anak-anak. Si ayah tak sungkan bermain boneka dengan anak perempuannya. Dan sayapun tak sungkan bermain kelereng dengan anak laki-laki saya. Sungguh nikmat bisa bermain bersama dan tertawa lepas bersama.
Sekarang mereka sudah mulai beranjak besar. Yang dua orang sudah mulai dewasa (SMA dan SMP) dan yang bungsu masih kelas 5 SD. Alhamdulillah, kelekatan yang terjalin lewat bermain bersama membuat kami sangat dekat. Tak sungkan bercerita apa saja.
Seperti ketika anak kami Sayyid. Ketika kelas 1 SMP, setahun yang lalu, bercerita,

“Bu, sepertinya Sayyid gak lama lagi akan baligh”.
“Kenapa Sayyid berpikiran seperti itu?”
“Karena suara Sayyid sudah mulai berubah”.

Alhamdulillah, suatu kenikmatan ketika si bujang mau bercerita akan moment penting hidupnya yang sebentar lagi akan dia jelang, kepada Ibunya. Sebuah peristiwa yang menandakan masa kanak-kanaknya berakhir. Sebuah peristiwa yang biasanya tabu dibicarakan para anak bujang kepada ibunya. Dengan begini, saya dan ayahnya segera bersiap-siap dan memberikan pengetahuan yang perlu ia ketahui dengan bahasa yang dipilih sedemikian rupa sehingga ia bisa memahaminya dengan mudah, termasuk mengajarkannya tata cara mandi wajib ketika junub.
Bermain bersama memang membentuk ikatan kasih sayang. Mereka menjadi lebih mudah diberi nasehat dan masukan. Ketika anak gadis seusia anak perempuanku yang pertama tidak lepas dari gadget dan selfie, ia kularang berselfie ria. Menurutku tidak pantas seorang muslimah memamer-mamerkan diri di area publik seperti medsos yang akan dilihat segala macam manusia yang kita tidak tahu tabiat dan kelakuannya. Juga kularang untuk menjadikan dirinya seperti diary terbuka dengan sedikit-sedikit update status yang tidak penting, seperti pusing lah, capek lah, kesal dengan oranglah dan lain-lain.
Alhamdulillah dia menurut. Dari SMP sampai kelas 2 SMA sekarang dia sangat jarang update status maupun foto selfie di medsos. Gadget digunakannya sesuai fungsinya yaitu alat komunikasi dan fasilitas internetnya lebih sering digunakannya untuk membaca dan mencari data. Bahkan waktu luang sering digunakan untuk menulis dan membaca.. Sampai saat ini ia sudah menerbitkan 4 buah buku kumpulan cerpen maupun komik. Tanpa aktif di medsos, ia bukanlah orang yang kuper dan kudet. Dia adalah gadis yang supel, ceria, baik hati dan berprestasi.
Pengaruh buruk gadget terhadap remaja saat ini bukan main-main. Kalau dulu, jaman saya remaja, kenalakan remaja hanya sekedar tawuran, merokok dan ngebut-ngebutan dengan sepeda motor di jalan raya. Tapi sekarang benar-benar membuat jantung bisa copot
Mungkin kita sudah pernah mendengar fakta mengerikan yang terjadi di negara kita saat ini.
93 dari 100 anak SD telah mengakses pornografi
21 dari 100 remaja aborsi
135 anak korban kekerasan setiap hari
5 dari 100 remaja tertular penyakit menular seksual
63 dari 100 remaja berhubungan seks di luar nikah
Kekerasan seksual di sekolah terjadi 19 propinsi
Perkosaan terjadi di 34 propinsi
Kasus incest di 23 propinsi. (data dari lembaga Semai2045)
Seram sekali bukan?
Pakar-pakar psikologi telah banyak membahas penyebabnya. Salah satu yang saya tahu adalah di zaman modern sekarang, banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah sehingga waktu dengan keluarga sangat kurang. Apalagi kalau ditambah dengan buruknya komunikasi orang tua dan anak. Sehingga pelarian anak adalah gadget. Pemakaian gadget yang tanpa batas dan tanpa filter, membuat mereka dengan mudah terpapar pornografi dan menjadi addict.
Sangatlah penting orang tua meluangkan waktu untuk anak yang telah diamanahkan Allah kepadanya. Dan bermain sangat efektif untuk mencairkan suasana sekaligus menjalin kasih sayang dari pada liburan ke tempat mewah tapi masing-masing tetap dengan gadget masing-masing.
Beberapa kali saya membuktikannya. Ketika kulihat anak pulang sekolah dengan wajah ditekuk, Saya tak langsung bertanya. Biarkan dulu sampai turun emosinya. Setelah makan malam saya ajak bermain. Kadang permainan untuk 2 pemain saja seperti congklak dan catur atau dengan mengajak saudaranya bermain kartu atau scrabble, atau lainnya. Kadang saya hanya membacakan buku cerita saja. Seringkali sambil bermain, meluncur sendiri ceritanya tentang kekesalannya di hari itu. Tapi adakala ceritanya baru mengalir saat menemaninya tidur. Kadang disertai tangisan kalau masalah terasa berat baginya.
Dengan bermain, kedekatan itu akan tercipta. Kasih sayang itu akan terjalin. Sambil bermain, kitapun bisa memberikan nasehat ringan sambil memperkuat nilai-nilai agama dalam upaya membentuk pondasi yang kokoh. Apabila itu rutin kita lakukan, insya  Allah, kitalah idola mereka. Kitalah tempat curhat mereka. Sehingga gempuran dari luar, insya Allah bisa terdeteksi dengan cepat dan bisa dihadapi bersama.

Sooo…. Bermainlah denganku ayah, ibu….
Luangkanlah waktumu untukku.

2 comments:

  1. Tugas anak itu memang bermain, sungguh tindakan yang salah jika kita melarang anak bermain, karena dengan bermain mereka banyak belajar ya kan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget Bu....
      Dunia anak, memang dunia bermain. Penuhi dulu masa itu sehingga ia tidak mencari lagi di masa dewasanya. Barakallahu Bu....

      Delete

Powered by Blogger.